Aku menjalani hidupku dalam mimpi yang menyesakkan.
Sebagaimana mimpi pahit yang kutelan ini menghidupi nyawaku sejak lama, bersama langit, bumi, dan seisinya.
Galaksi yang kubangun: rapuh, indah, menyedihkan.
Seperti keindahan yang dijanjikan sebuah lautan dari kelihatan, namun menenggelamkan saat coba kuarungi tanpa persiapan.
Kadang-kadang di malam yang sepi; sendirian di ruangan, aku tak sekuat seorang ibu yang mampu bertahan dalam setiap keadaan.
Bibirku berucap dengan tangan imajinatifmu yang kupinjam, menepuk bahuku yang kesepian:
It's life and that's okay.
Begitulah mimpi tentangnya tak akan pernah selesai; kekaguman yang melebihi jagat raya, ungkapan cinta yang tak bisa kuterjemahkan dengan puitis kata; satu-satunya entitas yang tak nyata, kugengam dengan nyawa menyatu dalam hembus nafas dan dilatasi mataku, menyaksikan cinta, semesta yang ia janjikan dari percikan mata dan senyumnya yang mempesona.
Begitulah aku yang tak lagi mau kecewa pada dunia dan seisinya; berdamai dengan kenyataan.
Memikirkan, melakukan, apa yang membuatku bahagia.
Karena bahagiaku sederhana; melihat senyumnya. Maka duniaku baik-baik saja.
Tidak apa-apa.
Biarkan cintamu hanya bisa kau ungkapkan dengan semu, kau ceritakan dengan malam, kau tulis dalam ribuan kata penuh syukur atas hadirnya yang aneh.
Lanjutkan kegilaanmu, aku sungguh ikhlas ketimbang melihatmu mengutuk segalanya; kehilangan diri karena iri terpaku pada mereka, apa-apa yang tak pernah kau miliki.
Kau hanya cukup bahagia meski itu hanya karena mimpi. Persetan akan jadi nyata atau tidak, kau hanya perlu bermimpi; begitulah caramu untuk baik-baik saja.
iv.xi.mmxxi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euforia (COMPLETED)
PoesíaKutulis puisi untuk diriku; himne menyambut sosok yang utuh. Kutulis puisi untuk diriku; biar menjelma menjadi mesin waktu, pintu untukku menyelam bersama kekuatan kata yang mengurung momentum waktu. Ini kisahku selama 2021; jika kalian membaca ini...