27. Lo ketahuan

205 44 0
                                    


***

"Lo ketahuan!"

Itu hari yang panjang, saat salinan Video yang hanya tersisa beberapa detik itu di hapus paksa, dan yang membuat Darel geram, Kenan membuang asal ponselnya hingga tarikan kerah di leher menjadi akhirnya.

"Lo gila! kelompok lo sendiri yang nyuruh gue buat lakuin hal ini, sialan!"

Tak ada balasan sampai kenan justru menatapnya membuat Darel geram.

"Lo lupa Darel? Kita bisa lakuin itu kalau rencana lainnya berjalan lancar."

"Maksud lo rencana itu gagal?"

"Pak Andra gak sebodoh itu sialan!" Lepasan paksa dari kepalan tangannya, Kenan menghela nafas panjang sambil memegang lehernya yang sedikit kesakitan.

"Ini usul dari Claire, seenggaknya gue bisa berhentiin lo selagi wakil kepsek itu ngurus yang lainnya."

"Tapi kalau ini berjalan lancar, kita gak akan gagal untuk kedua kali, apa Claire gak punya otak buat mikir!"

Bogeman mentah mendarat di pipinya, pekikan Sarah menjadi hal utama yang terdengar. Kenan berdecih lalu berjongkok, menyamakan diri pada Darel yang jatuh terduduk.

"Kalo ngomong di saring dulu! lo tau lagi hina siapa hah!"

Kenan mendekat, "Jangan gegabah, apa lo mau hukumannya makin bertambah dan malah libatin murid lainnya?"

"Hukuman?" Itu suara Sarah, Gadis itu makin gemetar kala Kenan menatapnya datar.

"Urus teman lo ini, kita sembunyi secepatnya, cukup sampai mereka keluar dari ruangan wakil kepsek baru rencana ini di lanjutin."

Namun terlambat saat Sarah mundur dengan Darel yang menelan ludah, lantas Kenan berbalik sambil mengumpat dalam hati.

Mereka tertangkap!

Sementara di tempat lain.

"Kalian hanya perlu menunggu." Gladis melihat sekilas jam tangannya lalu tersenyum canggung di depan mikrofon. "Beberapa menit lagi."

Aula nampak bising, sementara persetujuan dari Sarah yang katanya akan mengirim file di grup sekolah tak kunjung memberi intruksi selanjutnya.

Sudah cukup lelahnya mengumpul semua murid dengan alibi akan memberi arahan tentang sistem kala wakil kepsek sedang sibuk.

Dia tidak tau saja kalau semua itu sia-sia.

"Lo udah pastiin semua murid aktif di akunnya bukan? dan sekarang apa alat pencahayaan sudah dalam proses perbaikan?"

"Diam bentar Lun." Ujar Gladis depresi, sambil membolak beberapa lembar dokumen dengan sambungan yang terhubung pada nomor Sarah di selipkan pada telinga.

Luna yang tadinya masih ingin menanyakan banyak hal langsung bungkam, melihat kegelisahan dari lawan kelompoknya itu dia sedikit menggeser kursi.

Sekarang mereka ada di bagian belakang panggung aula dengan persiapan yang sudah matang sedari tadi.

"Firasat gue buruk tentang ini Lun."

"Lo-"

"Mereka bilang kalau pak Andra teralih otomatis Darel dan Sarah udah unggah sebagian Video," jeda, melihat ponselnya sesaat lalu menggeleng, "Sekarang kita udah nunggu hampir 20 menit, sedangkan waktu penyebarannya gak selama itu."

"Maksud lo-"

"Mereka mungkin udah ketahuan."

Luna menggeleng tak terima, lalu bangkit berdiri. "Gak! mereka bisa aja kedapatan Gladis-" Gadis itu menggeleng dengan raut ketakutan, "Kita gak bisa biarin ini sia-sia."

"Denger gue dulu."

"Tanpa Video kita bisa yakinin murid, iyakan? kita bisa jelasin semua yang pak Andra rencanain buat sistem itu. Kita bisa Glad-"

"Denger gue dulu Luna!" Bentakan Gladis berhasil membuatnya bungkam, dia maju perlahan lalu memegang bahu Luna sambil menatapnya.

"Gue tau lo setakut itu. Tapi dengan rencana yang bahkan belum ada persiapan-" Luna menelan ludah, "-Itu sama aja permaluin diri sendiri."

Putus, rencana yang disusun dengan kegelisaha 10 orang di dalam kamar hotel milik Claire malam itu akan berhenti. Nyatanya sudah sejauh itu mereka bertindak, secepat itu mereka berpikir jalan keluar, di setiap menitnya mereka melempar pendapat yang bahkan sulit di pahami. Di waktu akhir bahkan mereka menyempatkan untuk menyusun strategi terbaik.

Tapi apa yang di dapatkan? semua kandas di tengah jalan. Dua kelompok yang setuju untuk menolak adanya sistem karena percobaan gila dari sekolah, itu kini akan terpanggil dengan list merah yang di coret pada namanya, mungkin.

Lantas bagaimana dengan murid yang mereka kumpulkan di Aula karena kebohongan.

Gladis dan Luna berakhir dengan seretan bahkan lontaran simpul menatap murid yang menjadikan mereka tontonan keluar ruangan. Abai dengan seretan beberapa pengawas dan menyuruh mereka untuk keluar dari Aula. Apa? mereka sudah mempermalukan diri sendiri.

***

"Luar biasa!" Kekehan keras di sertai tepukan tangan. "Siapa yang menyuruh kalian untuk menjadi satu tim?"

"Tidak ada!" Jawabnya sendiri.

Raut wajah Lelaki paruh baya itu dengan cepat berubah, kini ekspresi dingin terpancar dari netra di balik lapisan kacamata itu.

"Bapak tidak menduga akan menjadi seperti ini," Gelengan dramatis, "Bagaimana kalian menyusun rencana padahal kelompok kalian sendiri sudah di bagi dua!"

"Kami tidak akan melakukan hal itu jika keadaan yang memaksa Pak." Ucapan keberanian dari Kenan terdengar, tidak ada yang berkutip selain guru itu sendiri.

Senyap, helaan nafas terdengar sesaat setelah menatap mereka bersepuluh lamat. "Apa kalian tidak tau? kalian sama saja menjatuhkan diri sendiri."

"Ini masih ada kaitannya dengan pelaku?" Jane bertanya, membuat senyum terbit dari mulut Lelaki paruh baya itu.

"Oh--kau bertanya?" Dia nampak berpikir, "Jika kalian tidak melakukan hal seperti sekarang, mungkin tidak akan menjadi rumit."

"Jangan bertele-tele Pak." Itu suara interupsi milik Kin yang duduk di samping Claire.

"Ingat apa yang bapak katakan sebelumnya? Pelakunya ada diantara kalian." Kini itu lebih kebisikan.

Terlebih wajah keterkejutan milik Darel, Luna, Sarah, Kenan, dan Gladis kini kentara, yap, mereka baru mengetahuinya.

"Dengan itu target pencarian makin kecil bukan?" Senyum sinis milik Pak Hendrik lebih ke ejekan. Seakan sikap yang selalu dia jaga di depan umum hilang saat berhadapan dengan murid 10 besar milik HELLION ini.

"Makin kecil? Apa itu artinya-" Kalimat Vio menggantung, membuat perhatian yang lain beralih menatapnya seolah menunggu jawaban.

Mereka tidak tau saja, Jika yang berhadapan dengannya adalah Wakil kepsek akan lain cerita.

"Pak! bapak ingat apa yang akan di lakukan disini? Pak Andra mengatakan untuk memberi hukuman kepada kami, apa bapak melupakannya?"

"Ah iya!" Dia menatap Vio dan Jane bergantian.

"Pelaku pasti ada di antara kalian. Bapak hanya ingin mengatakan jika sistem untuk murid lainnya akan di bubarkan, itu artinya hanya berlaku pada kalian bersepuluh."

Tercekat.

"Ah! Sama halnya, kalian akan membela diri masing-masing. Melihat sikap keras kepala kalian yang tak ingin langsung mengaku, bapak terpaksa melakukannya."

"Sebenarnya bapak tidak ingin-" Jeda, sesaat matanya menyapu pandang, lalu berhenti pada Kenan yang langsung menegang. "Tapi keadaan memaksa."

Masih tak ada yang menjawab. "Singkatnya, kelompok kalian akan di satukan begitu juga pelaksanaan misi tambahan. Tapi dalam bentuk pembelaan diri, kalian akan saling menuduh nantinya."

"Anggap saja itu sebagai hukuman. Dan Pemenang bagi si Penemu nantinya."

***

HELLION: LinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang