Di tepian nestapa.
Hasrat terbungkam sunyi.
Entah aku pengecut.
Atau kau tidak dekat.
Garis terdepan- Fiersa besari.Gema mengecup tangan Gre berkali-kali berharap Gresea sadar. Ini sudah jam dua pagi, namun Gema tak mau menutul matanya. Anissa dan Jenio sudah terkapar di sofa ruang rawat ini, Anissa yang tertidur dengan kepala di paha Jenio dan Jenio yang tertidur menyender di sofa.
"Kamu tadi gak diapa-apain Vanilla-kan?"
Gema bertanya dengan tatapan sendu. Tadi memang Vanilla sempat berkunjung saat Gema pergi melanjutkan tandingnya. Gema tentu saja langsung mengusir Vanilla, adanya cewek jin itu hanya mampu memperparah keadaan Gresea. Itu juga alasan mengapa Gema tak mau menutup mata, takut-takut saat ia membuka mata maka akan ada bahaya yang mengancam Gresea.
Jenio yang sayup-sayup mendengar orang mengoceh sendiri mencoba membuka matanya. Ia tersenyum menatap Anissa yang tertidur di pahanya, Jenio mengambil bantal dan menggantikan pahanya dengan bantal itu. Ia menatap sendu Gema yang masih asik mengoceh, ia dengan sengaja menatap jam. "Setengah tiga dia ngoceh sendiri?" gumam Jenio sembari menggeleng-gelengkan kepala.
"Dan sampe sekarang ku-"
"Gem! Tidur!" Jenio menepuk pundak Gema, Gema hanya membalas dengan anggukan acuh membuat Jenio menghela nafas. "Tidur!"
Sekali lagi Jenio berbicara menyuruh Gema tertidur namun dibalas gelengan oleh Gema. "Coba tebak yang, kucingnya jadi apa coba di got? Ihh pas keluar jadi zombie pasti!"
Jenio menahan sesak di dadanya saat melihat keadaan temannya ini yang sibuk mengoceh. Ia menghembuskan nafas, tanpa aba-aba ia menarik Gema untuk berdiri.
Jenio lebih baik membawa Gema ke kantin. "Eeeh! Mau kemana Jen!"
"Bego!"
"Kantin!""Eh! Gresea juga belum makan terus gue makan?" Jenio menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap tajam Gema. "Dia! Si Gresea! PINGSAN GEM! PINGSAN! LO SADAR DONG!"
Jenio berteriak melihat kebodohan temannya ini, sudah tahu Gresea pingsan mana mungkin bisa makan. Ia tak menghiraukan apapun lagi yang Gema ucapkan, baginya Gema sakit jiwa.
"Jen! Grese sendirian! Gue takut ada yang mau cela-"
"Gak akan! Penjahatnya tidur!"Gema hanya mampu menghela nafas mengikuti tarikan Jenio. Begitu juga saat Jenio memesan makanan, ia tak peduli ... bahkan sampai duduk di kursi, Gema tetap diam.
"Gem ... kalo lo ikutan sakit juga, lo gak bakal punya kesempatan buat jagain Gresea."
Deg.
Gema menatap Jenio, "lo ngomong apa sih! Gre bakal terus sama gue, gue gak mau kehilangan dia ... apalagi jadi asing setelah satu tahun jalin hubungan."
"Berpikir realistis Gem, jangan biarin ingin lo buat lo lupa sama kenyataannya, mau gak mau lo bakal kehilangan Gresea ... keluarganya bahkan udah maksa kalian jauh."
Gema menunduk, menyembunyikan mata berkaca-kacanya pada Jenio. "Vanilla ... bukti kebodohan terbesar gue."
Jenio hanya tersenyum miris, ia hanya mampu berdoa keajaiban tuhan meluluhkan hati Gresea dalam semalam. Jenio yang hendak berbicara terhenti karena orang kantin memberinya pesanan mereka, ia mengedarkan pandangannya ... hanya ada satu dua orang yang masih ada di kantin jam dua pagi seperti ini.
"Makan Gem!" Suara Jenio terdengar lirih. Ia menatap sahabatnya ini yang mengambil mangkuk dengan tak selera dan mulai menyendokkan mie instan itu ke mulutnya.
"Gresea selalu- ... arghh, mie instan buat gue inget Gresea, gue gak bisa makan."
Jenio menatap miris Gema yang menyingkirkan mangkok mie itu. Jenio ingat, Gema bercerita bahwa Gresea selalu memberinya mie instan saat hujan turun dan Gema berada di rumah Gre untuk ngapel, Gema pasti selalu bilang kalau itu doa jomblo. Jenio menghela nafas, sayang sekali ... kisah semanis itu harus terhenti beberapa bulan belakangan dan berubah menjadi kisah sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin Boy✅[LENGKAP]
Teen Fiction[cover by : Diitsme] "Hai gue Gema Langit. Hobi gue? Bucin sama Gresea, manah hati Gresea. Intinya hobi gue mencintai Gresea sepenuhnya. Cuma itu ... kurangnya buat lo, lebihnya buat gue." Punya pacar sangat bucin adalah suatu kebahagiaan, seperti G...