ENAM

913 121 7
                                    

Pagi buta Gigi sudah nangkring depan rumah, cuma pekara tukang sayur. Maklum, calon emak-emak emang begini kan. Nunggu tukang sayur, ketemu para ibu-ibu, malah gibah. Sudah pantaskah jadi calon ibu anaknya Shaka ? Jelas udah cocok. Mau di liat dari ujung ke ujung juga, cocok bersanding dengan Shaka. Gigi bukan pede ya, kenyataannya aja sebenarnya.

"Woy Gi !!" Mahluk gaib yang punya status jomblo dari tahun ke tahun, kini tengah menatap Gigi keheraan. "Ngapain lo berdiri depang gerbang ? Nunggu si Sudin !?"

Bangke nih mahluk. Si Sudin satpam depan yang ganjennya naudzhubilah. Mana punya bini 3, kalah dah fakir asmara.

"Lagi nunggu mang Komar."

"Tumben ?." Iyah juga sih tumbenan Gigi ampe nungguin mang komar. "Nggak kerja ?"

"Masa kerja mulu Jum," bibir Jumi langsung monyong. Ucapan Gigi nggak salah dong. Yang salah para lelaki, titik. "Minggu kali."

"Bangga ya, libur" Jumi kalau ngucap kagak pake bismilah. Iyah dong bangga, capek kali kerja mulu. Senin ampe sabtu kerja, masa minggu juga. Kapan Gigi dapat jodohnya ? "Ikut gue yuk,"

"Mane ?"

"Moll."

"Gayaan." Jumi memamerkan muka bangga. Gini amat tetanggan sama satu mahluk spesis Jumi. "Ada acara apaan ?"

"Teman gue ulang tahun. Lo pan nganggur, mending ikut."

"Jam 7 pagi gini ?" Kepala Jumi mengangguk. Buset jam pagi gini mau liat apaan di Moll. Emang udah buka ? Udah gede juga masih aja di adain acara ulang tahun. "Nggak bisa nantian Jum ?"

"Yang punya acara si Nita, masa gue yang nentuin ?" Iyah juga sih. Jumi kalau balikin omongan Gigi, nggak ada obatnya. "Ikut kagak ?"

"Kagak dah."

"Siapa tau ketemu jodoh, Gi."

"Kagak mempan deh. Jodoh gue bang Shaka."

"Masih aja ngarep. Siapa tau jodoh lo sebenarnya lagi menata masa depan."

"Amin. Doa baik harus gue aminkan. Udah sana pergi"

"Beneran nggak mau ikut, Gi ?" Jumi kalau liat Gigi nganggur bentar aja, kayaknya nggak terima. Gigi tetap geleng kepala. Mau Jumi pake wajah melas sekalipun, nggak akan. Gigi lagi pengen leha-leha jadi kaum rebahan. Ketika Jumi sudah pergi, dapat kabar dari ibu kalau mang Komar tidak jualan. Rasanya pengen bantingin diri di lantai. Udah capek berdiri depan gerbang. Besok kalau mang Komar jualan, langsung usir.

"Bu."

"Hmm." Emaknya gayaan misterius jawabnya. Biasanya juga keluar suara toa mesjid.

"Ayah mana ?"

"Paling ketemu warga." Bete juga ternyata. Kenapa tadi nggak ikut sama Jumi ? Tapi kalau ikut, nanti kayak kambing congek. Di sana kan, anak kuliahan satu kampus sama Jumi. Lah Gigi ? Beda level.

"Gigi ke mana ya, bu ?" Suara geplakan terdengar jelas, dari arah samping, mata ibu hampir keluar. Salahnya apa, pan nanya.

"Diem aja di rumah. Malah nanya ibu."

"Yaudah." Di suruh diam, ya mau. Gigi memang di ciptakan untuk menjadi kaum rebahan. Anak sekolah mana bisa rebahan, paling maen game. Apa ke rumah abangnya aja ? Siapa tau ada Shaka. Tapi, masa iyah Shaka nangkringnya di rumah Ray. Sekali-kali di caffe atau mall. Apalagi ada anak. Ah ngapain coba mikirin pekara Shaka nongkrongnya. Dia punya anak, sudah jelas akan sibuk urus anaknya.

"Bu, Gigi main ya ?"

"Jam 5 udah ada di rumah."

"Siap bu komandan." Gampang banget jadi Gigi, tinggal mandi lalu ganti baju. Selesai deh. Baiklah, waktunya cari jodoh. Gigi bukan perempuan gampang ya, main sembarang cari jodoh. Ini adalah Anggi, perempuan yang cantiknya kebangetan. Iyah tau percaya diri ketinggian.

ANGGI MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang