21. Trauma

217 44 0
                                    


***

"Itu sudah diurus, tak perlu khawatir teman kalian sudah di periksa, dan di
beri obat penenang." bagaimana bisa mereka terlihat biasa saja?

Vio berdecak dengan Claire yang berada di sampingnya, kedua Gadis itu kini bertemu lagi di ruang guru, tepatnya meja bu Sarah yang di penuhi beberapa dokumen. Dan kini mereka ingin tau dengan alasan yang sama, menanyakan bagaimana kondisi Luna.

Yap, karena kejadian tadi malam, Luna dan Sarah memiliki trauma. Bagaimana tidak, coba saja jika mayat itu jatuh tepat di hadapan kalian? pasti akan sama terkejutnya.

Belum lagi Vio yang bergetar sambil melangkah menuju keduanya malam itu, dengan Darel yang mencoba menghubungi beberapa pengawas untuk segera kesana.

Daniel? mereka tidak menemukan Lelaki itu.

Bu Sarah nampak sibuk mengotak-atik beberapa berkas sebelum Claire bertanya dengan nada antisipasi. "Penemuan mayat ... dan pelaku?"

Guru itu mengangkat kepala lalu memberi senyum hangat, "Kali ini korban tidak berasal dari HELLION, tapi untuk pelaku sendiri, di duga adalah orang yang sama. Tapi entah, Pak Hendrik masih sementara melakukan penyelidikan."

Bu Sarah kini maju, dia melipat tangan di atas meja dan menatap Claire penuh selidik, "Kenapa kamu bertanya?"

"Bukankah ada kejanggalan?" Claire berusaha berucap tenang, saat otaknya memilih untuk mengeluarkan hal yang membuatnya sendiri menjadi bingung. Dia juga khawatir dengan Luna- sahabatnya, apalagi Gadis itu terus menerus memikirkannya.

Vio yang sedari tadi menjadi pendengar menatap Claire dan berucap ragu.

"Kejanggalan gimana?"

"Malam itu lo ada di sana kan? Kenapa lo gak jaga kondisi anggota lo?" Penuh tekanan, Vio menjawab dengan kesabaran.

"Itu biar kami bisa irit waktu, lagipula Luna sendiri yang nawarin buat mencar."

"Ck, dan lo malah biarin mereka berdua pergi sama Daniel! Lo gak tau gimana sifatnya anak baru itu!"

"Lo jangan asal nuduh! Daniel udah coba nyari pelakunya!"

"Tapi sekarang dia hilang?" Claire terkekeh di akhir kalimat. Emosi kini menguasai pikirannya, bukan apa, dia hanya bisa melampiaskannya.

"Lo belum  ketemu dia kan?" Ucapnya membuat Vio terdiam. Bu Sarah yang sedari tadi menyimak kini menatap Claire yang saat ini menatapnya.

"Bu, saya ingin Luna di pindahkan di kelompok kami."

"Jangan seenak-"

"Lo gak becus jadi ketua sialan!" Oke, Claire sudah sangat emosi, bisa dibilang ini adalah bentuk kasih sayangnya pada Gadis berambut sebahu yang kini berada di ruang perawatan. "Luna bisa aja gak sembuh dari traumanya, dan siapa yang bakal di salahin?" Lirihnya.

"Gak ada!!"

"Bu, bagaimana dengan orang tua Luna?" Bukannya membalas kalimat Claire yang terbawa emosi, Vio justru melontar tanya pada wanita paruh baya di hadapannya.

"Kami akan segera mengurusnya."

"S-segera?" Claire menggeleng tidak percaya.

"Kami masih dalam pengurusan korban Claire, lagipula temanmu itu tidak akan seperti yang kamu pikirkan." Kalimat halus yang di keluarkan bu Sarah justru membuat Claire mengepal jari.

"Siapa yang bakal lo salahin?" Vio bertanya pada Claire yang matanya memerah. Ck, Vio sangat pandai merubah suasana, kali ini kembali dia yang di buat bungkam.

Bu sarah berdeham sebentar, ingin menghindar sebenarnya. Jika di pikir-pikir, dia tidak akan menang jika berasumsi pada keduanya.

"Kalian boleh keluar."

"Tanpa di suruh Bu." Vio melontar senyum manis, hingga jarinya berhasil meraih lengan Claire yang terkejut karenanya. "Kami juga tanpa di suruh akan melapor ini pada keluarga Luna ataupun Sarah."

"Tapi itu-"

"Maaf  lancang ..." tarikan nafas sesaat. "Tapi ini tidak bisa di biarkan. Jangan sampai orang luar sekolah tau, kalau sistem sekolah HELLION sudah melebihi batas, bahkan orang tuanya sendiri tidak di beri tau bagaimana kabar dan kondisi anaknya?"

Claire dan bu Sarah terdiam.

"Kita sama saja menjatuhkan nama sekolah ini."

Kalimat halus yang membuat guru itu tak bersuara. Dan Claire yang membiarkan tubuhnya di tarik keluar dari ruang guru.

***

"Lepasin!"

Hentakkan paksa, saat keduanya berhenti tepat di depan UKS milik HELLION yang berada tak jauh dari jalan penghubung hotel milik 2 kelas unggulan.

Claire geram, ingin sekali mengeluarkan umpatan saat Vio dengan cepat menyela, "Masuk, temuin Luna sekarang!"

Claire menatap Vio tak berkedip, lalu terkekeh sesaat dia mulai melipat tangan didepan dada, "Kenapa gue harus masuk?"

Mulutnya yang hendak terbuka terkatup kembali, saat Claire memberi bentakan.

"Urusan gue belum selesai!"

"Urusan buat bentak Bu Sarah di depan banyak guru? urusan agar lo dapat izin buat ketemu Luna dan laporin secepatnya? atau urusan untuk pamer suara lo di dalam sana?"

Vio maju perlahan bersamaan dengan helaan nafas.

"Kita urus sama-sama." Santai sekali, Vio bahkan mengucapkannya tanpa hambatan, Claire tersenyum devil dengan tarikan bibir. "Luna adalah anggota gue, dan dia adalah sahabat lo." perkataan Vio lebih ke bujukan.

"Lo lagi ajak gue-"

"Itu udah jelas Claire Zaneta." Vio mengumbar senyum. Melihat Gadis yang di hadapannya terdiam tak percaya.

"Gue yang bilang kalau gue bakal laporin itu kan? lo bahkan pasti akan setuju sama hal itu, benar kan?"

"Diam lo berarti iya."

"Lo terlalu percaya diri." Ucap Claire dingin, mendorong bahu Vio dengan satu jari, balas dia yang mendekatkan wajah. Maju hingga hembusan nafasnya berada di telinga kiri Vio.

"Kita mulai darimana?" bisiknya.

***

"Hasil otopsi mayat sudah keluar." Pengawas berseragam itu masuk dengan beberapa berkas di tangannya, membuat Lelaki yang berada di kursi beroda itu membalik, sebelum itu dia membuang asal rokok yang semula diesapnya, menyembunyikan pemantik di antara buku yang bertumpuk di sampingnya.

"Bagaimana?"

"Tusukan di dapat di bagian lehernya, tiga kali tusukan, setelah itu korban sengaja di jatuhkan." Dua Gadis yang berada di luar saling tatap tak percaya.

"Tim penyelidik?" Tanya Lelaki itu lagi.

"Sama seperti dahulu, tidak di temukan sidik jari." pengawas itu mendadak gusar, Tapi Lelaki itu justru terkekeh sesudahnya.

"Apa identitas korban sudah di selidiki juga?" Tanyanya lagi, Pengawas itu mengangguk dengan jari yang membuka lembaran kertas yang berada di dokumen.

"Kami lebih terkejut, saat tau korban adalah alumni dari sekolah HELLION tiga tahun lalu." Dia membolak lagi. "Agatha, Gadis yang sekarang mendapat beasiswa di Jerman, masih menempuh 4 semester di sana."

Anggukan paham, Tapi yang mengherankan Lelaki itu hanya terlihat biasa, atau kesan tak peduli.

"Orang tua korban? kalian sudah mengurusnya bukan?"

"Sudah Pak."

"Bagus," Dia berbalik, membiarkan Pengawas itu keluar dengan sendirinya.

Senyumnya semakin lebar saat menatap tirai yang sedikit terbuka di sisi kanan tepat di dekat lemari ruangannya. Jarinya mengambil rokok di saku dan menyalakan pemantik. hembusan asap keluar bersamaan desahan dari mulutnya.

"Mereka sudah masuk jebakan."

***

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang