SEPULUH

713 110 4
                                    

Divisi pemasaran seperti biasa beraktivitas. Lain hal dengan Acong yang masih keheranan. Pasalnya, Dimas dan Sarah santai saja tidak melihat sosok Anggi Maharani.

"Sarah." Suara atasan mereka, laki-laki yang di sukai oleh sahabatnya, yakni Anggi mahrani.

"Ya pak?"

"Berkasnya kamu yang antar?" Kepala Sarah mengangguk, menampilkan raut wajah ramah. "Gigi?"

"Oh maaf pak, saya belum memberitau. Gigi izin ada keperluan keluarga, sudah di acc pihak HRD."

"Makanya semalam kamu yang antar?"

"Iyah pak."

"Oke, makasi." Setelahnya Shaka melenggang pergi meninggalkan mereka. Acong berbalik, menarik kursi Sarah agar menghadap ke arahnya.

"Gue perhatiin kalian santai banget Gigi nggak masuk. Jelasin."

"Jam makan siang gue jelasin, kerja Cong." Acong menatap Dimas yang kini tengah melihat ke arahnya. Raut wajah Dimas sendu, ini seperti bukan Dimas. Apa yang terjadi? Itu yang ada di benak Acong. Kalau di perhatikan antara Sarah dan Dimas, sepertinya mereka tidak ada masalah. Dimas jarang memperlihatkan wajah menyedihkan, tapi kali ini Acong bisa merasakan pedihnya tatapan Dimas.

"Gue harap lo bisa jaga rahasia ini, Cong." Ketiga sahabat Gigi memilih makan di Restoran terdekat, daripada kantin. Sejak tadi Acong memilih diam. Selesai Sarah menjelaskan, Acong belum ada tanda-tanda bersuara. Hanya helaan nafas dan suara sendok.

"Gue merasa jahat sebagai sahabat Gigi." Dimas menepuk bahu Acong, meyakinkan semua akan baik-baik saja. "Gue selalu semangatin Gigi buat deketin pak Shaka, ternyata malah melukai hati Gigi."

"Takdir manusia nggak ada yang tau, Cong." Kata Dimas memberikan semangat pada Acong. "Kita biarkan Gigi tenang dulu, baru kita hibur dia."

Acong memilih memainkan ponselnya, daripada makan siang. Rasanya ada yang beda. Padahal Acong paling senang kalau Gigi tidak masuk, bisa mengejek Gigi.

"Assallamuallaikum. Hallo teman-teman, gue Anggi Maharani si cantik penuh warna-warni. Ini no cat, no edit. Bentar, gue lagi make sandal."

"Gigi ngvlog?" Tanya Sarah yang tadinya memilih makan. Dimas dan Sarah membuka ponsel, melihat akun youtube Gigi, memang baru saja uploud video baru.

"Jadi, ibu nyuruh gue beliin sasa alias mecin. Nah, berhubung di warung nggak ada, gue otewe supermarket. Iyah gue lagi nggak kerja, ada acara di rumah."

"Dia sedang menghibur diri tanpa memperlihatkan lukanya." Suara Acong tiba-tiba terdengar lemah. Sarah hanya bisa menghela nafas, lalu beranjak berdiri untuk segera ke kantor. Sayang, tatapannya terpaku pada tiga manusia yang kini terlihat bahagia.

"Itu yang namanya Seira?" Tanya Acong, Dimas yang mendengar segera berdiri. Terlihat sekali atasan mereka, kini tengah bahagia bersama anak dan calon istrinya. Acong mengepalkan tangannya, ingin sekali menonjok wajah milik Shaka. Dimas yang memahami situasi semakin panas, menarik tangan Acong dan Sarah. Bisa bahaya kalau ada peperangan antara bos dan bawahannya.

"Gi," Jumi masuk ke dalam kamar milik Gigi. Tampaknya Gigi tengah sibuk dengan edit video. Katanya tadi ngvlog, no cat, no edit.

"Nggak, ngajar lo?"

"Capek." Gigi menoleh, memukul kepala Jumi pakai pulpen. "Ya gimana ya, gue pusing ngadepin Dosen."

Jumi menatap Gigi masih serius mengedit video. Rasanya Jumi ingin sekali menghajar yang namanya Shaka. Gigi selalu semangat menceritakan sosok Shaka. Ya, memang salah Gigi yang terlalu berharap pada Shaka. Memberikan celah hatinya, berniat menyembuhkan luka. Namun bukan kesembuhan Gigi terima, melainkan luka semakin dalam.

ANGGI MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang