Di sinilah keenam murid calon peserta olimpiade. Mereka sedang berada di ruang guru dengan keadaan tengah menunggu. Sambil membaca satu buku yang dibawa keenamnya, mereka terlihat tengah menyiapkan diri untuk mengisi soal-soal nanti.
Keenam murid tersebut tak lain yaitu, Ara, Niko, Asilla, Deon, Rendy, dan Zio.
Jika melihat bagaimana Zio kini, ia tetap dengan wajah datarnya. Sekalipun gadis itu tengah membaca buku. Berbeda lagi dengan kelima murid lainnya. Sesekali mereka mendengkus karena lagi-lagi merasa sulit memahami apa yang mereka baca.
Keenam murid itu menoleh, mendapati Bu Lia yang kini baru saja datang kembali ke hadapan mereka. Terlihat Bu Lia membawa beberapa tumpukan kertas yang diyakini berisi soal-soal.
"Ibu liat kalian udah siap untuk ngerjain soal nanti." Bu Lia tersenyum hangat pada keenam murid di depannya. "Ibu gak bakal ngetes kalian satu-persatu. Kalian boleh ambil pelajaran apa saja yang menurut kalian akan mampu buat ngerjainnya. Kuncinya, kalian percaya diri."
"Karena hanya ada empat pelajaran yang akan dilombakan, berarti hanya ada empat orang yang akan ikut serta. Jadi ada dua orang yang gak ikut, ya." Bu Lia menjelaskan kembali.
"Kenapa nggak langsung ditentuin aja, Bu? Maksudnya, lihat dari peringkat?" tanya Rendy yang membuat Deon menatap kesal.
"Karena ibu rasa, kemampuan kalian sama terbaik. Nilai yang didapatkan kalian juga baik. Percaya diri aja, ya." Semuanya mengangguk dengan perkataan Bu Lia.
"Silakan kalian ambil soal-soal sesuai mata pelajaran apa yang kalian ingin ikuti." Mereka langsung mengambil sebuah kertas yang berisi soal.
Ara yang memilih pelajaran Ekonomi, dengan Niko dan Asilla yang ternyata memilih pelajaran sama, yakni Geografi. Disusul, Rendy yang memilih pelajaran Fisika, dengan Deon dan Zio yang juga memilih pelajaran sama, yakni Matematika.
Deon menatap sinis Zio.
"Jangan jadi pecundang yang cuma punya nyali buat ngebenci," ucap Rendy pada Deon yang sudah tahu bahwa lelaki itu memang membenci Zio.
~~~
Waktu untuk mengisi soal-soal yang diberikan oleh Bu Lia telah usai. Keenam murid di sana hanya bisa pasrah dengan hasil nanti. Mau bagaimanapun juga, mereka sudah berusaha. Itu artinya jika nanti kekecewaan menyambut mereka, tidak ada yang perlu disalahkan karena bisa terpilih mengikuti tes saja sudah menjadi kebanggaan.
Dua murid yakni Rendy dan Ara sudah terlebih lega sejak awal karena mereka tidak bersaing. Hal tersebut tidak dijadikan alasan mereka mengisi soal secara asal-asalan. Mereka tetap mengerjakan soal dengan susah payah dan berdasarkan kemampuan mereka.
Keenamnya juga sudah berkumpul kembali di sebuah kursi yang berada di ruang guru. Kini waktu sudah menunjukan pukul dua belas kurang sepuluh menit, bel sudah dibuyikan untuk melaksanakan shalat dzuhur.
"Terima kasih ya, sudah mengisi soal-soal yang ibu kasih. Ibu bangga banget sama kalian. Untuk Niko, Asilla, Deon, dan Zio, siap-siap tunggu kabar siapa yang bakal diajak ikut lomba," ucapnya.
Asilla siswi berhijab itu membuka suara. "Terima kasih kembali, Bu, sudah memberikan kepercayaan bagi kami untuk mengerjakan soal-soal yang ibu kasih. Semoga kita sudah amanah." Niko dan Deon tersenyum menyetujui ucapan Asilla.
"Iya, amin. Ara, Rendy, kalian pasti lega banget, ya?" Anggukan dari Ara dan Rendy didapatkan oleh Bu Asri tanda dua muridnya itu mengiyakan pertanyaan yang ia lontarkan.
"Lega banget, Bu. Gak bersaing sama ketua kelas pinter apalagi si Ukhty." Sering kali Asilla mendapatkan sebuah sapaan 'ukhty'. Mungkin hanya karena cara berpakaian dan sikap ramahnya membuat ia sering kali dipanggil seperti itu. Padahal jelas-jelas, artian itu salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...