12 |Fierce

47 11 11
                                    


| ATSA |

"Berisik sekali kalian."

Suara itu membuat otot-otot halusku berkontraksi. Aku perlahan menoleh ke arah sumber suara dan menemukan orang terkutuk ini tepat di belakangku. Astaga, Inikah rasanya menjadi Frano Selak[1].

Orang itu lalu memiringkan kepalanya dan tentu tidak lupa dengan wajah menjengkelkan yang selalu kulihat setiap pagi di bis.

"Kenapa? Tidak pernah sadar kalau kita sebenarnya satu sekolah?" balasnya seakan menjawab semua pertanyaan yang muncul di wajahku. Dan tidak cukup dengan jawaban itu, dia mengangkat bahu untuk menunjukkan emblem sekolah kita.

Sedetik kemudian ia berlalu, tetapi belum beberapa langkah sudah menoleh kembali.

"Jadi kau tidak perlu lagi berlari ketakukan hingga sekolah. Lagi pula kita akan menuju tempat yang sama."



Aku tercengang. Itu adalah tonjokan mental paling keras yang pernah kurasa. Ini menjelaskan mengapa aku selalu enggan memprovokasinya. Emosiku berada di tengah putaran amarah dan malu. Dan sepertinya keduanya saling meredakan karena tubuhku kini diam membeku, tidak dapat memproses apapun yang baru saja terjadi.

"Kyaaaaaaa!!! Kau kenal dengannya?"

Teriakan Mar membuat seluruh tubuhku kembali terkoneksi. Aku kemudian membalas dengan memiringkan kepala.

"Itu barusan Derian Touri, kan??" Rhes kemudian menyambarku dengan cepat.

"Siapa?" Aku tidak bisa bertahan di percakapan dimana tidak ada sedikitpun yang kupahami.

"Laki-laki barusan Atsa! Seriusan kamu tidak tahu dia siapa? Dia barusan bicara sama kamu!! Kau kenal dengannya? Terus apa maksud omongannya tadi? Dia akan mengajakmu berangkat sekolah bersama? Kalian sudah sedekat itu—?"

Sebentar. Sebentar. Terlalu banyak pertanyaan. Apa saja tadi? Sejak kapan percakapan ini jadi melebar ke berangkat sekolah. Siapa yang mau berangkat sekolah dengan siapa?



Melihat mata mereka semua dipenuhi rasa penasaran, kekecewaan, dan antusias yang tinggi, aku memiliki dorongan untuk meluruskan ini semua.

"Tunggu dulu."

"Boleh aku meluruskan sesuatu. Pertama aku baru tahu kalau orang tadi punya nama."

"Tapi Ats—"

"Eits! Tunggu dulu. Aku punya perasaan kalau aku tidak meluruskan ini sekarang, kalian akan berada dalam kesalahpahaman yang penuh drama." Aku memotong Dhel dengan cepat.

"Kita kadang satu bis. Sebagai orang yang turun di tempat yang sama pasti banyak kejadian yang terjadi. Tidak sengaja menginjak kaki, menyenggol hingga terjatuh, atau menghalangi jalan karena tertidur di tempat duduk dekat lorong jalan. Jadi wajar kalau kita akan saling melemparkan kerutan satu sama lain bila bertemu selain di bis."

Semoga mereka puas dengan penjelasanku. Aku memang tidak menjelaskan semuanya karena sedikit kejujuran lebih baik dibandingkan membuka semuanya.

"Astaga ... Ternyata sudah banyak kejadian romantis yang terjadi di antara kalian?"

Entah mengapa raut wajahku berubah masam dalam seperempat detik mendengar komentar Rhes.

"Aku tidak mengerti. Apanya yang romantis dari kejadian itu?"

"Itu biasanya cara laki-laki menarik perhatian perempuan yang dia suka," jelas Mar dengan bangga.

"Argh! Aku rasa kalian salah paham, bahkan kita mencoba untuk menghindari satu sama lain. Bagaimana ... bukan, tunggu! Ini bukan hal romantis sama sekali. Percayalah!"



Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang