DUA PULUH SEMBILAN

755 102 4
                                    

Melihat Gigi biasa saja, membuat Edgar sedikit penasaran. Padahal, kemaren susananya tegang. Bahkan Edgar memilih untuk keluar dari rumah Gigi, karena tidak mau ikut campur dalam masalah keluarga Gigi. Sedikit tau dari Elang, kalau Gigi anaknya jarang terlihat sedih. Lihat, sekarang saja dia masih lincah mengangguk-angguk kepala. Jangan lupakan di kupingnya. Mulutnya sibuk mengunyah makanan yang di bawakan Wisnu.

"Kagak sakit mata apa? Di liatin mulu."

"Kemaren kalian ke mana?" Edgar berbalik badan  menatap manusia yang kini sedang menatapnya juga. Tatapan Edgar terlihat intens, seperti tengah mengancam pelaku.

"Kalian siapa?" Edgar menatap malas pada Wisnu yang sedang duduk santai di soffa. Udah tua, masih saja pura-pura lupa.

"Kamu dan Wita, memangnya saya tidak tau?"

"Anjay, jadi paparazi lo."

"Gigi yang melihatnya."

"Anjir!!" Teriak Wisnu histeris. Bahkan Wisnu berdiri tegak, menatap keluar ruangan. Kalau Gigi sudah curiga, apalagi sampe melihatnya, percayalah sampe akarnya di cari. Wisnu merapalkan doa, takut Gigi langsung bertanya.

"Kenapa kamu kayak cacingan ?"

"Ini lebih dari cacingan, Ed." Alis Edgar naik satu, kerutan di dahi tercetak jelas. "Kalau seorang Anggi Maharani sudah menemukan bukti seupil aja, bisa di cari sampe akar."

"Yaudah, kamu tinggal jujur sama mereka. Selesai."

"Kagak gitu konsepnya Edgar."

"Lalu?"

"Tau ah." Wajah Edgar melongo, melihat tingkah asistennya. Percintaan Wisnu sangat ruwet memang. Lalu mata Edgar menemukan wajah Gigi tengah menatapnya. Keduanya tersenyum bersamaan, terlihat jelas menampakan kebahagiaan. Edgar memutuskan tatapannya, segera kembali kerja, dan fokus. Makin lama melihat Gigi, Edgar semakin susah untuk fokus.

Bucin

"Bang Wsinu, kemaren gue nggak liat mobil lo." Kata Dimas penuh selidik. Kali ini bukan hanya Gigi yang sudah melihatnya, nampaknya Dimas juga curiga. "Gue juga kagak liat lo pulang duluan."

"Gue kemaren naik mobil pak bos." Kepala Gigi mendongkak, menatap Wisnu dengan tatapan membunuh. Bagaimana ceritanya Wisnu bareng Edgar? Padahal yang sedang dengan Edgar, Gigi.

"Jadi, kemaren lo pulang sama siapa?" Bisik Sarah, matanya tetap ke arah Wisnu. Makin lama Wisnu memang mencurigakan. Tidak seperti biasanya yang suka menindas mereka dengan perkataan yang menyakitkan

"Edgar."

"Itu bang Wisnu bilang, dia pulang bareng Edgar."

"Lo percaya?" Kini Sarah duduk tegak, menatap Wisnu dan Gigi bergantian. Kalau soal Gigi, Sarah sudah mengetahuinya. Wisnu, laki-laki yang tak muda lagi ini, memiliki rahasia yang besar. Harus Sarah cari tau.

"Kalau bang Wisnu bareng pak Edgar, otomatis dia tau antara lo sama pak bos."

"Jadi?" Ujar Gigi dengan tatapan penuh arti. Sarah mencernai semua ucapan dan perkataan Wisnu. Matanya nampak terlihat berbinar menemukan jawabannya.

"Kuncinya memang lo, Gi." Gigi terkekeh, menoyor kening Sarah dengan pelan. "Siapa?"

"Mbak Wita."

"ANJIIR!!!" Teriak Sarah dengan tangan menggebrak meja, mendapatkan penuh perhatian dari orang-orang. Bahkan Dimas berjalan ke arah, Sarah. Tangannya mengusap punggung Sarah, mencoba untuk menenangkan. Gigi membenturkan kepalanya di meja, menahan malu melihat rasa kagetnya Sarah.

"Sarah, kamu sakit?" Suara Wita yang nampak jelas di telinga Gigi. Jangankan Sarah, Gigi juga ikut menatap Wita dan Wisnu bergantian. Memang terlihat jelas wajah keduanya seperti menyembunyikan hubungan mereka.

ANGGI MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang