26. Ada disini

224 42 0
                                    


***

Pintu di dobrak keras, namun Lelaki paruh baya itu sangat pandai menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Ruang yang dulunya di huni kepala sekolah itu kini menunjukan sedikit pencahayaan. Tak menunggu waktu lama, dobrakan dari meja kini menjadi titik temu mereka yang berada di ruangan itu.

Hentakan keras kepala yang mengetuk meja tantu membuat wakil kepala sekolah sedikit mengerut.

"Apa yang kau lakukan Kin?" dia berdiri melihat 3 siswi itu kini menyusul di bagian belakang.

Kin menghela kasar dengan kepala menengadah, "Ini maksudnya apa Pak?!" Ucapnya dengan suara keras yang tertahan. Tangannya masih terus mengunci pergerakan Daniel yang tak memberontak sama sekali, Lelaki itu hanya pasrah saat Kin seenaknya menempelkan kepalanya di meja dengan tenaga kuat, dengan tubuh mencondong paksa.

"Kalian menemukannya? hebat sekali." Lain hal yang ditanyakan, kini apa lagi?

Vio menatap Jane sebentar yang berada di sampingnya, lirikan datar itu menjadi balasan. Sudah berapa lama Jane bersikap acuh padanya tanpa sebab?

"Bapak tau Daniel pelakunya?" Ucap Claire dengan menggeram, sedikit maju menyusul Kin yang masih berada di bagian depan.

"Daniel pelakunya?" Tanyanya. Kondisi mendadak senyap, Wakil kepala sekolah itu menatap mereka berempat bergantian. "Asumsi darimana yang kalian dapatkan?" Kini mereka masih tetap bungkam.

Dengan pertanyaan seperti itu dari wakil kepala sekolah. Pasti itu tentu tidak benar, mereka juga hanya asal menebak tanpa bukti kuat. Tapi dengan adanya Daniel yang di seret paksa. Akankah mereka bisa juga memaksanya bersuara? atau itu hanya tuduhan sementara?

Sudut simpul di tampilkan, "Lepaskan! untuk apa kalian menyeret orang tidak bersalah? Daniel hanya orang suruhan bapak!"

"Suruhan?" Vio mengerut.

Lalu senyum terbit dari bibir keriput itu semakin lebar. "Rupanya kalian bekerja sama tanpa sepengetahuan staf guru yang bertugas? begitu?"

"Maaf Pak, saya hanya memastikan," Ujar Vio sopan, namun tak mengindahkan kejengkelannya saat ini. Apa bisa Vio berprasangka kalau kepala sekolah adalah antagonist saat ini?

"Memastikan?"

"Apa bapak tidak tau kalau anak suruhan bapak ini nyaris menghilangkan nyawa siswi lainnya?" Ucap Claire dengan nada mengejek yang di sembunyikan.

"Benarkah Daniel?" Lelaki yang di sebut masih mengatur nafas sesaat dan memperbaiki kerah bajunya, menatap sinis Kin yang masih berusaha mengontrol emosi dengan tangan  terkepal di tujukan pada dirinya. Tidak ada lontaran menjawab, membuat guru itu keki sendiri lantas mengalih dengan dehaman halus.

"Bapak tidak tau?" Helaan nafas, "Lantas bagaimana dengan orang luar yang bapak selundupkan untuk menjadi percobaan?! Apa itu juga di luar rencana bapak?" Claire tak tahan, berbeda dengan Jane yang masih menyimpan suara dengan raut santai miliknya, begitu pula Vio yang tetap diam.

Pak Andra diam, guratan di dahinya kini kentara. "Itu hanya ketidaksengajaan," Ucapnya, lalu tak lama pintu kini terbuka dengan beberapa penjaga berseragam memasuki ruangan, kini kelimat murid di ruangan hanya bisa menatap lamat dengan tanda tanya di kepala.

"Bapak tidak sengaja melakukannya! namun sekolah nyaris melenyapkan korban lagi! Dan apa yang sekolah akan lakukan kedepannya? Kalian akan bersembunyi dengan alibi misi. murid sendiri yang mengukapnya!" Jane geram dengan nafas tertahan.

"Tapi apa kalian tau? kami juga tersiksa Pak! korban tambahan dari sekolah yang bapak jalankan bisa saja adalah kami. Rencana pengujian dengan korban murid, apa itu pantas? sistem macam apa!" Akhir dengan decihan, justru tak membuat Wakil kepala sekolah sadar.

Dia terkekeh setelah Jane mengeluarkan unek-uneknya. "Kalian pandai ternyata."

"Bagaimana jika sistem yang bocor pada misi dua kelompok kami di ungkapkan? mungkin demo besar akan terjadi, benar kan Pak?" Kin menambahkan, dan kini nyaris membuat guru itu bungkam.

"Kami-" Baru saja Jane hendak bersuara, helaan nafas dengan suara segera menyela.

"Bisa kalian diam? Itu bisa saja mengungkapnya dengan kemampuan kalian sendiri. Dan apa boleh bapak memberi kebenaran?"

"Kalian tak sadar rupanya, Pelakunya ada di antara kalian! Dan kalian sangat pandai bersandiwara." Bukan wakil kepala sekolah, Suara setengah berbisik itu itu adalah suara Pak Hendrik.

Mereka terdiam.

***

"Ini benar kan Rel? gue takut kita bakal ketahuan

Darel menghela, sesekali memutar beberapa pengait rambut milik Sarah yang di masukkan ketempat kunci pintu yang tertutup.

"Tenang Sar, mereka udah coba alihin, percaya sama gue." Ucap Darel mencoba meyakinkan, namun justru membuat Sarah makin bergetar. Bagi Darel itu memang biasa, tapi bagaimana dengan dia yang merupakan murid alim taat aturan, yang tak pernah melakukan hal di luar dugaan seperti Darel hanya untuk membagikan sebuah link.

Seperti ucapan Vio kemarin, dia akan ikut untuk menyerahkan Daniel pada kepala sekolah yang terang-terangan sudah membawa Luna dari kelompok mereka.

Awalnya Sarah dan lainnya tidak percaya bahwa Daniel akan melakukan hal seperti itu. Terlebih Daniel juga adalah anggota mereka.

Pintu terbuka, kini Sarah beralih mengikuti Darel yang mulai masuk keruangan konseling untuk mengambil beberapa berkas berisi data website sekolah, di dalamnya terisi beberapa formulir siswa dari angkatan 3 yang awalnya hanya terdiri dari 150 murid. Sedangkan mereka adalah angkatan HELLION ke-7.

Kini beberapa brankas masih dalam pengujian sandi yang sengaja Darel foto dari berkas milik Pak Hendrik tadi malam. Bukan sebuah sandi yang langsung di ketahui, melainkan beberapa angka yang harus di teliti terlebih dahulu.

Alasan membawa Sarah ikut bersama Darel, agar mereka dapat dengan mudah memasukkan beberapa digit angka, mengingat Sarah yang ahli dalam bidang matematika sama seperti Luna.

Terbuka! keduanya bertemu tatap lantas tersenyum. Mengambil lembar yang hanya berisi satu dokumen tebal di dalamnya. Berbagi tugas, sebagian di pisahkan agar Sarah juga dapat memeriksa.

Tepat dibagian akhir, nomor itu kini terlihat, dengan cepat Sarah memberitahu hingga Darel mengeluarkan ponselnya segera.

Masuk melalui Google chrom, beberapa angka di bagikan dengan tulisan besar nama HELLION terlihat, mereka berhasil memasukinya, dan kini hanya tinggal membagikan link agar murid lain dapat melihatnya langsung dari grup sekolah.

"Salin buruan Rel! perasaan gue gak enak."

"Bentar."

"Lo tinggal buat video dengan penjelasan kejadian malam itu Rel! Tambah, malam ini juga Luna hampir jadi korban selanjutnya, apa kita bakal diam aja?" Vio mengimbuhkan, dengan sedikit nafas tercekat. Kini Sarah nampak menelan ludah. Kalimat Vio semalam terngiang.

"Apa kita bakal diam aja kalau murid selanjutnya akan jadi kelinci percobaan cuma buat cari pelaku? itu sama aja kita biarin mereka jadi korban selanjutnya! kita udah masuk perangkat wakil kepsek."

"Tapi gue gak yakin itu bakal berhasil Vio," Vio memegang bahunya.

"Dulu lo gagal sampe Jane marah besar kan? besok kalau lo gagal, kali ini gue gak akan marah," senyum itu terlontar, lalu dengan sigap Vio mengambil ponsel dari tangan Darel yang menatapnya lamat.

"Video udah gue buat," dia mengangkat tangannya yang menggengam ponsel itu, "Gue juga udah kirim ke Email lo. Salin dan langsung sebarin di grup sekolah."

Kini dia beralih pada Sarah yang terus terdiam. "Gue bisa percaya lo kan Sar?"

Belum selesai penyalinan, kini ponselnya di rampas paksa, terkejut saat Kenan, kelompok Claire kini ada dihadapannya.

"Lo ketahuan!" Katanya tersenyum.

***

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang