Dua hari menghabiskan libur sekolah di rumah dengan belajar dan membaca buku, kini ia kembali ke sekolah pada hari Senin dengan mentari yang sepertinya tengah bersemangat untuk menyinari bumi.
Terik mentari yang cukup panas, membuat beberapa siswa-siswi SMA N 3 Harapan mengeluh karena malas untuk mengikuti upacara bendera.
Saat hendak keluar kelas untuk mempersiapkan diri mengikuti upacara bendera, ada tangan yang sengaja diletakkan di pintu seolah sengaja agar ia tak bisa keluar. Zio menatap tajam lelaki di hadapannya.
Dengan tak acuhnya lelaki itu malah tersenyum santai pada Zio. Saat tadi meletakkan tasnya di dalam kelas, tas Agrel memang sudah ada.
"Sory." Hanya satu kata yang keluar, tetapi mampu menimbulkan tanda tanya besar dalam kepala Zio.
"Untuk?" tanya Zio memastikan.
"Sory soal omongan gue kemaren," ucap Agrel dengan tampang tak berdosa. Sikap seperti inilah yang tak Zio suka dari seorang Agrel Garen Bryatta. Terlihat seperti tidak serius, meski ia tahu bahwa niatnya agar tidak ada kecanggungan.
"Tidak masalah," jawab Zio. Lalu ia melipatkan kedua tangannya di depan dada.
"Dasi kamu mana?" tanya Zio setelah memerhatikan seluruh penampilan Agrel yang tidak rapi itu.
Agrel mengambil dasinya dari celana.
"Pakein." Agrel pun memberikan dasi tersebut pada Zio dengan senyuman yang hanya dibalas dengan wajah datar.
Tak terduga, Zio menerima dasi tersebut. Tak menunggu lama, ia mulai melebarkan tangannya, dan kini dasi itu sudah melingkar di bagian punggung leher Agrel. Namun detik berikutnya, dengan sengaja Zio menarik dasi tersebut. Agrel berhasil dibuat merasa tercekik.
"Kamu lupa cara pakai dasi?" Zio melepaskan tangannya dari dasi milik Agrel. Kemudian ia melangkah meninggalkannya.
Zio sempat menabrak tubuh Agrel dengan kuat. Bukannya merasa sakit, Agrel malah terkekeh dan tersenyum lebar. Lega juga karena Zio mudah memaafkan.
Suara yang mengintrusikan seluruh warga SMA N 3 Harapan untuk pergi ke lapangan membuat Agrel dengan cepat segera merapikan dasi. Setelah selesai, ia segera berlari ke arah lapangan.
Sesampainya Agrel di tengah lapangan, ia melihat banyak siswa-siwi sudah memenuhi lapangan. Semua mulai merapikan pakaian putih-putihnya serta memakaikan atribut lengkap mereka.
Upacara pun dimulai, semua murid mengikuti dengan cukup tertib.
Upacara berlangsung selama empat puluh menit. Semua siswa-siswi menghela napas. Mereka tentu saja senang karena akhirnya terbebas dari sinar matahari yang cukup menyengat hari ini. Bahkan, sebagian wajah dari mereka sudah dipenuhi oleh keringat. Selain itu, amanat dari guru di depan sana sangat membosankan.
Zio sudah berada di dalam kelas. Ia sudah mendudukkan tubuhnya di atas kursi paling belakang. Begitu juga dengan Agrel yang sama-sama sudah berada di dalam kelas, ia juga sudah mendudukkan tubuhnya di atas kursi. Hanya saja, Agrel tengah berada di bangku paling depan, di mana bangku itu tempati oleh Rendy yang kebetulan Deon sedang tidak hadir.
Rendy dan Deon selaku siswa peringkat dua dan tiga di kelas tersebut memang sebangku. Tak heran murid lain banyak yang mengeluhkan hal tersebut. Banyak pula yang meminta agar mereka dipisahkan, tetapi guru-guru di sana sama sekali tidak memedulikan. Menurut guru-guru, yang terpenting Rendy dan Deon masih mau membantu murid lain yang susah dalam belajar.
Seorang guru lelaki baru saja datang ke kelas XI IPA 1, membuat Agrel yang mulanya tengah bersantai duduk di bangku paling belakang bersama Rendy, langsung berlari ke tempat duduk aslinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...