D & C: [36]

189 11 11
                                    

Kepercayaan diri yang muncul itu tak datang sia-sia. Zio berhasil kabur lewat jendela meski ia sempat tertatih-tatih melompat ke bawah. Langit malam yang gelap memang sedikit menghambat pandangan.

Hingga kakinya mampu membawa Zio ke sebuah jalanan yang sepi. Pandangannya langsung disuguhkan raut wajah penuh benci dari lelaki yang menyuruhnya datang ke sini.

"Gue kira lo gak bakal dateng," ucapnya terdengar meremehkan. Ia melangkah perlahan menghadap Zio yang hanya berdiri dengan pandangan datar.

"Saya datang karena saya tahu kamu membutuhkan," jawab Zio yang membuat Sam berdecih.

Sebelum akhirnya ia melayangkan tendangan ke arah tubuh Zio yang berhasil gadis itu hindari.

Sam berusaha untuk tidak lagi memberikan serangan, ia memilih untuk mengatakan sesuatu yang memang ingin dikatakan pada gadis di hadapannya.

"Gue gak bakal diem aja sedangkan lo masih belum ngakuin semuanya. Gue bakal paksa lo buat ngaku sendiri kalo lo emang pelaku dari masalah adek gue."

"Mengapa kamu baru melakukan ini sekarang?" tanyanya.

Sam dibuat kesal karena Zio masih bisa bertingkah membuatnya kesal. "Lo bisa ngomong kayak gitu karena belum gue apa-apain."

"Lo tahu? Setiap kali gue sama ibu ngebahas pelaku, Lily bersikap seolah-olah kejadiannya keulang lagi. Adek gue sampe ngalamin trauma karena apa yang lo lakuin." Sam berucap penuh emosi.

"Apa yang saya lakukan?" Zio malah berbalik tanya.

"Lo nanya apaan? Jelas-jelas lo yang mukulin si Lily," balas Sam.

"Saya sudah mengatakan bahwa saya bukan pelakunya. Kamu tidak percaya karena kamu membenci saya," sarkas Zio, "silakan untuk mencari bukti sebanyak apa pun. Dan saya tidak akan takut dengan semua rencana-rencanamu."

Terlanjur kesal karena ucapan menantang yang gadis itu lontarkan, Sam pun langsung saja melampiaskan kekesalannya.

Sam kembali menekan pundak Zio untuk memutarkan tubuh gadis itu, lalu menahan kedua tangan Zio sekaligus memberikan pukulan kuat. Kali ini, pukulan itu ditujukan ke arah pundak.

Tak ada perlawanan yang Zio berikan, membuat Sam berpikir untuk mengakhiri dengan mendorong tubuh Zio hingga terjungkal ke belakang.

"Ngelihat gimana songongnya lo, kayaknya gue emang harus bertindak sendiri sampe lo ngakuin semuanya," ucapnya lalu melanjutkannya dengan berkata, "tenang aja, Zi. Gue gak bakal sampe bunuh lo. Tapi kejadian ini bakal keulang beberapa kali sampe akhirnya lo ngaku sendiri."

Merasa telah selangkah dari Zio, Sam pun melangkah pergi dengan mulai menaiki motornya yang sempat terparkir di sana. Sedangkan Zio, gadis itu mulai mengeluarkan rintihan serta ekspresi kesakitan yang sudah ia tahan sedari tadi.

~~~

Setelah sepuluh menit berdiam untuk meredakan rasa sakitnya, Zio pun mulai melangkahkan kaki kembali menuju rumah.

Meski dalam proses penghukuman, Zio merasa tak ada yang berbeda karena kesehariannya saja mengurungkan diri di kamar. Ia nyaman-nyaman saja meski rasa lapar kerap datang terlebih saat waktu pagi. Ia harus menahannya hingga jam satu siang tanpa ada camilan yang bisa mengganjal.

Di tengah perjalanan, ia dikejutkan dengan kehadiran kakaknya dari arah berlawanan. Tanpa membawa mobil ataupun motor, lelaki itu mulai menghampiri dengan mempercepat langkah.

"Zi, lo nyoba kabur?" tanyanya penuh emosi, "lo gak ngerasa beruntung banget, ya? Masih untung hukuman lo cuma dikurung di kamar. Tapi lo masih nyoba kabur?"

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang