"Serius anjir, gue gak pernah nyangka bakal ada masalah ginian di antara kita berempat," ujar Bimbim yang tengah berkumpul bersama Agrel dan Rendy.
Ketiganya berada di teras yang berada di depan kelas 11 IPA 1. Sambil menikmati udara segar dengan pemandangan orang-orang yang berlalu-lalang, mereka berbincang tentang kejadian kemarin. Bimbim sudah dipenuhi tanya, wajar saja jika mungkin kali ini ia yang akan banyak bicara. Ya, walau sebenarnya sudah biasa begitu.
"Udahlah. Males gue bahasnya," ujar Agrel dengan nada malas.
"Gue cuma heran, kok bisa si Sam sampe ngasarin si Zio? Lo tau gak alesannya?" tanya Bimbim masih mau melanjutkan pembicaraan ini.
"Gue cuma liat si Sam yang ngedorong si Zio. Di BK kita cuma ngebahas gelutnya aja," jawab Agrel jujur.
Bimbim mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Ia pun diam nampak berpikir sebelum akhirnya bertanya lagi. "Waktu kemaren emang gue sama Rendy lagi di mana sampe gak tau?"
"Ya mana gue tau. Gue waktu itu mau mastiin si Zio udah pulang apa belum. Kalo gak salah lo berdua masih di kantin tapi pas gue balik dari BK gak ada," jawab Agrel.
"Oh!" Bimbim berseru setelah mengingat sesuatu. "Lo 'kan bilang katanya si Agrel udah pulang kali, ya udah kita juga pulang 'kan ya," ucap Bimbim pada Rendy.
"Pantesan lo gak ada di rumah, gue kira lo nganterin si Zio. Dalem hati gue bilang gak mungkin sih," balas Rendy.
Rendy dan Agrel memang serumah. Mereka sepupuan karena ayah Rendy merupakan adik dari ayah Agrel.
"Gue juga awalnya mau telepon lo berdua. Sesuai sama yang kita omongin bakal nungguin sampe masalah si Sam kelar. Tapi keburu males gue," ujar Agrel.
"Beres gelut mana mau lo langsung baikan," celetuk Rendy yang sudah hapal dengan sifat Agrel. Setelah ada masalah sekecil apa pun, meski sudah diselesaikan tetapi Agrel tak akan langsung bersikap seperti biasa.
"Berarti kemaren kita ninggalin si Sam. Dia bakal ngira kita ikut-ikutan si Agrel apa?" tanya Bimbim.
"Lah anjir nyalahin gue. Lo berdua juga emang mau pulang," ucap Agrel tak terima.
Bimbim menyengir. "Iya sih, gue kira masalahnya biasa. Ini parah sampe libatin lo."
"Ibunya kemaren dipanggil?" tanya Rendy.
Agrel mengangguk. "Si Lily juga ada. Mereka kayak bingung kenapa gue bisa ada di sana," jawab Agrel.
"Padahal ibunya lagi sakit. Si Lily juga baru sembuh, 'kan?" gumam Bimbim.
"Iya. Gue liat kemarin ibunya emang agak pucet," balas Agrel.
"Lo mau tanyain ini ke si Zio?" tanya Rendy.
Agrel mengangkat alis. "Liat kondisi aja sih gue."
"Kalo gue jadi lo nih ya, gue bakal ngelakuin hal kayak si Zio buat PDKT. Baca buku misalnya. Biar lo punya topik buat ngobrol," ujar Bimbim seolah memberi saran.
"Masalahnya ni bocah males baca. Pengumuman dari sekolah aja gak pernah dibaca. Makanya suka nyasar sendiri," sahut Rendy menanggapi.
"Mana gak pernah lo kasih tau lagi. Malu-maluin," balas Agrel disambung dengan tawa.
Percakapan mereka sontak terhenti ketika menyadari seseorang yang melewat hendak masuk ke dalam kelas.
Orang itu adalah Sam. Mereka tak mungkin membiarkan semuanya seperti kemarin, mereka akan mencoba untuk meluruskan. Terlebih, ketika melihat Sam yang sepertinya masih dibalut emosi.
"Kalo lo gak terima gimana gue kemarin, lo bisa kasih penjelasan," teriak Agrel enteng.
Sam menoleh karena sadar ucapan itu terarah padanya. "Kenapa gak langsung tanya sama cewek gila lo?" balas Sam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond & Crystal
Teen FictionRea Nanindita dipaksa dunia untuk menjadi sempurna. Zio Nanindya diprotes dunia karena dianggap sempurna. Nasib berbeda menimbulkan perlakuan berbeda. Karakter berbeda menimbulkan penilaian berbeda. Semua ucapan yang mereka dapati menghasuti keduan...