D & C: [40]

103 2 0
                                    

Sepertinya tadi malam Rea tak melihat seseorang. Yap, kakak lelakinya tak mungkin diam saja apalagi saat kejadian seperti semalam.

Baru saja ia keluar dari kamar, ia melihat Vano yang melangkah dengan terburu-buru. Tentu ia dibuat mengerutkan dahi bingung.

"Bang!" panggilnya membuat Vano menghentikkan langkah sambil menoleh.

"Re, tadi malem semua baik-baik aja, 'kan?" tanya Vano dengan raut wajah khawatir.

"Emang lo tadi malem ke mana, Bang?" tanya Rea.

"Temen gue kecelakaan, dia gak punya orang tua di sini jadi gue yang temenin," balas Vano.

"Gue khawatir sama si Zio. Lo tahu 'kan video dia nendang lo ada yang nyebar? Gue takut ibu sama papa tahu," ucapnya sungguh-sungguh.

"Iya, Bang. Semalem ada ribut bentar. Tapi udah selesai. Semua udah membaik," ucap Rea menceritakan intinya.

"Maksudnya, ibu sama papa emang udah tahu?" tanya Vano.

"Udah," balas Rea singkat.

Vano terlihat mengacak-acak rambut. Ia teringat dengan ucapannya pada Zio, ia tak tahu jika yang ia ucapkan akan menjadi kenyataan.

"Zio gak kenapa-napa 'kan, Re?" tanya Vano memastikan lagi.

"Coba Bang Vano tanya. Semalam kakinya ketancap pecahan kaca," ucap Rea terdengar menyuruh Vano untuk menjenguk.

"Iya, Re. Gue samperin dia dulu," ucapnya langsung berjalan melangkah pergi.

Percayalah, bahwa kini tak ada lagi rasa iri saat Vano menunjukkan banyak kekhawatiran pada Zio. Ia merenungi hingga menyadari bahwa ucapan dari ibunya semalam memang benar. Tak bisa lagi untuk ditutupi, bahwa ia masih peduli.

Ia melanjutkan langkahnya keluar rumah untuk bersekolah.

Tadi, Sam memintanya untuk bertemu di sebuah tempat di sekolah. Awalnya Rea menolak keras, tetapi saat Sam membicarakan tentang video Zio dan dirinya, Rea pun menyetujui karena ingin tahu.

~~~

Kini Rea tengah berdiri di depan ruang lab karena kebetulan di sana masih sepi. Ia sudah menunggunya sekitar tujuh menit. Jika tiga menit lagi Sam tidak datang, Rea akan langsung pergi tanpa berpikir lagi.

Ternyata dalam satu detik berikutnya, pandangan Rea menangkap Sam yang tengah berjalan ke arahnya. Ia tak ada inisiatif untuk menampilkan senyuman, apalagi sampai melambaikan tangan.

"Sory kalo lo udah nunggu lama," ucap Sam yang hanya dibalas anggukan oleh Rea.

Lelaki itu melihat mata yang tersirat rasa kesal dan kecewa. Sam tahu bahwa balasannya saat menanggapi ungkapan suka dari Rea memang terkesan jahat, bahkan kata 'brengsek' mungkin lebih tepat. Tak peduli apa pun alasannya saat menolak perasaan seseorang, tak seharusnya lontaran kalimat menyakitkan ia berikan.

"Lo mau ngomongin soal video itu, 'kan?" Rea tak mau jika topiknya berganti.

"Iya. Udah dihapus di akun yang nyebarinnya," ucap Sam membuat Rea menampilkan ekspresi terkejut.

"Gue baru tahu," ucapnya.

"Gue sama si Rendy, si Bimbim, udah nemuin juga pelakunya," balas Sam.

"Si Agrel nggak? Dia 'kan pacarnya si Zio. Terus siapa pelakunya?" tanya Rea penasaran.

"Si Agrel lagi ada urusan," balas Sam, "gue juga sempet ngamuk ke dia, tapi udah baikan."

"Yang nyebarin anak kelas sepuluh. Cowok. Gue tahu dari beberapa temen gue yang kenal. Kayaknya sekarang dia gak sekolah karena udah gue ancam. Mungkin nanti pas pulang kita bakal nyari info lagi sampe ketemu." Sam sudah mengetahui wajah serta namanya. Memang asing baginya, Rendy, maupun Bimbim. Namun beruntung mereka memiliki banyak kenalan, jadi informasi tentang anak itu mudah tertangkap.

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang