Setelah kejadian di restoran waktu itu, di mana bernama Raina tersebut adalah designernya. Gigi semakin pusing memikirkan rancangannya. Masalahnya, Raina selalu saja banyak alasan ketika Gigi ajak ketemu untuk membicarakan hal tersebut. Dan yang membuat Gigi menahan amarah, Raina sibuk masuķ ke kantor. Selalu dan selalu menanyakan keberadaan Edgar. Belum lagi keluar masuk ruangan Edgar. Apa wanita itu menganggur? Sampai merelakan waktu datang ke kantor. Yang bahkan dia bukan karyawannya. Kadang Gigi melihat Acong yang di dalam ruangan Edgar, atau Wita yang di dalam ruangan tersebut. Edgar juga biasa saja ketika datangnya Raina. Paling tidak, Edgar harus tegas kalau merasa terganggu.
"Katanya mantan pak bos, pas kuliah." Suara Acong sudah mulai pergibahan. Gigi makin yakin, perempuan itu sedang berusaha mengejar Edgar. Keliatan banget.
"Masa lalu dan masa depan, pak Edgar lagi ada kerjasama." Gigi memukul bahu Dimas pakai tenaganya. Mulutnya itu lho, selalu saja bikin Gigi kesal. Namun, Sarah selalu mendukung perkataan Dimas. Memang mereka berdua ini cocok kalau sampai jadian.
"Cong, lo makin banyak info setelah dekat mbak Wita." Kata Sarah secara langsung. Acong berdehem, merapikan bajunya. Gigi yang melihat Acong salah tingkah, di buat penasaran.
"Kan gue suka nanya." Katanya, dan Gigi bisa melihat itu sebuah alasan Acong. Tapi apapun itu soal Acong dan Wita, Gigi tidak mau ikutan. Asal Acong bahagia, Gigi dukung aja.
"Nah tuh, baru di omongin." Tunjuk Dimas ke arah pintu masuk. Terdapat sosok Raina sedang berjalan anggun dan senyuman yang manis. Raina memang cantik, Gigi akui itu. Tapi kalau tingkahnya seperti ini terus, Gigi lama-lama jengah juga. Tidak ada konfimasi sama sekali. Bahkan untuk diskusi aja, tidak ada.
"Edgar belum datang." Suara Wita terdengar jelas, bahkan Wita menghalangi Raina yang akan mau ke dalam ruangan Edgar. "Kuncinya di bawa Edgar."
Gigi di buat melongo dengan info yang menakjubkan. Sejak kapan Edgar mau bawa-bawa kunci? Gigi yakin, ini hanya alasan Wita. Atau mungkin memang Wita sengaja, karena kalau Gigi lihat, Wita kurang suka.
"Mau ada diskusi soal baju."
"Untuk produk baju, ada Anggi penanggung jawab. Silahkan." Gigi langsung duduk tenang, kala mendengar suara ketukan sepatu. Raina mengetuk meja Gigi, lalu keduanya saling menatap.
"Di ruang rapat, diskusi baju." Gigi mengangguk, lalu beranjak mengikuti langkah Raina. Memang lama-lama risih juga. Sudah lebih dari dua minggu Gigi melihat tingkah Raina. Gigi yang tidak mau tau, hanya mendengar desas desus kalau Raina pacar Edgar.
"Untuk jas pria, saya gambar kantong di dalamnya. Cukup bagus."
"Edgar lebih suka kantong di luar." Kepala Gigi mendongkak, amarahnya sudah di ubun-ubun. Sekalinya diskusi, ada nama Edgar yang terselip.
"Ini permintaan dari mbak Seira, bukan untuk Edgar."
Keduanya adu tatap, dan Gigi tidak melepaskan tatapannya. Gigi ingin tau, seberapa kuatnya wanita ini menghadapi Gigi. Gigi melihat Raina salah tingkah.
"Oke." Gigi melanjutkan penjelasan untuk mengenai baju yang khusus untuk perempuan. Dan Raina hanya mengangguk, tidak ada komentar apapun. Matanya menatap pergelangan Gigi, seperti tidak asing dengan jam tangan milik Gigi.
"Jam tangan kamu."
"Oh, ini." Gigi mengusap jam tangan tersebut, senyumannya muncul dari sudut bibir. "Dua hari yang lalu, ada di meja saya. Karena nggak ada yang mengaku, berarti punya saya."
Raina mengepalkan tangannya di bawah meja. Raina ingat, itu jam yang di beli Edgar. Saat itu Raina tidak sengaja melihat Edgar di mall, dan ternyata sedang membeli jam tangan. Raina pikir untuk adik-adiknya, maka ia tak berani bertanya perihal jam. Dan ternyata untuk karyawan yang bernama Anggi Maharani, biasa di panggil Gigi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGI MAHARANI
HumorAnggi Maharani yang di kenal ceria dengan gaya cablaknya, siapa sangka harus merasakan patah hati sebelum berjuang. Menyukai atasan, adalah perjuangan yang menarik. Namun, di tengah bahagianya kala hati merasa menang, Anggi mendapatkan kenyataan yan...