Bulir-bulir telah berjatuhan membentuk sungai membelah pipi kemerahan
Gurun telah panjang ditapaki beserta segenap keringat terperas, telapak kaki kian terkelupas
Pahatan demi pahatan terlewatkan, syukur dan keluh; benci dan memaafkan; harapan dan penyesalan; semua menggoyahkan.
Silih berganti menghantam ulu hati.
Lalu Mei datang menyapa, menagih janji Tuhan yang mencipta tangis beriringan tawa.
Tuhan, telah kulalui semesta berduri, seperti yang kausaksikan sampaiku di sini, masih berdiri.
Aku meminta sekeranjang candy, untuk kepahitan yang kualami, ujian yang telah terlewati.
Hatiku dipenuhi harapan melampaui keterbatasan, mengacuhkan kenyataan, dan memutarbalikkan keadaan.
Tauku atas apa yang terjadi, bahwa jelaga pastikan berlalu bersama badai setelah hujan kan muncul pelangi, itulah janji-janji..
Penguatku untuk tegapkan punggung ini, kuatkan langkah ini, demi kau yang ada di atas, harapan di ujung batas.
Menyongsong Mei, kabulkan harap, angkatlah kembali daguku, sembuhkan luka dan kecewa yang meresap dalam darahku, yang kian tertoreh oleh Januari hingga April.
Bayarlah Meiku illahi, dengan sejumput asa, meledaklah euforia.
i. v. mmxxi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euforia (COMPLETED)
PoetryKutulis puisi untuk diriku; himne menyambut sosok yang utuh. Kutulis puisi untuk diriku; biar menjelma menjadi mesin waktu, pintu untukku menyelam bersama kekuatan kata yang mengurung momentum waktu. Ini kisahku selama 2021; jika kalian membaca ini...