Ini untuk pertama kalinya Zio terlambat datang ke sekolah, dan yang lebih parah, ia terlambat bersama kembarannya. Entah ini kebetulan, atau bagaimana, tetapi sepertinya ini adalah rencana dari Vano.
Mengapa bisa Zio menyimpulkan seperti itu? Zio dan Rea tak pergi ke sekolah bersama. Namun dilihat, Rea juga tidak menaiki kendaraan umum seperti biasa. Mungkinkah Rea diantar oleh Vano? Zio rasa begitu. Apalagi tadi malam Vano membicarakan hal yang berkaitan dengan dirinya dan Rea. Bisa saja dia berniat mempertemukan keduanya.
"Kenapa kalian bisa telat? Pembelajaran pertama sudah dilaksanakan sekitar sepuluh menit lalu." Akhirnya, Pak Cukis--selaku guru BK di sini memarahi Rea dan Zio.
Rupanya tak hanya Zio dan Rea yang terlambat, ada juga beberapa murid lain. Mereka terlihat tengah berdiri di lapangan di bawah teriknya sinar matahari. Beberapa murid tersebut melirik ke arah Rea dengan memberikan senyuman mengejek. Berbeda pada Zio, mereka tersenyum hangat dan sok manis. Namun, senyuman yang mereka berikan tentu dibalas dengan sikap tak acuh oleh Zio.
"Saya minta maaf, Pak," ucap Rea meminta maaf. Berbeda dengan Zio yang hanya diam tanpa membuka suara.
Ara dan Keva muncul dari pandangan Rea, membuat ia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah dua sahabatnya itu. Keduanya menyadari keberadaan Rea, kemudian cepat-cepat berlari menghadap Rea yang sepertinya akan dihukum oleh Pak Cukis.
Pria berkumis itu menghela napas. Ia tak habis pikir sebab sudah banyak yang terlambat hari ini. "Kamu berdiri sampai jam istirahat seperti mereka," ucap Pak Cukis pada Rea sambil melirik ke arah beberapa murid yang tengah menjalani hukuman darinya.
Kemudian Pak Cukis melirik ke arah Zio yang hanya diam tanpa ekspresi. "Kamu diperbolehkan masuk ke kelasmu, karena kamu murid yang selalu mendapatkan nilai baik dan juga baru pertama kalinya kamu terlambat ke sekolah," ucap Pak Cukis.
Tanpa membuka suara ataupun berterima kasih, Zio langsung melangkah meninggalkan mereka semua dengan langkah andalannya; tubuh tegap dan gaya angkuh yang membuat semua orang benci melihat hal tersebut.
"Loh, Pak. Gak bisa gitu dong! Harus adil! Kalo Rea dihukum, ya, si Zio juga dihukum. Lagian ini juga pertama kalinya Rea telat masuk. Sama aja kayak Zio." Ara berprotes.
"Anggap saja ini hukuman karena Rea kurang dalam nilai belajar." Jawaban Pak Cukis membuat Ara ingin sekali berprotes lebih lanjut, tetapi Pak Cukis sudah kembali berbicara. "Biarkan Rea menjalani hukumannya kalau kalian tidak mau ikut dihukum karena keluyuran di jam pelajaran."
"Biarin, Ar. Udah biasa juga," bisik Rea pada Ara ketika melihat wajah kesal Ara.
"Iya. Biarin aja, Ar. Daripada kita ikut dihukum." Keva ikut berbisik di telinga Ara yang berhasil membuatnya mendengkus kesal.
"Gue sama Keva balik ke kelas, ya, Re. Semangat!" Rea mengangguk menjawab perkataan Ara.
Setelah hilangnya Ara dan Keva dari pandangan Rea, ia pun langsung berlari ke tengah lapangan untuk menjalankan hukuman yang diberikan oleh Pak Cukis.
Lagi-lagi, ia harus menerima kenyataan bahwa dunia tak pernah adil padanya. Semua orang selalu berpihak pada mereka yang terlihat istimewa saja.
Ah, tidak ada waktu untuk mengeluh. Kini yang bisa ia lakukan hanya menerima semuanya. Meski terkadang ia ingin melampiaskannya. Dengan menyalahkan orang lain, atau bahkan kadang menyalahkan Tuhan.
Di sisi lain, suara ketukan pintu dari luar membuat seluruh murid kelas XI IPA 1 itu menoleh. Siapa yang berani mengetuk pintu saat pembelajaraan tengah dilaksanakan? Apakah guru lain? Tanpa ingin memerhatikan pintu itu lama-lama, seluruh murid di sana kembali fokus pada papan tulis di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...