Zio berlari kecil mengejar langkah Agrel yang tengah berjalan beriringan dengan Rendy. Pandangan murid-murid di kelasnya tertuju pada gadis tersebut. Kelas mereka baru saja keluar untuk istirahat.
Agrel tersadar dengan kehadiran gadisnya yang kini ada di hadapannya. Rendy yang melihat itu berdehem canggung. Tak ingin mengganggu, ia pun melangkah pergi. Sebelumnya ia sudah melempar tatapan pada Agrel seperti sebuah isyarat bahwa Rendy akan pergi lebih dulu.
"Kenapa?" tanya Agrel dengan kebingungan.
"Saya mau mengantarmu untuk berbicara pada ketua ekskul karate." Raut dan nada bicaranya selalu datar.
Terkesan bahwa Zio ingin Agrel menuruti perkataan gadis itu. "Buat yang tadi? Biarin aja sampe dicoret," jawab Agrel santai.
"Pilihan yang buruk," ujar Zio.
Agrel sebenarnya malas untuk hal ini. Namun karena Zio yang meminta, Agrel akan mengalah. "Ya udah iya," jawabnya.
"Kamu tidak berubah pikiran?" tanya Zio membuat Agrel sedikit bingung.
"Hah? Nggak, Zi. Males soalnya," ujar Agrel.
Zio tak berkata lagi. Memilih memulai langkah untuk menemui seseorang.
Agrel mengikuti di belakang, tetapi dipercepat agar bersampingan. Sebenarnya sedikit malu meminta izin hanya untuk keluar dari sebuah ekstrakurikuler yang tak benar-benar ia ikuti.
Sebenarnya, Agrel cukup dibuat bingung dengan pertanyaan Zio barusan. Apakah Zio berharap ia berubah pikiran? Tidak mungkin. Lagi pula, untuk apa?
"Lo tahu siapa ketuanya?" tanya Agrel. Sedikit heran karena seorang Zio tak mungkin mengenal orang lain.
"Siswa dari kelas 12 IPA 6, 'kan?" tanya Zio yang diangguki oleh Agrel.
"Iya. Bang Gio. Lo kenal?" jawab Agrel.
"Tidak," jawab Zio seadanya.
Tak ada pembicaraan lagi. Mereka melanjutkan langkahnya beriringan. Tentu hal itu tak lepas dari pasang mata siswa-siswi lain. Zio yang tak peduli, Agrel yang sesekali cengengesan ketika digoda oleh beberapa temannya.
Tak lama kemudian mereka sampai di depan kelas yang dituju. Pas sekali orang yang ingin ditemuinya baru saja kembali ke dalam kelas. Mereka berpas-pasan dari arah berlawan.
Agrel maju, sedangkan Zio berdiam di belakang.
"Bang," panggil Agrel lalu mereka pun berjabat tangan. "Gimana kabar lo?" tanyanya berbasa-basi.
"Alhamdulillah sehat. Lo juga, 'kan?" Agrel mengangguk. "Bagus dah. Tapi ada apa nih tumbenan?" tanyanya.
"Malu gue ngomongnya," ujar Agrel.
"Alah, kayak sama siapa aja. Ngomong aja," ucap lelaki bernama Gio itu.
"Gue kayaknya numpang nama di ekskul karate. Latihan udah gak pernah, cuma sekali waktu awal-awal masuk. Gue mau keluar aja, Bang. Sory kalo kesannya gue seenaknya," ucap Agrel menyampaikan niatnya.
"Padahal lebih bagus datang aja setiap Senin. Mumpung masih semester satu, ya meski bentar lagi pembersihan karena hari ini juga udah opmem lagi. Tapi berhubung lo yang mau, ya udah ntar gue coret, ya." Agrel mengangguk.
"Iya, Bang. Thanks, ya. Sory sekali lagi," ucap Agrel berterima kasih dan meminta maaf karena merasa tak enak.
"Yoi. Santai aja gak apa-apa," balas Gio.
Gio menatap Zio yang berada di belakang Agrel. Setahunya, gadis yang tengah berdiri tanpa senyuman itu merupakan siswi berprestasi dan juga siswi yang sangat populer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...