Setelah kejadian tadi dengan Sam, Ara membawa Rea pergi dari hadapan lelaki yang hanya diam menundukkan kepala. Ia benar-benar muak dibuat. Tak pernah menyangka bahwa lelaki seperti Sam bisa bicara sejahat itu.
Di tengah perjalanan, Rea meminta Ara untuk membawanya ke dalam toilet. Mengerti akan apa yang dibuat jika bukan menangis sebanyak-banyaknya di dalam sana. Memang wajar karena alasannya sangat tak disangka. Namun, Ara juga merasa khawatir jika Rea terus-menerus menangis. Takut jika Rea sakit atau merasa kelelahan.
Seperti kini, Ara masih tetap menemani Rea yang mulai mengusap cairan bening yang tersisa di pipi.
"Udah nangisnya. Gak baik lo gini terus, gak akan ngerubah semuanya juga, 'kan? Si Sam udah nunjukin sifat aslinya," ucap Ara pada Rea, "tapi emang sih, semua gak bakal kejadian kalo bukan karena si Zio yang nyelakain si Lily."
"Semuanya salah gue, kok. Kenapa gue bisa ngarep setinggi itu sama Sam? Gila kali Sam suka sama gue. Bisa-bisanya gue ngungkapin perasaan pas keadaan lagi kayak gini." Tertawa miris mengatakan kalimat tersebut dengan tatapan sendu yang membuat Rea kembali ingin menangis. Sungguh, pernyataan dari Sam tadi tak layak diterima oleh hatinya yang sudah diremukkan beberapa kali.
"Lo kenapa sih, Re? Apa-apa nyalahin diri sendiri mulu. Apa-apa minder duluan. Kalo gini terus, lo gak bisa nyelesain masalah lo." Agaknya Ara juga sudah sedikit lelah dengan sikap yang dimiliki Rea.
"Gue ngomong gitu karena apa? Jujur, karena kadang gue juga greget, keganggu sama sikap lo itu. Re, gue sahabat lo. Lo bisa andelin gue buat bantu, bukan diem nyalahin sendiri mulu." Ara mengatur napasnya. Ia tak mau sampai terlihat tengah diambang kemarahan yang bisa menambah rasa sakit Rea.
"Maaf, Ar. Gue juga gak ngerti kenapa gue bisa gitu," ucap Rea meminta maaf.
"Intinya sekarang lo harus percaya diri. Masalah tentang lo dan Tante Dara, mending lo turutin deh kemauannya. Lagian Sam udah kebukti kayak gitu, Keva juga yang ngebuat lo fokus banget sama wajah udah kebukti gimana, 'kan? Buat apa mikirin mereka lagi? Gue yakin, Tante Dara kayak sekarang juga demi kebaikan lo. Menurut gue, kalo lo udah nurut, Tante Dara juga pasti balik lagi kayak dulu," ucap Ara memberikan saran dan pendapatnya.
"Lo harus percaya kalo lo bisa tanpa orang-orang kayak mereka," ucap Ara menekankan.
Tampak diam sejenak, Rea pun membuka suara dengan berkata, "makasih lo selalu bantuin gue." Rea berterima kasih dengan senyuman kecil. "Gue kayaknya mau pipis, lo keluar dulu, ya?"
Ara menganguk lalu keluar dengan pikirannya yang masih memikirkan masalah Rea.
Rea memang baik, tetapi sedikit ceroboh juga dalam menunjukkan kebaikannya. Jika salah, dia menyalahkan dirinya sendiri. Saat melangkah, dia belum pernah percaya diri.
Saat pandangannya tertuju ke arah luar, ia dibuat menggeram kesal kala melihat Zio yang tengah berjalan melewati toilet. Tanpa pikir panjang lagi, ia berjalan untuk menghampiri gadis itu.
Entah apa yang akan dilakukan, meski jelas-jelas ada banyak kalimat yang ingin disampaikan pada gadis sombong seperti Zio. Ara sungguh muak dan membenci Zio.
"Zio!" teriak Ara yang berhasil membuat Zio menghentikan langkahnya.
"Lo itu manusia atau bukan, sih? Oh bukan ya? Orang lo gak punya norma di hidup lo. Hidup gak pernah peduli sama orang lain, gak pernah ngerasa bersalah, dan hidup sendiri gak ada temen. Tapi bukannya sekarang lo udah ada temen? Si Keva? " teriak Ara menyindir.
Tak mendengar jawaban dari Zio, membuatnya bersemangat untuk melanjutkan ucapan.
"Rea dituntut sama Tante Dara biar pinter kayak lo. Rea juga cerita ke gue kalo Tante Dara jadi berubah. Ini semua gara-gara apa? Gara-gara lo sempurna. Lo tau gak, perasaan si Rea kalo dia sering dihina-hina dan dibandingin sama lo?" Ara semakin berteriak kesal di hadapan Zio. Mungkin ia akan meluapkan amarah serta pendapatnya tentang hidup Zio yang menurutnya penyebab Rea menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Подростковая литератураRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...