"Gre, lo bakal dateng ke acaranya Gema? Ntar malem."
Gre menghela nafas mendengar undangan tidak langsung dari Anissa, ia melanjutkan jalannya di koridor dingin sekolah dengan Anissa yang masih memandangnya berharap. "Gak tau Kak liat nanti aja."
"Gue tahu lo kecewa sama kejadian seminggu yang lalu, dan lo juga belum baikan ama dia. Tapi, semoga aja ntar malem jadi acara penyelesaian juga, gak baik berlarut-larut," bujuk Anissa yang hanya Gre tanggapi dengan senyuman tipis.
Seminggu yang lalu, peristiwa di rumah Gre yang menelan korban berupa ponsel mahal Gema masih terus berlarut karena baik Gre maupun Gema tak saling berbicara. Untuk ulang tahun Gema, Gre bahkan sudah merencanakan kado ulang tahun Gema dari enam bulan yang lalu namun seperti tidak jadi ia berikan, sayang sekali padahal kadonya adalah jam mahal yang dibeli sebulan lalu setelah menabung 5 bulan.
Gre kembali menggeleng dan tersenyum. "Lihat nanti yaa Kak, lagian acaranya jam 8-kan? Masih ada 5 jam lagi." Gre melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 4 sore.
"Lo tuh limitid edition buat Gema, apapun akhirnya hubungan lo sama Gema buat sekarang lo masih sangst spesial, gue duluan si Jenio udah nunggu." Anissa menepuk pundak Gre dan berlari tergesa sesaat setelah mengatakannya.
"Huft, gue rasa gue bintang yang walau special jadi salah satu diatara seribu bukan bulan yang jadi satu-satunya buat langit." Gre menghela nafas saat sesak itu datang. "Sekarang gue tahu kenapa mayoritas orang di bumi benci mantan, berbuat kesalahan yang gak mudah dimaafkan."
"Bener tuh!" Gre berjingkat kaget mendengar sahutan cempreng dari belakangnya, ia mengelus dadanya saat melihat ternyata itu Asta. "Apalagi kalo mantannya buat kesalahan pas kita cinta-cintanya, itu bencinya pasti sampe tua."
Asta hanya menimpali seinginnya, lalu pergi sembari menggulung rambutnya. Gre menggeleng-geleng, 'apa iya, ia akan membeci Gema sampai tua?'
Gre berjalan dengan pandangan kosong, memori-memori kebersamaan Gema dan Vanilla mencuat tiba-tiba membuat Gre memejamkan mata seerat-eratnya berharap memori itu hilang.
"Hikss gue benci!" Gre berlari mencoba menghindari memori itu, ia membenci semua hal tentang Gema hari ini dan mungkin seterusnya.
"Gue harus hilangin rasanya kalo mau biasa aja sama semua memorinya." Gre membatin, hatinya benar! Nanti malam ia akan menyelesaikan semuanya, sekaligus menyelesaikan hubungan kelamnya bersama Gema.
----
Gre berdiri di depan gerbang rumah Gema, rumah itu sepi. Gema adalah laki-laki, mungkin dirayakannya-pun dengan orang-orang terdekatnya. Gre dengan dress warna pink pudar sederhana itu berjalan masuk dengan buket bunga yang ia beli dadakan di toko bunga depan.
"Semoga malam ini gak ada dia ya tuhan, Gre cuma mau berbicara sama Gema." Gre melirih, sambil memasuki gerbang yang memang sudah terbuka.
Gre menghela nafas, melihat mobil-mobil berjejer. Itu pasti teman-teman Gema. Sebenarnya Gre malas, malas mengukir rasa sakit baru yang mungkin saja datang tak terduga malam ini. Tangan Gre ragu-ragu menekan bell rumah itu.
Ting tong.
Bell akhirnya tertekan juga, ia menghela nafas menunggu beberapa saat. Mungkin Zane atau lebih parahnya Gema yang membuka.
Ceklek.
Deg.
Itu Gema dengan mata sendu bercampur bahagia karena Gre datang walau telat 30 menit. "Kamu adalah orang yang paling aku tunggu Gre."
"Selamat ulang tahun ke-18 Gema, aku harap kamu bahagia dengan siapapun kamu nanti."
Deg.
Kedua bola mata yang menyiratkan kesakitan itu kembali bertemu, Gema yang semakin sendu menerima uluran tangan Gre yang memberinya buket bunga, terlalu feminim memang namun kado dari Gre adalah kado terindahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin Boy✅[LENGKAP]
Teen Fiction[cover by : Diitsme] "Hai gue Gema Langit. Hobi gue? Bucin sama Gresea, manah hati Gresea. Intinya hobi gue mencintai Gresea sepenuhnya. Cuma itu ... kurangnya buat lo, lebihnya buat gue." Punya pacar sangat bucin adalah suatu kebahagiaan, seperti G...