Gigi masih berdiam diri di dalam mobil. Ya, hari ini Gigi terpaksa bawa mobil. Motor yang sering menemaninya, kini berakhir di bengkel. Entah penyakit apa yang merasuki motor Gigi. Kata ayahnya, harus ganti oli, ganti ban, ganti kaca spion.
"Gue males kerja asli." Katanya dengan nada merengek. Gigi membenturkan kening pada dashboard mobil. Nafasnya berkali-kali tak beraturan.
"Bismillah cepat kaya." Gigi merapikan rambut, lalu ngaca. Memoleskan sedikit lipstik, biar keliatan cakep kalau kata Acong. Gigi keluar, melihat sekeliling parkiran. Siapa tau ada tiga manusia, yang mengganggu Gigi. Berjalan dengan pelan, lalu seperti biasa. Bukan biasa, tapi membiasakan. Jalan dengan tenang, dan tidak melupakan heandset di telinga.
"TANTE GIGI!!" Sepertinya Gigi mendengar teriakan memangil namanya, lalu menoleh ke arah kiri dan kanan. Tidak ada siapapun, kemungkinan Gigi salah dengar. Gigi melanjutkan langkahnya, namun tepukan di pinggang membuat Gigi berhenti. Gigi membalikan badannya, melihat siapa gerangan.
Shena.
Mengapa anak ini harus ke sini di waktu yang tidak tepat. Gigi sedang menghindari yang bersangkutan dengan Shaka.
"Tante Gigi."
"Oh, hallo Shena." Gigi berjongkok, mengelus rambut Shena. "Kok ke sini?"
"Di ajak papa." Kepala Gigi mengangguk, lalu menoleh ke depan. Di mana ada Shaka dan Seira. Rasanya Gigi ingin membanting tas miliknya. Mereka terlihat sangat serasi, bahkan dari pakaian saja sama.
"Selamat pagi, pak." Gigi mengangguk tanda menyapa, pun ke Seira melakukan hal yang sama. Tak lupa dengan senyuman yang terpaksa.
"Tante Gi, sibuk sekarang."
"Iyah, maaf ya. Kerjaan tante banyak banget."
"Shena udah lama nggak di jemput tante."
"Maafin ya, susah cari waktu."
"Kamu bisa kapan aja kalau mau jemput Shena." Suara yang amat lembut di pendengaran telinga Gigi. Seira benar-benar calon ibu yang bijak. Membiarkan calon anaknya di dekati perempuan lain. Bagaimana kalau Gigi jahat, berniat merebut Shaka. Memikirkan saja membuat Gigi pusing.
"Iyah mbak, makasi." Gigi tersenyum ke arah Shena. "Tante Gigi masuk ya, mau kerja."
"Iyah. Dadah tante." Gigi mengangguk, lalu beralih menatap sepasang kekasih yang membuat hati Gigi sakit. Rasanya ingin Gigi dorong keduanya.
"Duluan pak, mbak."
Gigi menghela nafas, lalu melanjutkan langkahnya. Masuk ke dalam lift, dengan perasaan yang amat buruk. Pikirannya tidak tenang, bahkan ada rasa ingin mengamuk. Andai saja ini kantor milik Gigi, sudah Gigi pecat yang namanya Shaka.
Khayalan.
"Gi, why?" Gigi memilih duduk, Sarah sepertinya melihat keadaam Gigi tidak baik.
"Gue ketemu mereka." Kata Gigi menahan amarahnya, air mata sudah tertahan di pelupuk mata.
"Mereka? Sape dah?" Acong berdiri, jalan ke arah Gigi. Mengusap rambut milik Gigi, yang sama sekali tidak berantakan. Gigi selalu di cepol rambutnya, semenjak Shaka mematahkan hatinya.
"Shaka dan calon istrinya." Suara Gigi terdengar lemah, bahkan air mata Gigi sudah mengalir. Dimas menarik kursinya, mendekati Gigi tengah menunduk.
"Gi, lo akan baik-baik aja." Kata Dimas sembari menarik bahu Gigi agar melihatnya. Gigi menatap Sarah, yang berdiri di sampingnya. Anggukan Sarah meyakinkan Gigi bahwa dirinya akan baik-baik saja.
"Nyatanya hati gue sakit, Sar." Sarah memalingkan wajahnya, menahan amarah dan air mata. Dimas menarik tangannya dengan lunglai, lalu menatap Acong. Gigi benar-benar patah hati. Ia terlalu berharap lebih.
![](https://img.wattpad.com/cover/247658891-288-k533361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGI MAHARANI
HumorAnggi Maharani yang di kenal ceria dengan gaya cablaknya, siapa sangka harus merasakan patah hati sebelum berjuang. Menyukai atasan, adalah perjuangan yang menarik. Namun, di tengah bahagianya kala hati merasa menang, Anggi mendapatkan kenyataan yan...