17. Larangan

248 52 2
                                    


***

Kursi putar itu tak berhenti bergerak, pulpen yang di buat bergerak mengikuti irama detak jarum jam yang terdengar menggema di antara ruangan sunyi.

Wakil kepala sekolah itu mengalih, bunyi dering telepon membuatnya menegakkan badan dan kembali menyesuaikan saat panggilan berhasil di jawab.

"Ya?"

"Sesi pertama dan kedua hampir selsai Pak, kami juga mengalami kesulitan dalam permulaan."

"Kesulitan?" Kerutan di dahi.

"Kami kalah jumlah Pak, karena sebagian guru membatalkan dengan alasan urusan mendadak."

"Jadi, apa kau punya solusinya?"

"Bagaimana jika pengawas kita tambahkan dengan menyewa orang luar?"  usul seseorang di seberang sana.

"Tidak! itu tidak akan di lakukan."

"Tapi Pak-"

Helaan membuatnya terpotong, "Saya akan mencari beberapa pengganti, kalian hanya tinggal persiapkan untuk sesi berikutnya." Lelaki paruh baya itu hendak berdiri sebelum Suara di seberang sana kembali terdengar.

"Kita tidak punya cukup waktu untuk mencari Pak, sesi berikutnya akan di mulai setengah jam lagi."

Matanya reflek melihat arloji di atas meja, Netra gelap itu  bergerak lincah. Kini jarinya terkepal memikirkan sesuatu.

"Jika itu di lakukan, saya akan memanggil dengan alasan lain. Kami tidak akan memberitahu mereka."

"Tapi apa yang akan mereka katakan setelahnya? sekolah tetap mengadakan ujian dalam kondiri darurat dua seperti ini?" Ucapnya gusar, "Tidak, kita cari jalan lain saja."

"Untuk itu ..." Lelaki berseragam di seberang sana tersenyum. "Kami akan mengurusnya."

"Apa itu dapat di percaya?"

"Jelas Pak!"

"Baiklah," Keputusan selanjutnya, Walau hatinya terasa bimbang. "Jangan sampai mereka mengetahuinya, bagaimanapun ujian ini akan berlangsung tanpa hambatan, atau kalian juga bisa menyuruh murid untuk tutup mulut."

Suara nafas teratur, mereka masih mendengar di seberang sana.

"Sekolah akan segera menemukan pelaku sebenarnya."

"Biarkan mereka mencarinya sendiri Pak."

Seutas senyum merekah sebelum dia menyalakan pemantik dan menyelipkan rokok di bibir kerutnya.

Hembusan asap bersamaan dengan telepon yang diselipkan di telinga antara leher.

"Kita akan mudah mencarinya," Balasnya lembut dengan mengangkat kepala menerawang.

***

"Ya Pak, kami memerlukannya segera," Dia keluar ruangan tergesa, seluruh atensi hampir semua melihatnya berjalan tergesa keluar.

Bahkan Vio yang menguap sempat menghentikan aktivitasnya, mata memerah menahan lelah kinerja otaknya membuat kepalanya hampir pecah.

Dia sudah selesai berkutat dengan soalnya dan tinggal menunggu dengan membaringkan kepala sedikit. Terheran saat murid sebagian belum selesai, padahal jawaban soal yang menurutnya sangat mudah. Memang, waktu yang tersisa juga masih lumayan banyak, tersisa 40 menit lagi.

Ck, apa mereka tidak tau dengan soal jebakan? hingga mengerjakannya saja sangat lemot.

Sayup, suara di seberang sana terdengar dengan kondisi senyap seperti ini, murid memilih hirau dengan membaca lembar soal. Sangat sepi, bahkan suara detak jantungnya sendiri bisa terdengar.

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang