6. Tuduhan√

436 83 2
                                    


***

"Maaf pak, apa guru masih berada di ruang rapat?"

Petugas yang berada di seberang pintu itu mengangkat tangan lalu melihat arloji yang terpasang di sana.

"Rapat berjalan selama 3 jam, kamu harus menunggu 45 menit lagi."

Bahu itu merosot, berjalan tak bergairah. Lalu untuk kesekian kali, dia memeriksa saku roknya, Memori kecil itu berada di sana. Dan hal penting itu harus dia berikan segera.

Berjalan ke arah taman, berbalik ulang berjalan ke perpustakaan, dan mengambil beberapa buku astronomi. Untungnya jadwal mengawas di tunda dua jam lagi, dan Vio masih punya kesempatan untuk menunggu staf guru yang akan bubar beberapa menit lagi di seberang sana.

Murid masih nampak bercanda ria melewatinya. Entahlah semangatnya hilang, saat dia menemukan benda kecil itu, karena apa? bukti penting berada di sana, dan sekarang dia yang harus menerima resiko jika terjadi apa-apa.

Beberapa menit berlalu dengan lamunan, Vio masih membalik-balik buku dengan mata yang mengarah ke sepatunya, kali ini tidak ada Vio yang mulai bersemangat dengan buku yang akan dia baca.

Tepukan dibahu, membuat Gadis itu terlonjak bahkan hampir terjungkal kedepan, mendesis lantas berbalik malas.

Di sana, berdiri Luna dengan senyum merekah, mata cipit serta rambut sebahunya yang bergelombang, siapa yang tidak kenal Luna, si penguasa matematika yang berada di peringkat 8 dan sekarang sekelas dengan Vio.

Gadis itu duduk di samping Vio, menatap Vio lama lalu mulai membuka suara.

"Pak Akram dan Bu sarah nunggu lo di ruang guru."

Vio berbalik, mengernyit melihat wajah putih bersih itu dari samping.

"Katanya ada hal penting, dan lo adalah biangnya. Pak hendrik juga terus-terusan keluarin bentakan."

"Lo ... habis lakuin apa?" Vio risih di tanyai seperti itu, dia menatap Luna dalam.

"Maksud lo apa?"

"Semua guru di sana, suruh panggil lo sambil marah-marah," Luna berkata tanpa beban. "Dan itu pasti karena ada alasannya."

"Dari mana lo tau?" Vio tetap tenang, mulai menggenggam kuat buku Astronomi di tangannya.

Gadis di depannya mengangkat bahu acuh.

"Itu udah jelas Viola," Bicara yang sengaja di haluskan, dan Vio membencinya.

"Gue juga cuma denger dan itu gak sengaja."

"Berarti bukan lo yang di suruh buat manggil gue kan?"

"Ya bukanlah," Dia terkekeh lembut.

"Jadi, jangan buat asumsi kalau gue punya salah, bisa jadi otak lo yang gak bisa nangkap pembahasan, dan siapa yang tau itu bisa berubah jadi kesalahan."

Luna berbalik spontan, rambut pendeknya tersapu hingga menutupi wajah. Kalimat menohok itu di arahkan untuknya? pandai sekali.

Punggung Vio mulai menjauh masuk di kelokan menuju ruang guru, Luna mendaratkan tangannya memegang bangku taman putih yang sedikit dingin, menatap langit biru tanpa awan. Perlahan sunggingan tipis terbentuk, hingga menjadi seringaian.

***

"Saya gak liat apa-apa Pak."

"Tapi semuanya terekam jelas!"

"Itu bisa di rekayasa!"

"Maaf Pak," Vio membuka ruangan, bentakan yang terdengar ke luar membuat Vio merasa salah karena sudah masuk dan mengganggu.

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang