Entah mengapa suasana kantor menjadi canggung, setelah mengetahui Gigi menjalin hubungan dengan atasannya. Oh Tuhan, mengapa tadi ia bertindak bodoh sekali. Andai saja bisa menahan amarahnya, Gigi rasa tidak akan menjadi seperti sekarang. Bahkan para karyawan menatap Gigi dengan terang-terangan. Siapa yang tidak penasaran dengan kekasih sang Direktur, Dimas saja masih bungkam.
"Dimas." Panggil Sarah dengan suara pelan. Gigi dan Wisnu melirik ke arah Dimas, hanya sekilas saja.
"Jangan pada ngomong sama gue." Katanya dengan wajah datar. Dimas merasa dirinya di bohongi oleh ketiga sahabatnya. Kenapa hanya dirinya yang baru mengetahui perihal kisam asmara pegawai dan bos. Ah menyebalkan, Dimas ingin segera meninggalkan kantor tersebut.
"Dimas," Dimas mendongkak ke arah Gigi, wajahnta nampak kesal. Terlihat jelas Dimas sedang marah. Gigi jadi merasa tidak enak. Lalu ia beranjak ke arah meja Dimas.
"Apa?"
"Maaf."
"Giliran udah kebongkar, minta maaf." Gerutu Dimas. Meski Dimas kesal, tangannya tetap berkerja dengan lincah. "Lo anggap gue apa sih, Gi?"
"Yaihlah Dim, gue juga nggak di kasih tau sama Gigi." Sela Wisnu, matanya menatap Gigi dengan tatapan meledek. Gigi hanya mampu menghela napas, lalu memalingkan wajah malunya.
"Serius lo, bang?"
"Menurut lo?"
"Terus, dari mana bang Wisnu tau?"
"Gelagat mereka berdua mudah terbaca. Gaya main petak umpet, tapi tidak meninggalkan jejak." Wisnu mendapatkan tatatapan kaget dari Gigi. "Apa lo? Emang gue kagak tau, tiap hari lo di antar pulang sama bos?"
Sudahlah, Gigi pasrah.
"Sarah." Panggil Dimas, kini semua menatap Sarah seperti tengah melihat maling. Sarah melirik ke arah Gigi, bibirnya tertutup rapat. "Jadi, cuma sama si Sarah lo cerita, Gi?"
"Kan, Dim--anu itu."
"Paan?"
"Dimas, gue pan udah minta maaf." Gigi menggoyangkan pundak Dimas, lalu menarik rambut Dimas karena sudah merasa bingung.
"Jangan sentuh gue, nanti bos pecat gue."
"Dimas--oke gue salah. Ya lo tau posisi gue, Dim."
"Nggak tau gue."
"Drama banget sih, Dim." Dimas menatap Sarah tak percaya. Bukannya merasa bersalah, malah kini mengejek Dimas. Benar-benar Dimas sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya. "Bang Wisnu aja santai. Makanya, peka. Lo anaknya kepo, tapi nggak pekaan."
"Lo malah ngejek gue."
"Terus gue mesti gimana?" Alis Dimas naik satu, seperti tertantang dengan omongan Sarah. "Mesti peluk lo, mohon-mohon, nangis, gitu?"
"Ya, nggak juga."
"Yaudah."
"Apanya?"
"Berhenti merajuk Dimas, udah tua."
"Sar, ya Allah. Umur gue sama lo cuma beda sebulan doang."
"Tetap aja, lo lebih tua dari gue."
Kini justru Sarah dan Dimas yang menjadi pusat perhatian Wisnu dan Gigi. Sepertinya ada yang aneh. Tidak biasanya Sarah kalem begitu di depan Dimas. Gigi memicingkan matanya, ini mencurigakan.
"Kenapa malah kalian yang berantem?" Tanya Wisnu penuh intimidasi, seolah sedang menyidang dua manusia yang tertangkap basah.
"Yaudah gue maafin, Gi." Gumam Dimas, mengabaikan pertanyaan Wisnu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGI MAHARANI
HumorAnggi Maharani yang di kenal ceria dengan gaya cablaknya, siapa sangka harus merasakan patah hati sebelum berjuang. Menyukai atasan, adalah perjuangan yang menarik. Namun, di tengah bahagianya kala hati merasa menang, Anggi mendapatkan kenyataan yan...