Tunangan, Malas

747 177 5
                                    

Tunangan Malas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tunangan Malas

Ara terdiam, menatap Adam dengan tidak percaya. "Kamu jahat, nak!" Jerit Ara hampir terjatuh di lantai. Untungnya, Anas cepat bertindak dan menompang tubuh sahabatnya itu.

"Kamu tega mama enggak dapet cucu! Lagian, emang apa kurangnya Rosa ?" Tanya Ara emosi. "Rosa gampang dijaga, cantik lagi, terus... Kenapa kamu jaga dia selama ini ?!"

"Ya, kalau tau tante enggak maksa kamu saat itu, Dam," ucap Anas, menambah-nambah dan ikut putus asa.

"Papa sama papa Rosa udah dekat tau." Arif menjabat pundak Akbar dengan ramah, menatap Adam dengan raut wajah memohon. "Kamu tunangan, ya, Dam—"

"Tapi Rosa dan aku baru berusia 18 tahun, ma, pa—"

"Aduh mace ko urus susah gitu, lah kasihanilah mace Rosa dan mace ko," bela Rika, tidak tega. "Aduh ini tunangan juga, kan ?"

"Iya, dam," lanjut Ara, terdengar pasrah. "Ini tunangan juga..., Kalau usia kalian udah 20 tahun, kalian yang tentukan deh."

"Kamu enggak masalah kan ?—" Adam hendak mengetahui pendapat Rosa. Tapi cewek itu kelihatannya santai-santai aja. Bahkan entah darimana, cewek itu sudah punya tiga sate di tangannya. Ok, sebagai orang waras, kayaknya gue yang harus putuskan, pikir Adam.

"Ok, tapi cuma tunangan doang!" Tegas Adam.

Sontak membuat Ara, Anas dan Rika saling berpelukan. Mereka berteriak bahagia sembari melompat-lompat di panggung.

"Syukur jadi!" Teriak Ara tidak tau malu. Semua orang yang hadir bahkan memandangnya dengan lirikan kebingungan.

"Sah!" Tambah Anas.

"Hore!" Seru Rika, memberi selamat. "Mace udah jadi mertua! Semoga bahagia sentosa mace—"

"Eitss..., Gue sama Rosa cuma tunangan doang!" Ucap Adam, menggulang kalimatnya.

Sementara itu, Rika hanya bisa membalas dengan pukulan pundak akrab. "Aduh, Adam! Ko jangan malu-malu lah, kan kita juga jadi adik ipar—"

"Ha ?"

"Iya, memang Rika dari Papua. Tapi Rika itu saudara jauhnya Rosa. Mama Rosa saudara sama mama beta, lah," jelasnya.

"Gitu, ya ?"

"Iya, jadi kalau Adam macam-macam bikin Rosa. Saya, Rika, saudara Rosa dari papua sampai seluruh suku terpaksa angkat pedang!" Ancam Rika.

Mau tidak mau, Adam terpaksa hanya bisa mengangkat kepala dan tersenyum ragu. "Rosa enggak baik gitu kok," cibit Adam pelan.

Merasa kehilangan pandangan terhadap cewek malas, Adam melirik kearah Rosa dari jauh. Cewek itu biasa aja. Bahkan tidak merona malu seperti cewek biasanya. Tapi ini juga cuma tunangan kali, Dam! Elo semalu ini di depan Rosa ? Oh, ya gimana kalau elo betulan jadi suami— pikiran sinting Adam seketika hilang saat paman Frans dan bibi Frida justru mendatangi Rosa.

Khawatir, Adam terpaksa menghampiri Rosa dan menggandeng tangan cewek itu. Seperti mereka benar-benar pasangan yang akan menikah.

"Wah, kamu udah besar, ya!" Puji paman Frans, melirik setengah kearah Rosa yang tidak peduli. "Ini tunangan kamu ?"

Adam mengangguk ramah, menggandeng tangan Rosa dengan erat. "Iya, paman.
Rosa istimewa banget, sampai mama dan papa milih Rosa jadi menantu."

"Lah Rosa kayak cewek biasa aja kok," sela bibi Frida. "Cantiknya pas-pasan, kayaknya juga bukan cewek baik-baik. Apalagi, kelihatan enggak sederajat gitu—"

"Tante!" Adam tersenyum tipis, mencoba terdengar tidak membentak. "Rosa itu pilihan Adam. Bagi Adam, Rosa itu cewek luar biasa. Cantiknya biasa aja, tapi tidak berlebihan dan norak. Rosa bukan orang baik, dia antagonis. Karena itu, yang membuat Adam selalu tertarik dengan Rosa," jelasnya.

"Tapi dia bukan cewek hebat, dam! Kamu kenapa enggak sama Queen aja yang waktu itu tante kenalin kamu—"

"Ahh, cewek itu enggak menarik sama sekali, tante. Benar, Rosa Novita Ass, istri saya itu menarik, ia berubah sifat dan tidak pernah membosankan." Adam tanpa peduli langsung memeluk pundak Rosa mendekat, lalu tersenyum ramah di hadapan Frida. "Saya menyukainya karena dia Rosa!"

"Aduh perusak rumah tangga orang, yah." Ara tanpa sengaja menyinggung, langsung to the point. "Tolong Frida, kalau kamu mau nyinggung istri anak saya langsung bicara sama saya. Saya saja bahkan mengakui Rosa jadi menantu. Tapi kok kamu enggak terima ?"

Frida tidak berkutip, ia hanya bisa berwajah kesal. Melirik Rosa pelan, Frida sama sekali tidak tahu apa kelebihan cewek itu.

"Enggak tau sama otak kali deh—"

"Frida Asria Anie, bibi dari Adam. Belajar di Inggris sekitar 2 tahun. Pekerjaan seorang pengusaha terkenal. Bertemu suaminya di Seoul, sepertinya musim dingin saat itu," jelas Rosa membuka mulut. "Akhirnya jatuh cinta. Sempat ditentang, namun menikah. Bukankah itu sama dengan saya, bibi Frida Asria Anie ?"

Frida bungkam. Paman Frans menepuk tangan, terkekeh pelan. "Kamu diam-diam menyembunyikan pengetahuan, Rosa. Benar-benar, menantu menarik," ucapnya. "Tapi apa kamu benar-benar beta sama Adam, Ros ? Dia kan tukang ngantuk—"

"Paman ?" Adam mengedip mata, menyuruh bungkam. Sayangnya, paman Frans sepertinya suka keceplosan saat berbicara.

"Nih anak diputusin ribuan kali karena suka ngatur ceweknya," akui Frans, tertawa keras.

"Enggak masalah, paman. Saya suka diatur karena saya pemalas," ujar Rosa jujur. "Kadang Adam menggendong saya, memindahkan dari tempat ke tempat lain, terus mulutnya selalu berkoceh dan mengatakan saya malas. Bosan sih, tapi saya suka."

Dengan pandangan terpaksa, Rosa melirik Adam sembari tersenyum paksa. "Saya suka dia gitu. Karena seadainnya dia bukan tukang atur, saya sudah tidak terurus lagi."

Frans menatap dengan tidak percaya. Tapi pada akhirnya, ia menepuk pundak Adam dengan keras sembari berbisik kearahnya. "Kamu kalau enggak jaga Rosa baik-baik, paman pukulin nanti, ya. Soalnya, Rosa enggak seperti cewek lain. Dia jujur jadi pasangan," bisiknya.

"Iya deh, bibi restui." Frida pasrah, ia menyerah. Apa yang ia lihat ternyata tidak seburuk yang dibayangkannya. Diam dan malas, jelas cewek itu dua kali lebih pintar darinya.

Setelah berbicara cukup lama, Rosa memberi aba-aba kearah Adam dengan pandangan wajah bosan. "Tadi akting elo luar biasa banget, dam," sindir Rosa. "Tapi gue lebih hebat sih."

Adam menghela napas pelan, ia tahu apa maksud sindiran cewek itu. "Elo mau tidur dimana ?"

"Kok lo tau ?"

"Di lantai, boleh ?" Rosa melirik sedikit kearah lantai yang cukup bersih bagi cewek itu. Sontak Adam geleng kepala.

"Elo mau ditendang ?"

"Enggak apa-apa sih," keluh Rosa. "Kan gue bisa jadi kain pel berjalan di lantai—"

"Enggak boleh, tau!" Bentak Adam cepat. Sama seperti sebelumnya, pikiran cewek di hadapannya ini benar-benar tidak bisa berubah. "Elo mau bikin mama dan papa lo malu ?!"

"Tahun lalu, beta sama Rosa juga tidur di lantai saat pesta dansa. Jadi, ko tidak perlu khawatir. Lantai bersih, lebih bersih dari tanah," jelas Rika, menyela.

Adam sontak dibuat pusing. Ternyata dua sepupu juga tidak beda jauh. Satu sudah sinting, tambah bego lagi. Memang ia sedang di dunia mana sih ?!

"ENGGAK!" Adam mengamuk, tidak habis pikir. "Rosa dan R-Rika, kalian berdua mending tidur di atas meja aja."

"Lebih mo saya tidur di meja daripada lantai, kah!" Serunya hendak memperagakan. Tapi tangan Rosa yang menariknya.

"Rika mending tidur di lantai aja, kan dingin toh,"

"Bego!"

Bersambung!!!

Figuran RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang