TIGA BELAS

707 102 5
                                    

Mereke berempat tengah berdiri melihat orang-orang yang kini berlalu-lalang. Dimas dan Acong masih santai duduk. Dan Gigi, tentu saja sibuk main ponsel. Sarah jangan di tanya, masih tidur nyender di pundak Dimas.

"Udah pesen Taxi?" Ketiganya menggeleng, dan Gigi siap meledak, mengeluarkan semburan api lahar panas. "Dari tadi, ngapain?"

"Sabar Gi, marah mulu." Kata Acong menggibas-gibas tangan di depan Gigi. "Gue pesenin."

"Yaudah cepetan. Gue mau cari minum." Teman-teman Gigi hanya mengangguk, lalu Gigi pergi begitu saja. Sebenarnya dari tadi haus, namun Gigi fikir bakal langsung pulang. Ternyata ketiga temannya memilih duduk enak-enakan dulu. Setelah mendapatkan minumnya, Gigi segera kembali ke tempat di mana para sahabatnya. Karena Gigi tidak fokus saat jalan, Gigi sampai menabrak orang.

"Eh, maaf." Gigi membantu orang tersebut, membangunkan koper orang itu."Sekali lagi, maaf mas, saya---

"Gi?"

Edgar

Wajah Gigi terlihat kaget, dan belum lagi nafasnya mendadak berhenti. Dari sekian banyak tempat, mengapa harus di Bandara. Gigi merasa nafasnya sebentar lagi putus. Entah mengapa melihat tatapan Edgar, Gigi seperti tengah tercyduk berbohong. Padahal Gigi tidak dekat dengan Edgar. Bahkan hanya Gigi kemungkinan yang menganggap Edgar sahabatnya.

"Gigi?" Sekali lagi suara Edgar terdengar horor di telinga Gigi. Merasa gugup, Gigi menunduk, memejamkan matanya. Berharap ketika matanya terbuka, ini hanyalah mimpi. "Kenapa?"

"Yah?" Gigi linglung, melirik ke seluruh tempat. Bukan mimpi ternyata. "Oh, anu--itu-- maaf."

"Heem." Gigi menghela nafas dengan tenang. "Ngapain di Bandara?"

"Itu-- anu tadi--

"Gigi!!" Mampus suara Acong dari arah belakang. Gigi berbalik badan, cengiran khas Gigi terlihat jelas di mata Acong. "Lo beli minuman di mana? Turki? Lama banget."

"Sabar anjir."

"Cepetan. Taxi udah nungguin."

"Oh, oke. Gue semobil sama siapa?"

"Dih gaya." Mata Gigi kedap-kedip. Maksud Acong apa coba. "Ya, kita berempat lah."

"Berempat!?" Suara Gigi terdengar keras. "Kagak waras kalian. Kita ini bukan bocah esde. Ini badan segede ember semua, mau satu mobil."

"Ngirit Gigi." Suara Sarah dari belakang berjalan ke arah mereka.

"Dah Gi, terima aja. Ini ide Sarah." Kata Dimas, Gigi menatap Sarah dengan kesal. Yang di tatap hanya menampilkan raut wajah santai.

"Gigi sama saya." Suara Edgar membuyarkan pendramaan keempat manusia. "Searah."

"Nah tuh Gi, lo di tawarin sama kelayen pak Shaka." Suara Acong seperti memberikan lampu ijo. Gigi, mutar bola mata jengah.

"Makasi sebelumnya, tapi saya bareng teman-teman aja." Gigi memaksakan senyuman pada Edgar, menunduk pamit pulang duluan. "Ayo hoy!! Pada bengong."

Gigi menarik koper miliknya, membiarkan Edgar diam mematung. Bahkan Gigi tidak menoleh sekalipun. Rasanya Gigi tengah membentengi tembok yang tinggi.

"Gi, elah gengsi. Coba tadi lo mau di ajak sama pak Edgar." Suara Acong, duduk di samping pengemudi. Sarah di tengah, Dimas sebelah kiri. Gigi tentunya di sebelah kanan.

"Tau diri kenapa sih, Cong!?" Jawab Gigi dengan nada kesal. Bahkan Gigi menggeplak bahu Acong. Tidak keras, namun terdengar suara geplakan.

"Nggak jaman pake tau diri. Jamannya mumpung ada kesempatan."

ANGGI MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang