***Vio memilih mengambil jalan dibagian kiri. Heran, sekaligus kaget bercampur saat mobil merah persis milih Claire datang berlawanan arah. Tak sempat memutar stir, dua kendaraan itu saling bertubrukan hingga dentingan keras terdengar saat tembok menjadi sasarannya.
Vio berusaha keluar dan membalas, tapi kendaraan roda empat itu tak memberi celah saat stang kemudi dimajukan.
Satu retakan berhasil merusak kaca depan mobil milik Darel. Nafasnya tersenggal.
Senyum smirk muncul dari jendela diseberang sana.
Sialan! Jika itu benar Claire, kenapa dia melakukan itu?
Mesinnya rusak parah, kepulan asap masuk dari retakan dibagian depan, sedangkan pengemudi mobil merah itu memilih mundur dari penglihatan Vio yang sudah kewalahan. Detik berikutnya berhasil menghantam keras dengan kecepatan yang sangat cepat.
Kepalanya terbentur kuat sambil terbatuk. Tumpahan cat berserakan saat Mobil dikendarainya menghantam tembok yang bersebelahan dengan pembuangan sampah.
Pening melanda, Vio tak mampu bertahan dengan hantaman bertubi-tubi itu. Mobilnya sampai rengsok. Hingga satu hantaman lagi membuatnya kehilangan kesadaran, bersamaan percikan api yang keluar dari depan mobil.
Kenapa Claire tega?
***
Sodoran kertas yang disusun rapi dari tangan Gadis rambut tergerai itu membuat mereka terheran secara bersamaan.
Lelaki yang memakai seragam gagah milik polisi itu tersenyum lalu berucap pada Gadis dihadapannya.
"Untuk apa? Kenapa kau menyodorkan ini pada kami?" Tanyanya heran. Memperhatikan beberapa luka lebam dipipi cantik milik Gadis yang kini menunduk.
Apa dia korban kekerasan?
Atau... Depresi?
Pikir Lelaki itu heran.
"Saya ingin menyerahkan diri." Ucapan cepat, berhasil membuat ketua polisi yang duduk itu mengerjap. Bahkan kalimat lantang itu sempat mengambil perhatian pada bagian polisi wanita yang bertugas di belakang.
"Apa maksudmu?"
"Saya sudah membunuh seseorang Pak."
Masih nampak tak percaya, sekilas, Lelaki itu menatap amplop kecoklatan diatas meja yang bertuliskan 'Surat permintaan maaf, dan pengajuan diri', yang ditulis tangan dengan rapi.
"Claire Zaneta?" Tanyanya sambil mendongak tepat menatap pada netra sayu milik Gadis itu.
"Ephraim?" Kini kalimat tak percaya keluar. Singgungan tipis terbentuk dengan memar pada ujung bibir milik Claire.
Bergetar tak karuan. "Iya, dia adalah Ayah saya."
Apa ini?
Polisi yang bernametag Fahrin itu ingin berujar saat kalimat pendek menyelanya segera. "Dan orang yang sudah saya bunuh."
"Oke." Bapak itu mengangguk sekilas, bersamaan dengan hembusan nafas kecil, memperhatikan surat yang tadi diletakkan kembali di atas meja.
Tulisan rapi yang menceritakan kronologi semuanya pada satu lembaran kertas.
"Boleh saya pinjam ponselmu? Selagi menunggu untuk memeriksa apa kamu menuliskan hal benar, bapak harus menghubungi orang terdekatmu."
"Tidak perlu, Pak. Tak usah beri kebijakan, kalau perlu saya ingin dihukum mati." Ujarnya cepat, bahkan lebam di sebagian pipinya hampir tak terasa karena ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLION: Link
Mystery / Thriller(FOLLOW SEBELUM BACA) *** Persaingan untuk mendapat gelar juara, Perpindahan keluar negeri jika pencapaian nilai murid di atas luar biasa, Nilai yang dipaksa walau dari kalangan orang biasa. Mengerikan, semua di paksa untuk terlihat sempurna. Tak be...