D & C: [01]

1.4K 61 27
                                    

Bolehkah dirinya menyebut hari ini hari kesialan? Bagaimana bisa perbuatan baik yang dilakukan justru terbalaskan dengan hal sebaliknya?

Setelah guru tadi selesai mengajar, Rea pun masuk ke dalam kelas. Ia justru mendapatkan kesialan setelah bertabrakan dengan salah satu temannya yang tengah membawa makanan berbumbu. Hal itu membuat makanan tersebut tumpah dan mengotori roknya.

Meskipun ini bukan salahnya, Rea langsung bergerak membersihkan sisa makanan tersebut sebelum guru lain datang ke kelas.

Beralih berjalan menuju toilet untuk membersihkan roknya yang sedikit basah dan sedikit lengket, tetapi langkah Rea harus terhenti ketika berpas-pasan dengan seorang pria di sana. Sontak Rea menundukkan kepala.

"Rea." Panggilan itu membuatnya mau tak mau harus mengangkat kepala untuk melihat wajah sang lawan bicara. "Belum istirahat kamu masih saja suka keluyuran. Memang pada dasarnya sudah kebiasaan."

Kalimat itu tidak direspon apa-apa oleh Rea. Dia juga sudah tahu ke mana arah pembicaraan gurunya.

"Rea, barusan ada guru yang lapor sama bapak karena kamu jarang sekali mengumpulkan tugas. Kamu mau tahu sikap bapak? Bapak membenarkannya, karena kamu juga memang jarang mengumpulkan tugas dari bapak," ucap pria yang merupakan wali kelas Rea.

Karena tak mendengar respon apa-apa, guru pria itu memilih untuk melanjutkan kalimat yang ingin disampaikannya. "Bapak harap, kamu bisa lebih rajin dalam belajar. Lihat kembaran kamu, dia selalu ikut olimpiade dan memenangkan olimpiade. Berbeda dengan kamu, nilai ulangan saja masih di bawah KKM." Tak ada nada marah saat mengucapkan hal tersebut, lebih terdengar nada kecewa.

Rea masih menunduk, berusaha menyembunyikan pandangan. "Saya akan berusaha, Pak."

Guru yang melihat sikap Rea hanya bisa menghela napas panjang.

"Kamu pasti tahu, bapak berucap seperti itu demi kebaikan kamu. Jika kamu tetap seperti ini, kemungkinan kamu tidak akan naik kelas. Bapak juga tidak mau membela jika kamu saja tidak berusaha untuk itu." Ia hanya menyayangkan Rea yang terlihat bermain-main dalam belajar. Padahal, siswi itu berperilaku baik. Beberapa guru ternyata beranggapan sama dengannya, hingga mereka beberapa kali memberikan peringatan pada Rea.

Rea mengangguk dan tersenyum kecil. "Saya tau, Pak. Terima kasih."

"Ya, bapak akan terus percaya sama kamu. Silakan jika kamu mau kembali berjalan," ucapnya mengakhiri pembicaraan.

"Baik, Pak. Permisi." Ucapan Rea hanya direspon dengan anggukan pelan.

Rea mulai berjalan pergi dari hadapan sang wali kelas. Seperti niat awalnya, ia berjalan ke arah toilet.

Sekarang Rea sudah masuk dan di dalam ia membersihkan roknya yang sedikit kotor. Sesingkat mungkin karena tak ingin keterlambatan terulang lagi.

Tak sampai tiga lima lamanya, Rea keluar dari toilet. Lalu kini, Rea dikejutkan dengan kehadiran kedua sahabatnya. Sekaligus dibuat heran, mengapa mereka malah ikut keluyuran di sini?

"Re, anter gue," teriak Ara. Jarak mereka padahal hanya sekitar 4 meter.

"Bentar lagi 'kan ganti pelajaran? Ntar gurunya udah dateng terus gue telat lagi. Gak mau gue," jawab Rea.

"Justru gue mau ke ruang guru ngambil tugas. Gurunya gak bakal dateng. Udah tenang aja, lagian bentar lagi istirahat. Tadi Bu Wulan nyolong jam pelajaran. Kayaknya sih, dia tahu Bu Lani gak bakal dateng," balas Ara setelah berhadapan dengan Rea.

"Eh lo tadi numpahin makan siapa, Re?" tanya Keva--sahabat Rea juga.

"Gak sengaja, Kev. Gabut banget gue numpahin makan orang," jawab Rea disusul dengan tawa kecil.

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang