13 |No Time for Love

59 11 14
                                    


| RYUKA |

Aku baru menyelesaikan berkas terakhir dan meregangkan badan, saat menyadari bahwa Fhou berdiri tepat di sebelah. Aku meliriknya dan ia membalas dengan senyuman yang tidak lelah diberikan setiap kali aku melihat wajah itu.

"Mau bergabung denganku berjalan di luar?"

Sejujurnya aku sangat ragu untuk menerima ajakan itu. Karena dari sekian banyak tawaran, kami selalu menghabiskan banyak waktu dan berakhir dengan diriku yang tertumpuk lebih banyak pekerjaan.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu ... berdua saja."

Ah. Ini pertama kalinya aku melihat ekspresi seperti itu. Tanpa sadar tubuh ini sudah berdiri dan menerima uluran tangannya. Aku menyadarinya, aku benar-benar lemah bila berhadapan dengannya.



***

Kami berjalan dalam diam di bukit yang sangat tenang di Riveld, tempat penambangan yang dikelola oleh keluarganya. Kami membuat basecamp di sini untuk menghindari kecurigaan dari Hopskin. Aku mulai percaya bahwa dia mulai mengetahui semua yang diam-diam sedang kami lakukan. Aku tahu cepat atau lambat masing-masing kubu akan sadar pada kelompok ini, tetapi setidaknya biarkan keabu-abuan ini menjadi kamuflase kami.

"Ehm!"

Aku yang terlalu larut dalam pikiran sama sekali tidak menyadari genggaman yang terlepas dan meninggalkannya seorang diri beberapa langkah di belakangku.

"Ma—"

Tanpa memberiku waktu untuk berbicara Fhou mengeluarkan kotak kecil dari saku dan kemudian berlutut di hadapanku.

Aku sangat terkejut, semua tentang dirinya bagai percik kembang api, tidak ada yang bisa kutebak. Satu sisinya dapat terasa bagai sinar mentari pagi yang sangat lembut dan hangat. Namun, di saat yang sama setiap sentuhannya memberikan sensasi menyengat yang dingin. Ia selalu menggelitik telingaku dengan bisikan kalimat-kalimat indah. Namun, di saat yang sama ia juga yang mengaum lebih ganas dibandingkan siapapun untuk mengakhiri perang ini. Dekapannya dapat terasa begitu kokoh bagai tembok besar yang melindungi kota, aman dan nyaman, tetapi di saat yang sama ia pun bagai bola kaca yang sangat rapuh.

Seperti saat ini.

Ia memandangku dengan ekspresi seakan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk momen seperti ini. Aku tidak mengerti. Memangnya sudah berapa lama kita menghabiskan waktu bersama hingga dia masih meragukan diriku. Harusnya dia tahu.

Aku sangat lemah pada dirimu, Fhou.



Ia memulai dengan menghela napas panjang, "Hhhhhh ..."

"M-maukah ..."

Dia sempat menundukkan kepala sambil menahan semua perasaan. Aku masih terdiam, memberikan waktu kepadanya.

Lalu dalam satu hentakan kuat kembali menghadapkan wajahnya kepadaku, penuh dengan rona merah pada pipi hingga telinga.

"Maukah kau menghabiskan waktu hidupmu denganku selamanya?"

"Iya," jawabku.

Tanpa sedikitpun berpikir, tanpa sedikitpun keraguan.

Dia memandangku dengan ekspresi lega, seakan baru saja diberikan kesempatan untuk hidup kembali. Kedua manik coklat lembut itu berkelip akibat air mata yang menggenang. Aku meraih kedua tangan yang selama ini menggenggam sebuah kotak cincin berbeludru biru. Di dalamnya aku bisa melihat, sebuah cincin dengan desain yang sangat sederhana dan elegan, dimana permata berlian Riveld yang sangat terkenal terpasang di sana dengan sangat rumit. Aku tersenyum melihat bagaimana cincin ini dibentuk dengan sangat hati-hati olehnya sambil memikirkan diriku.

Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang