Entah informasi darimana orang lain bisa tahu saat ia ditawari menjadi panitia. Sebenarnya, bukan sebuah masalah jika orang itu tidak bermasalah. Memiliki pemikiran ingin menang dalam segala hal, adalah sebuah kesalahan, 'kan?
Sudah lima menit ia menunggu kehadiran seseorang yang menyuruhnya untuk hadir di sini. Khawatir jika waktunya akan terbuang sia-sia sedangkan lima menit lagi, ia akan menggunakan waktu itu untuk hal pribadinya.
Tubuhnya refleks bergetar saat suara benda jatuh terdengar. Kemudian muncul lima orang yang ia yakini penyebab benda itu bisa terjatuh. Mereka mungkin memberikan tendangan untuk membuyarkan lamunannya.
Gadis itu menoleh dengan sedikit menunduk. Lantas seseorang mengangkat wajahnya secara kasar sambil menyerahkan sebuah kertas yang berisi tiga buah paragraf tulisan.
Menerima penuh kehati-hatian, lalu membaca sebuah judul dari tulisan di kertas tersebut yang justru membuatnya menatap penuh tanya pada orang di hadapannya.
"Kenapa?" tanya orang itu enteng, "kurang paham? Perlu gue jelasin lagi?"
Ia menggeleng seolah tak mau mendengarnya lagi.
"Sebelum waktu pengirimannya habis, kita bakal ambil perhatian Bu Nara dengan bikin keributan di kelas. Lo cari laptop Bu Nara di perpustakaan, cari file link pengiriman lomba puisinya, terus fotoin puisi yang dikirim Nadila. Setelah lo fotoin buat dikirim ke gue, lo hapus puisi itu," ucapnya kembali menjelaskan, "kita ganti pake puisi di kertas yang lo pegang."
Gadis di hadapannya menggeleng, lalu berucap, "ini hasil plagiat, Sya. Semua orang tahu siapa penulisnya."
Mendengar pemberontakan itu, ia pun bergerak memberikan tamparan.
"Terus apa masalahnya kalo itu bakal bikin gue menang?" Lily hanya memberikan tatapan tak mengerti mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan temannya. Semuanya terdengar di luar akal sehat.
"Kesepakatannya kamu cuma pengen puisi Kak Nadila--" Ucapannya disela karena sang lawan buru-buru mengeluarkan kalimat lagi.
"Gue bakal berhenti nindas lo setelah lo ngelakuin apa yang gue mau. Lakuin semua sesuai rencana." Setelahnya, sebuah tendangan meluncur ke arah perut Lily yang berhasil membuat tubuhnya terjungkal ke belakang.
"Pilihannya ada dua. Gue bakal berhenti ngelakuin hal barusan, atau gue bakal lebih sering ngelakuin hal barusan. Dua-duanya tergantung berhasil atau nggaknya lo hari ini."
~~~
Istirahat jam kedua ini, Agrel, Rendy, Bimbim, dan Sam berniat mengunjungi teman mereka di kelas lain. Entah akan membicarakan apa, sesekali Zio mendengar mereka membicarakan tentang game, motor, atau bola.
"Rel, buruan!" Bimbim berteriak dari arah pintu masuk bersama Rendy dan Sam.
"Bentar." Setelah mengikat kedua tali sepatunya, buru-buru ia berjalan untuk menghampiri ketiga temannya.
Namun sebelum itu, ucapan Zio di sampingnya membuat pergerakan ia terhenti.
"Saya ingin meminjam ponselmu untuk memotret hasil menggambar saya." Meski terkesan aneh, tetapi Agrel tak merasakan hal itu saat ini.
Ia menyerahkan ponselnya lalu berucap, "kalo beres, simpen dulu aja di lo." Bahkan Agrel tak menyadari saat Zio menganggukkan kepalanya. Lelaki itu sudah buru-buru berjalan ke arah pintu kelas.
Zio membuka salah satu lembaran dari buku gambarnya. Ia memotret satu lukisan yang menggambarkan suasana langit malam.
Setelah itu, tangannya mulai lancang untuk membuka layar. Beruntung lelaki itu tak memberikan kunci, jadinya Zio bisa langsung masuk ke layar depan yang menyuguhkan beberapa aplikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...