22. Jebakan

218 48 4
                                    


***

"Maaf."

"Kemana? kenapa  buru-buru?" Kin menarik lengannya hingga Gadis itu berputar lalu menatapnya. Claire berdiri gusar, balutan seragamnya kini terganti dengan kaos putih dan celana jeans longgar, lipatan di bawahnya, dan tak lupa beberapa anak rambut yang keluar dari pengikatnya.

"Lo gak papa kan?"

Kin berbicara dengan anggukan, dia memperhatikan Claire lamat. Padahal dia baru saja selesai berbicara dengan pak Hendrik tentang kelompoknya, dan yang makin membingungkan, Claire atau ketua kelompok mereka tidak hadir, Gadis itu bahkan tidak meninggalkan izin atau apa yang membuat anggotanya juga menganggapnya tidak bertanggung jawab.

"Lo tau tentang Luna kan?"

Kin mengerut sesaat, namun detik selanjutnya dia mengangguk mengerti. "Dia masih ada di ruang perawatan?"

"Gue mau ngasih tau bokap-nyokapnya dulu tentang ini."

Tidak mengerti, Lelaki itu tak segan melontar tanya. "Emang orang tuanya belum tau?"

"Kalau kami gak kasih tau, mungkin sekolah bakal nutupin hal ini."

Kin perlahan mengerti, dia menatap Claire sekali lagi. "Sekarang lo bakal laporin? dan ... Kami?"

"Gue dan Vio."

"Kenapa Vio juga terlibat?"

"Karena Luna adalah anggota Vio." Dia makin gemetar, entah karena apa. Dan itu tidak biasanya terjadi. Claire mendekat ke arah Lelaki itu, perlahan tangannya maju menggapai lengan Kin yang bertemu tatap pada netranya. "Lo bisa bantuin gue?" Remasannya semakin kuat.

Wajah Claire yang memucat, membuat Kin balas maju. Cekalan di lengannya terbuka. Kini kedua tangannya mengenggam pipi milik Claire yang hangat, menyubitnya gemas lalu hendak berujar saat Claire terlebih dulu bersuara parau.

"Gue takut Kin." Ucapnya sambil menggenggam kuat tangan kiri Kin yang senantiasa berada di pipinya.

***

"Masih banyak orang." Vio berujar, lebih ke bisikan yang hanya di dengar oleh Claire, Gadis itu melihat sekilas jam navy di pergelangan tangannya. "Kita tunggu 15 menit lagi."

"Kenapa mereka masih di ruang guru di jam begini?"

"Mungkin karena ... ada urusan." kedikan bahu, Claire melontar raut datar dengan ekspresi tak di tebak, jika guru ada di ruangannya, tentu saja ada urusan, Vio ini bisa juga membuatnya kesal rupanya.

Pintu terbuka dari dalam, dengan cepat keduanya beralih di bagian pot tanaman besar, Vio menyimpan telunjuk di bibirnya. Padahal tanpa Gadis itu beritahu, Claire tentu saja tidak ingin bersuara, kecuali jika dia ingin rencana mereka akan gagal.

Menjauh, suara tapak sepatu ber-hak itu mulai menjauh, di susul gerombolan guru yang juga meninggalkan ruangan.

Hal yang akan mereka lakukan sekarang adalah mencari nomor orang tua Luna. Sebenarnya itu mudah saja, karena itu pasti ada di ponsel anaknya sendiri.

Tapi susahnya, jika mereka menggunakannya, sekolah akan segera tau jika nomor itu kini menghubungi orang luar di sana.

Sekolah HELLION memang seperti itu, mereka harus meminta izin terlebih dahulu sebelum mendengar suara ortunya di seberang sana. Hal itu bisa juga di lakukan jika orang tua murid yang terlebih dahulu menelepon, sekolah tak akan menghalangnya, karena mereka tau, seorang ibu atau ayah pasti sedang merindukan anak mereka.

Bukan berarti sang anak tak di perbolehkan untuk merindukan juga, tapi begitulah, HELLION punya peraturan sendiri.

Tapi sesudah mereka berhasil memasuki ruangan yang kunci cadangannya dia dapat dari Darel, Vio mendadak merubah rencana, dan itu membuat Claire tersenyum.

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang