Rambut panjang sepunggung, dengan penampilan feminimnya pasti membuat semua orang tertarik untuk terus memandang. Terlebih lagi, tubuh tinggi dan postur tubuh yang dianggap ideal, tentu membuat siapa saja menganggap bahwa Zio sudah sempurna dalam bentuk fisik dan penampilan.
Namun penilaian itu, tak kunjung membuatnya lupa atas beberapa penilaian lain yang menganggapnya sebagai gadis jahat, yang telah merebut sebagian kebahagiaan Rea karena terus dibandingkan dengan dirinya.
Pagi kali ini, Zio langsung pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku yang ada di perpustakaan.
Buku-buku yang akan dipinjamnya di antaranya buku materi-materi pelajaran yang akan dibawa dalam OSN. Zio tak akan menyia-nyiakan waktu hanya untuk bersantai. Ia memilih belajar untuk menggapai masa depan yang sudah diharapkan dan direncanakan.
Setelah mengambil buku-buku itu, ia bergegas berjalan ke arah pustakawan untuk dicatatkan.
"Ibu seneng tiap pagi ada yang nemenin ibu ke perpustakaan. Jadi merasa nggak sia-sia ibu datang pagi ke sini," ucap Bu Lutfi--pustakawan dengan menampilkan senyuman.
"Oh, iya. Bu Nara nitip pesan sama ibu. Katanya sebentar lagi ada kegiatan lomba literasi. Beliau mau mengangkat satu orang dari kelas sepuluh dan satu orang dari kelas sebelas untuk jadi panitia lomba. Nah, karena kamu termasuk salah satu siswa yang paling banyak membaca dan mengunjungi perpustakaan, Bu Nara nunjuk kamu. Gimana? Kamu siap?" jelasnya menyampaikan pesan dari Bu Nara.
"Kamu gak sendiri, kok. Ada siswi kelas sepuluh yang akan nemenin kamu," ucapnya benar-benar menawarkan.
Justru alasan terbesar Zio tidak menerima tawaran ini karena mengharuskan dirinya bersosialisasi dengan orang lain.
"Nah, itu orangnya. Lily, ayo ke sini." Bu Lutfi memanggil seseorang yang sepertinya baru saja memasuki pintu perpustakaan.
Zio melihat siswi itu tersenyum sopan lalu bertanya, "iya, Bu?"
"Bu Nara nawarin kamu Ly, sama Kak Zio untuk jadi panitia kegiatan lomba literasi. Bagaimana? Kamu mau?" Penawaran itu kembali diucapkan.
Lily memandang Zio dengan hati-hati seolah takut terciduk. Ia tahu bahwa kakak kelasnya itu merupakan kembaran Rea--sahabat dari kakak lelakinya.
"Aku pikir-pikir dulu. Boleh, Bu?" tanyanya pelan dengan sedikit menunduk.
Anggukan terlihat seolah ia memaklumi. "Kamu, Zio? Bagaimana?"
"Saya sedang fokus untuk mengikuti Olimpiade Matematika," jawab Zio memberikan alasan.
"Gak apa-apa, nanti ibu bilangin ke Bu Nara. Semangat, ya, untuk lombanya." Wanita itu memaklumi.
"Kalo Lily mau, bisa omongin lagi ya ke ibu atau ke Bu Nara." Lily tampak mengangguk. "Silakan kalo kamu mau baca buku."
"Zio, silakan tulis di sini," ucapnya menunjukkan sebuah kertas yang harus diisi oleh Zio.
"Terima kasih." Ucapan terima kasih itu dibalas oleh senyuman. Lantas Zio melangkah pergi dari perpustakaan menuju kelasnya.
Baru saja keluar dari perpustakaan, pandangannya melihat seorang siswa dan seorang guru.
Di hadapannya ada Bu Lia dan Deon. Pupil mata Bu Lia mengarah pada Zio sampai guru tersebut akhirnya membuka suara.
"Kebetulan ada kamu. Kalo nggak keberatan, bantuin kita bersih-bersih di klub lukis," ucapnya.
"Dia mana mau bantuin orang," gumam Deon tetapi masih terdengar di telinga Zio begitupun Bu Lia.
"Jangan gitu dong sama temen," ucap Bu Lia menegur, "jangan gitu ah, ayo bantuin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...