TUJUH BELAS

790 108 16
                                    

"Ngapain?" Gigi terlonjak kaget, tangannya beberapa kali mengusap dada. Andai saja bukan atasan, sudah Gigi cemplungin ke Danau.

"Pake permisi."

"Ngapain dari tadi ngomong di hape?"

"Ini lagi live bapak Edgar."

"Live?"

"Jangan bilang nggak tau live yutub?"

"Memang."

"Astaghfirullah." Edgar menoleh, menatap Gigi dengan tatapan datar. Apa harus istighfar segala? "Selama ini hidup di mana?"

"Bumi."

"Masa nggak tau live yutub?"

"Mau bikinin yutub?" Gigi menghela nafas kesal. Untung saja jam istirahat, jadi agak berani Gigi ngobrol dengan Edgar. Coba jam kerja, bisa menyebar gosip dadakan. "Bisa?"

"Sini ponselnya." Edgar menyerahkan ponsel miliknya ke tangan Gigi. "Kata sandi."

"Limanya, tujuh kali." Gigi menatap Edgar tidak percaya, sandi handphone yang aneh. "Kenapa?"

"Nggak." Gigi memainkan ponsel Edgar dengan cekatan, tanpa menyadari kehadiran Edgar masuk ke dalam live yotubenya. Seketika penonton ramai, banyak yang berkomentar soal Edgar. Edgar hanya berdiri di belakang Gigi, sembari melihat Gigi memainkan ponselnya. Sama sekali keduanya tidak menyadari para penonton youtube.

Edgar menerima ponsel miliknya, dan mendapatkan penjelasan cara memainkan Youtube. Dengan patuh, Edgar menganggukan kepalanya.

"Oke, makasi." Dan Gigi hanya terbengong melihat tingkah laku Edgar. Matanya masih menatap Edgar berjalan ke arah ruangannya. Itu beneran Edgar si tengil pada jaman sekolah? Gigi rasa, Edgar kemungkinan kena amnesia. Setau Gigi, Edgar tidak akan ketinggalan teknologi canggih setiap jamannya. Anaknya juga bergaul. Pusing mikirin Edgar, sampai Gigi baru menyadari live youtubenya.

"Astaghfirullah." Gigi membaca komenean yang nonton. Dari sekian banyak penonton, yang jadi pembahasan mereka adalah sosok laki-laki yang katanya tadi berdiri di belakang Gigi. "Mampus gue."

Segera Gigi mematikan live Youtubenya. Matanya menatap ke arah ruangan Edgar. Tampaknya manusia satu itu tengah sibuk dengan ponselnya. Benar-benar di luar dugaan Gigi.

"Makan apaan lo?" Suara Sarah terdengar dari arah samping. Gigi menatap seluruh ruangan. Ternyata, beberapa sudah kembali dari kantin.

"Pancong." Sarah hanya mengangguk, lalu kembali dengan kerjaannya. Gigi masih setia menatap ruangan Edgar. Masih menjadi misteri dengan sikap Edgar. Apa dulu karena mereka tidak dekat, sampai Gigi tidak mengenal sikap Edgar.

Lama Gigi memperhatikan ruangan Edgar, saat itu juga mata Edgar menatap Gigi. Tatapan keduanya bertabrakan hingga Gigi salah tingkah menahan malu. Gigi memalingkan wajahnya, menunduk di balik komputer.

"Memalukan." Gumam Gigi mengusap dadanya.

"Kerja Anggi Maharani, jangan tidur." Mengapa suara Dimas terdengar sedikit aneh? Apa hanya perasaan Gigi saja? Sarah sudah menyikut lengan Gigi, namun Gigi masih setia menyembunyikan rasa malu.

"Gigi," suara Sarah juga terdengar bisik-bisik, apa ada sesuatu mengejutkan. Gigi mengangkat kepalanya, matanya masih merem. Dan kelakuan Gigi ini, menjadi tontonan para karyawan. Sarah sudah tidak tahan ingin menggeplak Gigi. Acong hanya memutar bola matanya, menahan tawa. Dimas diam-diam memperhatikan tatapan Edgar. Suara Edgar memang sedikit lembut, itu yang Dimas dengar.

"Pak Edgar?" Gigi menahan nafas susah payah, lalu menatap Dimas seolah bertanya suara tadi. Dimas mengangkat bahu acuh.

"Kalau kamu ngantuk, diam di rumah. Kantor buat kerja, bukan buat tidur."

ANGGI MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang