"Rea, Zio! Turun ke dapur, bantuin ibu buat kue!"
Teriakan ibunya terdengar sampai ke kamar. Buru-buru Rea menutup layar ponsel, lalu dengan cepat berlari ke dapur di lantai bawah.
Setelah sampai, Rea melihat seorang wanita tengah menyiapkan bahan untuk membuat adonan kue. Ia pun segera melangkah mendekati ibunya.
Rea terlebih dulu mencuci tangan. Bukannya kembali menghampiri sang ibu, ia malah berjalan menghampiri lemari es.
"Bu, es krim Rea masih ada, 'kan?"
Dara menoleh ke arah putrinya. "Udah abis. Tadi ada anak temen ibu ke sini, ibu kasih es krim kamu ke anak itu. Lagian ini udah malem, Re. Besok beli lagi. Jangan makan es krim malem-malem," tegur Dara. Memang, kebiasaan Rea adalah memakan es krim di waktu malam. Dara sering kali memperingati dan menegur Rea, tetapi tetap saja Rea tak mau mendengarkan.
"Iya, iya, Bu," jawab Rea dengan nada malas. Lalu menghampiri untuk menghadap ke arah ibunya.
"Kamu udah belajar?" Rea menggeleng sambil tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.
"Ibu gak maksa kamu bisa kayak Zio, tapi kamu harus tetep belajar, ngerjain tugas sekolah kamu," peringat Dara. Tangannya masih mengolah bahan yang akan dijadikan adonan.
"Nanti juga Rea belajar, kok," desis Rea.
"Ya udah. Zio belum turun, ya?" tanya Dara. Zio memang belum hadir di dapur itu.
"Lagi sibuk belajar paling. Padahal udah pinter dia," pujinya yang terdengar seperti tengah menyindir.
Suara langkah dari belakang berhasil membuat keduanya menoleh. Di sana ada Zio yang tengah berjalan menghampiri Dara dengan wajah tanpa ekspresi.
Ibunya memberikan senyuman, Zio tetap melangkah. Berbeda dengan Rea yang sudah mengalihkan pandangan, mencoba mengabaikan kehadiran Zio seolah tak hadir di sana.
Ya, Rea dan Zio adalah saudara kembar. Rea lebih dulu lahir lima belas menit sebelum Zio. Artinya, ia bisa saja disebut sebagai kakak Zio. Meski begitu, Rea dan Zio tidak terlihat layaknya saudara kembar atau adik dan kakak. Itu bermulai saat kedunya memasuki kelas dua SMP, saat mereka tahu dan mudah menanggapi suara-suara yang masuk ke telinga dan membuat gaduh dalam pikiran mereka.
"Abang kalian mau pulang besok siang, kita buatin kue kesukaannya, ya." Dara memang sudah jago dalam dunia kue-kuean. Ia juga membuka pesanan kue yang rasanya sudah cukup dikenal dan tak perlu diragukan lagi. Setiap harinya setelah membereskan pekerjaan rumah, ia mulai membuat kue dari pesanan yang datang. Karena kebetulan anak-anaknya sudah tumbuh besar dan sibuk dengan pendidikan.
Perkataan ibunya barusan hanya dibalas dengan anggukan tanpa suara.
Selanjutnya, Rea dan Zio melakukan tugas apa yang diperintahkan oleh Dara. Mereka sibuk membuat kue untuk menyambut kehadiran salah satu anggota keluarga yang tengah ada aktivitas di luar kota.
Hening menyelimuti. Dara sudah pasrah dengan keadaan seperti ini. Sudah pernah ia berusaha membicarakan hal ini pada mereka berdua, tetapi mungkin memang belum saatnya kedua putri kembarnya ini bercerita.
Yang bisa dilakukannya kini hanya bersikap selayaknya ibu yang akan selalu ada untuk setiap anak.
~~~
Setelah kurang lebih satu jam Rea membantu ibunya dalam membuat kue bersama kembarannya, Rea berlari ke arah kamar untuk beristirahat.
Dibukakannya pintu kamar dengan cepat dan menutupnya kembali. Ia berjalan menuju tempat tidur untuk segera merebahkan tubuh. Setelah direbahkan, Rea segera memejamkan mata karena sudah benar-benar mengantuk. Tak kuat untuk membuka mata lebih lama.
Penglihatannya tak sengaja melihat sebuah buku tugas. Di sana ada buku tugas rumah yang harus dikerjakan sekarang. Namun, bagaimana bisa? Rea sudah diserang rasa kantuk lebih dulu.
Tak ingin berpikir panjang, ia tetap terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang kembali ditutup. Biarkan jika besok dihukum, lagi pun baginya ini sudah biasa. Ancaman yang didapat pun tak kunjung membuatnya gentar.
Rea sudah mulai memasuki alam bawah sadar. Bunyi ponsel terdengar yang terdengar di telinga berhasil mengejutkannya. Tanpa melihat siapa nama yang menelpon, panggilan itu ia angkat.
Suara Ara yang terdengar sangat nyaring, sontak membuat Rea menjauhkan ponsel dari telinganya. Rasa kantuk tiba-tiba hilang hanya karena mendengar suara Ara.
Rea mendudukkan tubuhnya. "Ngapain lo bangunin gue malem-malem gini? Gue udah tidur tadi," gerutunya.
Terdengar di sana suara tawa Ara yang membuat kening Rea mengernyit. "Gue tau lo belum ngerjain PR. Cepetan kerjain! Besok lo mau dihukum?" oceh Ara di dalam telepon.
Rea menggaruk kepalanya. "Gue gak ngerti buat ngerjainnya," ungkap Rea.
"Mumpung gue lagi baik nih, ya. Gue kasih penjelasannya. Nanti lo tinggal cari jawabannya." Ara menawarkan bantuan.
"Males, Ar. Kenapa gak langsung kasih jawabannya aja, sih?" tanya Rea sambil berjalan menuju meja belajarnya.
"Yeee! Malah minta lebih. Ya udah sih kalo gak mau," ucap Ara mengancam.
"Iya, deh, gimana penjelasan yang nomer satu?" tanya Rea dengan nada malas-malasan. Rea segera mengambil buku Sejarah miliknya.
Setelah itu, Ara menjelaskan semua apa yang ditanyakan Rea melalui sambungan telepon. Sebenarnya Rea orang yang sangat menghargai orang lain. Dengan begitu, Rea menyimak dengan fokus apa yang dijelaskan Ara. Sedikit demi sedikit Rea mampu mengerti, dan akhirnya ia menemukan jawaban untuk soal nomer satu.
Acara menjelaskan yang dilakukan oleh Ara itu masih berlanjut, dengan Rea yang sesekali berprotes karena Ara terlalu cepat saat menjelaskan. Memang, harus ada ekstra kesabaran menghadapai Rea.
Sementara di kamar lain, masih dalam rumah yang sama, Zio tengah membaca buku berisi materi pelajaran. Berbeda dengan Rea, Zio sudah sedari tadi mengerjakan tugas rumah. Menunda-nunda pekerjaan bukanlah kebiasannya.
Merasa cukup dengan matanya yang terus tertuju pada buku, ia pun menutupnya. Beralih untuk berjalan menuju tempat tidur dengan membaringkan tubuh dan bermain ponsel sejenak di sana.
Dibukanya ponsel, ia mendapatkan tiga pesan SMS. Wajar saja karena Zio tidak memiliki akun media sosial bahkan WhatsApp sekalipun sebagai tempat saling bertukar pesan yang lebih memudahkan.
Pesan itu ia dapatkan dari Agrel. Meskipun Zio telah membacanya, tetapi ia tak ada niatan untuk membalas karena dirasa itu tak penting.
@reeiyra
Senin, 01-03-2021.
re-publish: Rabu, 03-05-2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...