D & C: [22]

222 12 15
                                        

Zio tidak punya teman untuk bercerita. Sampai sejauh ini, ia belum menceritakan apa pun tentang dirinya pada orang lain. Tentang hidupnya yang sempurna, tanpa masalah ataupun kekurangan. Tentang dirinya yang tak punya hati karena tak peduli dengan penderitaan orang lain. Seperti itulah kata orang-orang.

Zio tetap nyaman-nyaman saja tanpa seorang teman. Dan ia rasa memang tak butuh itu.

Anehnya saat kini ia tengah berjalan di lorong menuju kelas, seseorang menghampiri dari arah samping dengan senyuman seolah mengenalnya.

"Lo baru nyampe, ya? Gue denger biasanya lo pergi ke perpus sebelum masuk kelas. Gue temenin ayo," ujarnya membuat Zio bingung, apakah manusia itu benar-benar tengah berbicara padanya?

"Gue Keva. Kita bisa temenan," ucapnya memperkenalkan diri.

Zio sempat diam sejenak dan menoleh. Ucapan siswi itu sungguh tak membuatnya berminat. Maka Zio memilih melanjutkan langkah.

Keva malah mengikuti Zio dan mendahuluinya untuk menghentikan. Ia berdiri tepat di hadapan gadis itu.

"Ada yang lo gak suka ya dari penampilan gue? Gue emang agak aneh. Tapi gue bisa kok dijadiin temen lo. Selama ini 'kan, lo sering sendiri. Ke mana-mana sendiri, apa-apa sendiri. Kalo ada gue, lo bisa ngelakuin semuanya bareng," ucapnya hati-hati.

"Oh iya. Ini buat lo sebagai tanda perkenalan kita. Gue juga punya warna merah." Keva menyodorkan sebuah jepitan rambut dengan wajah penuh senyuman.

Merasa muak dengan setiap kalimat manusia di hadapannya, Zio pun tak segan berkata, "bodoh atau gila, kamu ada di antara keduanya."

Kalimat sarkas yang Zio lontarkan membuat Keva menahan diri untuk tidak memberikan tendangan.

Zio berjalan begitu saja, melewatinya tanpa rasa bersalah seolah Keva benar-benar tak ada di sana. Zio mengabaikan tanpa ia duga.

Jika bumi berkenan, pertanyaan tentang manusia-manusia ingin Zio lontarkan. Salah satunya tentang manusia aneh barusan. Bagaimana orang selalu tampak mengenalnya sedangkan ia bahkan tidak tahu sama sekali?

Saat tengah fokus berjalan melewati lorong banyak kelas di sana, pandangannya tak sengaja melihat seseorang tengah diajak bicara oleh dua orang. Suasana sekolah memang masih sepi, mungkin ini menjadi celah untuk orang-orang berbuat gegabah.

Tiga orang berdiri terlihat saling berhadapan. Dua orang menjaga gerak-gerik salah satu dari ketiganya. Beberapa kalimat yang dilontarkan oleh salah satu dari yang menjaga tak sengaja ia dengar.

Tak menyangka, ternyata lelaki seperti Sam juga memiliki rasa tidak peduli. Melihat bagaimana sosok adiknya diperlakukan oleh orang lain, membuat Zio berpikir, mungkinkah hubungan Sam dan gadis itu sama seperti dirinya dan Rea? Entah saling tidak peduli, atau salah satunya yang tidak peduli.

~~~

Sepertinya takdir sangat suka ketika Rea terus menyalahkan Zio atas nelangsa yang menimpa gadis itu. Ini bukan kebetulan, Rea jadi percaya bahwa Zio diciptakan sebagai masalah untuknya.

Padahal pagi ini, Rea berusaha keras untuk menunjukkan raut wajah seolah-olah dirinya baik-baik saja mengingat kejadian kemarin. Namun bagaimana bisa, ketika ia tahu bahwa Keva benar-benar memilih Zio sebagai teman baru.

Sulit untuk menerima satu kenyataan ini. Keva tak memedulikan bagaimana perasaan Rea. Dia sudah membuktikan ucapannya, bahwa mungkin Zio memang lebih baik dari segi apa pun untuk dijadikan teman. Ketimbang Rea, ia hanya memiliki banyak kekurangan yang sulit untuk ditutupi.

"Re, udahlah. Lagian gue yakin kalo si Keva cuma berusaha caper. Orang kayak si Zio 'kan sok-sokan gak butuh orang lain, mana mau dia punya temen," ucap Ara menenangkan.

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang