D & C: [33]

253 14 1
                                    

Agrel tidak pernah terpikir bahwa Zio juga bisa menangis. Yang ia kira, Zio tidak akan pernah menangisi hidupnya yang dinilai sempurna.

Terlihat tidak peduli, terlihat angkuh, juga terlihat tidak punya hati nurani. Siapa yang tidak akan mengira Zio sempurna? Apa yang ia lakukan seakan-akan dirinya tidak pernah terluka, tetapi ternyata apa yang ia lakukan menjadi luka tersendiri baginya.

Masalah ini memang sulit dipahami. Seakan-akan Zio berbuat kasar pada Rea untuk membuktikan langsung penilaian yang diberikan Rea padanya.

Agrel membawa Zio ke sebuah taman dengan tujuan untuk menenangkan. Cukup banyak orang di sana. Namun, posisi mereka berjauhan dengan orang-orang.

Mereka berdua duduk di atas rerumputan berwarna hijau serta di bawah pohon yang cukup besar. Agrel duduk menyilang dengan tangannya yang ia rentangkan ke belakang. Zio pun duduk menyilang, tangan Zio diletakan di atas tas yang ia letakan untuk menutupi bagian paha.

"Sory yang tadi." Ucapan maaf kembali diucapkan oleh Agrel yang masih merasa bersalah.

Tidak ada jawaban bahkan dalam beberapa detik kemudian. Gadis itu menatap ke arah depan dengan pandangan kosong.

"Zi," panggil Agrel dengan tepukan pelan ke arah bahu, "masih mau nangis?"

Agrel dibuat gemas melihat bagaimana Zio langsung menundukkan kepala, seolah gadis itu baru sadar dirinya telah menangis di hadapan orang lain.

"Gue minta maaf." Lagi, Agrel melontarkan kalimat maaf.

"Kamu sudah mengulangnya beberapa kali," jawab Zio.

"Takutnya lo masih marah," balas Agrel.

"Gue mau ngomong boleh?" Agrel akan mengatakan sesuatu yang menurutnya memang harus dikatakan.

Zio mulai menoleh menatap wajah Agrel dengan datar. Mengisyaratkan bahwa dirinya sudah siap mendengarkan.

"Kalo gue bilang lo juga salah?" Zio tak menjawab.

"Zi, gue emang gak pernah ngalamin apa yang lo alamin. Tapi lo nyadar 'kan kalo sikap lo selama ini emang salah? Cara lo nyikapin mereka yang suka ngomongin hidup lo itu beneran salah. Sikap gak peduli yang lo tunjukin justru ngebuat mereka nganggap lo cewek jahat. Gak baik Zi nanggapin sesuatu sampe berlebihan gini." Agrel melontarkan penilaiannya setelah mendengar kalimat panjang yang Zio lontarkan tadi.

"Mereka? Bukannya kamu sendiri termasuk orang yang menganggap saya jahat?" tanya Zio sinis.

"Saya sengaja menjauh dari banyak orang. Kesalahan, keburukan, kelebihan yang saya miliki bukan untuk dijadikan pembicaraan. Saya juga tidak pernah peduli dengan apa pun yang terjadi pada hidup orang-orang. Tetapi mereka begitu peduli dengan kehidupan saya. Mereka terus membandingkan saya dengan Rea, mereka mencari kelebihan dan kekurangan di antara saya dengan Rea. Saya seakan dipuji dan diistimewakan. Tetapi yang saya rasakan, pujian itu ditujukan untuk menjatuhkan diri saya sendiri. Rea membenci saya, banyak yang membenci saya karena pujian mereka. Saya tidak pernah melakukan apa pun, tetapi nama saya selalu ada dalam pembicaraan mereka."

Meski mengucapkan kalimat panjang itu tanpa ekspresi sama sekali, justru membuat Agrel kembali dibuat terkejut dengan ungkapan sang pacar.

"Gak semua omongan mereka punya maksud buruk. Lo bukan harus gak peduli sama omongan orang-orang, tapi lo harus bisa bedain mana yang harus dipeduliin atau nggak. Ada banyak yang ngomongin lo karena kagum," jelas Agrel mencoba meluruskan.

"Jika perkataan mereka memang baik, saya harus apa? Lagi pula, saya tidak tahu mana yang benar-benar baik atau tidak. Orang-orang memang penuh kebohongan."

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang