Festival Berantakan (1)

554 164 2
                                    

Festival Berantakan (1)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Festival Berantakan (1)

Setelah ujian Sekolah biasanya diadakan acara festival. Salah satunya adalah perlombaan antara kelas. Para siswa dan siswi bersaing menjadi yang terbaik, kecuali Rosa. Rosa berminat melakukan hal yang kemarin ia lakukan, bersantai di kelas. Sialnya, kali ini, ia tidak dibiarkan bermalas-malasan sebagai pemalas.

Sekarang Rosa berdiri di lapangan dengan pancaran matahari panas yang langsung mengenai tubuhnya. Benar, ia masih berwajah biasa saja. Tapi kenyataan, jika diminta pingsan, ia akan segera melakukannya. Masalahnya, tatapan Adam menyorot tajam kearahnya. Bagaimana ia bisa menghindarinya ?

"Elo yakin bawa nih anak ?" Tanya Afgar basa-basi.

"Iya, Dam!" Bela Alita, sembari menunjukkan penolakan. "Rosa enggak pernah ngikut festival ginian! Gimana kau dia pingsan nanti ?"

"Enggak, gue mau dia kena matahari hari ini," tolak Adam langsung. "Soalnya, Rosa enggak pernah bermain ginian. Apakah nih anak enggak akan kesepian di kelas—"

"Enggak akan kok," ketus Rosa cuek.

"Pokoknya, elo harus ikut!" Ucap Adam galak. "Kalau enggak, gue sita buku sit pack—"

"Elo udah buang waktu itu," jawab Rosa malas.

"K-Kalau gitu, g-gorengan lo ?—"

"Mama Ara mau ngasih gue kok!" Seru Rosa, menatap suram Adam. "Jadi ada lagi ?"

"G-Gue," sanggah Adam cepat, sebelum Rosa keluar dari lapangan. "Gue kasih elo bonus dua tahun makan gorengan, k-kalau lo bermain!"

Rosa mengangguk dengan antusias, sorotannya matanya menatap menggoda. "OK, gue hanya perlu main!"

"Elo yakin ini akan berhasil, Dam ?" Lirik Maria dengan tatapan tidak percaya.

"Gue yakin 100% kalau nih anak enggak akan goyang dan enggak berusaha 100% juga," singgung Anggie di samping Maria.

"Paling enggak, dia mau ngikut, kan," ujar Juan santai. "Kalau enggak berusaha, kan ada kalian. Apalagi, perlombaannya cuma fisik doang—"

"Enak loh ngomong gitu," ucap Maria dengan kesal. "Tapi kita juga yang usaha—"

"Eh, gue kira lo di kelas lain ?" Potong Brayen kebingungan.

Maria tersentak. "H-Ha, gue baru pindah kemarinnya."

"Elo gimana, Anggie ?" Sela Michael dalam pembicaraan, menempelkan botol air di dekat celananya. "Bukannya elo dari kelas lain—"

"G-Gue ?—" Anggie menoleh celingu, lalu mengangguk. "Gue juga pindah barusan."

"Yaudah, baguslah," ujar Dean tiba-tiba datang dari arah samping lapangan. "Soalnya, gue enggak mau lihat Rosa terluka."

"Mau lo apa ?" Tanya Adam ketus, menatap tidak suka.

"Apalagi, ini kan kelas gue juga." Balas Dean, tidak peduli. "Ah, kerja samanya mohon. Soalnya, kita kan sekelas."

"Ah, kerja sama ?" Adam menatap suram Dean sembari tersenyum tajam. "Benar, tolong kerja samanya, Dean!"

"M-Masalahnya," potong Rina, merelai perkelahian. "Di sekitar sini, a-ada santek lain. K-Kalian tolong hati-hati."

"Maksudnya ?" Tanya Michael memastikan.

"A-Ada yang mau kita kalah dalam pertandingan," ucap Rina sembari melirik sekitarnya, merasa seperti ada seseorang yang mematai tempat mereka sedari tadi. "Mereka dendam sama kita, jadi selama kalian bertarung, g-gue bantu hilangkan kutukan mereka—"

"M-Memang bisa buat kita kalah ?" Tanya Brayen terbata-bata.

Rina mengangguk. "Hn, soalnya kalau kalian kena kutukan, kalian enggak bisa serius bermain."

"Cenayangnya memang sekuat itu ?" Tanya Afgar tidak percaya.

"Tapi pokoknya, kita enggak boleh kalah!" Pekik Alita sebal. "Soalnya, masa kita kalah karena santek!"

"Siapa juga yang mau kalah ?" Ucap Juan sinis, menatap Maria bersamaan dengan Rosa. "Kalian para cewek bisa menang ?"

"Elo remein gue, ha ?!" Ucap Maria dengan nada marah, lalu menatap sinis. "Gue khawatir lo yang bawa bencana kali!"

"Gue ?" Juan tertawa. "Khawatirkan julukan lo, Maria, si ratu apa saja—"

"Elo jangan cemas deh," sewot Maria jengkel. "Soalnya, julukan lo sebagai raja lapangan enggak akan guna kalau kena santek."

Sembari sahabatnya berkelahi, Adam menoleh kearah Rosa khawatir. Sebenarnya, Adam juga tidak berminat. Tapi jika ia tidak membawa cewek di hadapannya, cewek itu tidak akan tahu kesenangan, selain bermalas-malasan.

"Gimana ? Elo tau apa yang harus lo lakukan, kan ?" Tanya Adam, mengangkat satu alisnya.

"Gue perlu jadi jenius." Rosa terkekeh pelan, lalu menatap suram lagi. "Ah, benar-benar merepotkan—"

"Memang elo segitunya enggak mau ?" Tanya Adam tidak percaya.

Rosa mengangguk pelan," hn."

"Nih... Mau, enggak ?" Tawa Dean muncul, memberikan gorengan bakara kearah Rosa, yang langsung diterimanya.

"Dean," ucap Rosa antusias. "Ternyata lo enggak sejahat itu, gue bakal sering-sering baik sama lo."

"K-Kalau gitu, berjuanglah!" Dengan wajah memerah, Dean menepuk rambut Rosa dengan ramah. Rosa hanya membalas dengan wajah maniak gorengan, kemudian tidak peduli apapun.

Sementara itu, Adam sudah naik darah melihat aksi Dean. Bergegas menyengol tangan Dean, Adam memperbaiki rambut Rosa sembari menatap Dean tajam.

"Elo berani banget pegang rambut Rosa, sialan ?!" Ucap Adam tajam dengan aura gelap yang mulai mengelingi mereka.

"Santai aja kali," ujar Dean terkekeh. "Soalnya, gue belum rebut lo."

"Kalian berdua berhenti lebay deh," sindir Anggie, melirik sahabat malangnya, yang selalu diperebutkan. "Soalnya, kalian enggak kelihatan pantas sama Rosa, tau!"

"Ayo, Rosa," ajak Anggie, merebut Rosa dari dua cowok gila yang menggilai sahabatnya ini.

"Kalau elo rebut, gue pastikan lo mati di tangan gue, Dean," ucap Adam sinis sembari mengerut dahi kesal.

"Oh, ya!" Balas Dean tajam. "Kalau gitu, gue bakal jadikan Rosa milik gue."

"Gini deh," Juan menghembus napas pelan, memasukkan permen pegang di mulutnya. "Kalau Rival rebutan satu orang, kayak di film aja mereka."

"Hei, hentikan deh!" Sewot Alita dengan malas. "Ini bukan novel romantis, tau! Berhenti rebutin satu orang pemalas. Mendingan, kalian berdua pikirin cara menang!"

"Seperti kita berdua kan, Alita, sayang," tambah Afgar memeluk pundak Alita dari belakang.

Dibalasnya Alita dengan senggol siku tajam, yang mengenai bidang dada Afgar. "Jangan bercanda, sialan!" Seru Alita, membuat Afgar tertawa pelan.

"Gue tambah suka lo gini, sayang!" Peluk Afgar lagi.

"Jauh-jauh dari gue, shittt!" Bentak Alita, menyambar lengan Afgar kasar.

"Baik, mari kita mulai sajalah pertandingannya." Michael memberi penguguman. Salahkan saja, Anggie yang mendesaknya untuk mengumumkan sejam sebelum acara sebenarnya dimulai.

"Yah, bagus, Mic!" Puji Anggie bersemangat. "Urusan OSIS selesai! Kita harus bertanding sekarang, sialan!"

Bersambung!!! Ayo dikomen dan berikan pendapat kalian tentang cerita ini!

Figuran RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang