Aku berjalan lemas menuju tempat pemberhentian bis. Mimpi semalam sangat menguras tenaga. Semua sensasinya terlalu nyata untuk disebut mimpi, dimana aku bahkan mampu mengingat tekstur yang menyentuh kulitku. Semua indra kembali merinding saat mengingat kembali mimpi itu.Hanya mimpi. Lupakan!
Tak lama bis pun datang dan aku bersama sekitar enam orang lainnya masuk secara teratur. Aku menempelkan WristIO di IO tapper, kemudian duduk di kursi dua terdepan bersebelahan dengan bocah sekolah dasar yang sibuk bermain Donstars. Ini merupakan salah satu (di antara beberapa, yang pasti sedikit) game yang ada saat ini. Bahkan lebih jarang lagi menemukan anak kecil yang suka bermain game.
Aku pasti akan bersemangat mengajaknya berduel, tetapi kepalaku terlalu pusing untuk bermain dengannya. Aku memenuhi telinga dengan headphone merah dan memutar playlist terakhir yang kubuat. Berharap dengan lagu, pikiranku dapat mengatur segalanya seperti semula. Namun, badan ini ternyata harus lagi kalah oleh rasa kantuk. Dan tanpa sadar kesadaranku pun menghilang.
Entah berapa lama waktu berlalu, karena aku merasa seseorang menarik-narik lengan bajuku.
"Kak! Sebentar lagi sampai di tempat pemberhentianmu tuh!" begitu teriak seseorang di sebelahku.
"WAH!" Jantungku melonjak kaget.
Dengan panik aku melirik sekitar dan menemukan bangunan yang biasa kujadikan patokan untuk turun.
"Oh tidaaaaak ..." teriakku frustasi sambil mengambil tas kemudian berlari sempoyongan mendekati pintu keluar.
Aku meraih tiang penyangga untuk membantuku berdiri dengan stabil di bis yang sedang melaju cukup kencang. Sambil menunggu beberapa meter hingga sampai di tempat pemberhentian, aku mengantre di belakang murid laki-laki yang sedang sibuk dengan hpnya. Dengan postur tubuh yang cukup tinggi, perlu berjinjit untuk benar-benar bisa melihat apa yang sedang ia lakukan. Namun, sesuatu terjadi dengan cepat yang membuatku menyesali apa yang sudah kulakukan. Laki-laki itu menoleh ke belakang dan menangkapku basah.
Ini memalukan.
Aku dengan cepat memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa bersalah ini jauh dari tatapannya. Satu tatapan tajam yang terus mengiris kesadaran. Namun, dengan kendali penuh aku menoleh keluar jendela seakan sedang menunggu tempat pemberhentian. Menyerah pada kegigihanku, laki-laki itu kemudian berbalik memandang hpnya. Dimana dengan cepat rasa malu ini kembali menguasai hingga membuatku menundukkan kepala sangat dalam.
Memalukan sekali.
Bis kemudian berhenti dan beberapa orang yang sudah mengantre pun turun dari bis. Ketika kakiku menyentuh tanah, aku mendorong tubuh berlari menjauhi kerumunan.
Setelah beberapa toko kulewati, aku menguatkan diri untuk menoleh kebelakang dan—
"Wah untung tidak ada ..." ucapku lega.
Sangat lega sekali, bisa bayangkan laki-laki tadi satu arah denganku. Aku bisa dikira stalker. Sepertinya ia berbeda sekolah, baguslah.
Kemudian aku berbalik dan mulai melangkah pergi. Hari ini di mulai dengan hal-hal yang sangat tidak mendukung, membuat suasana pagi ini jadi muram saja—tidak berarti langit terlihat cerah juga hari ini. Namun, baru saja beberapa langkah berjalan, sesuatu mengetuk pikiran.
"...."
"Kenapa bocah tadi tahu aku turun di sana? Memangnya kita selalu satu bis ya?" tanpa sadar menyuarakan pertanyaan.
Mungkinkah dia naksir aku, sampai sangat perhatian kepadaku?
Baik, kuakui pikiran aku terkadang bodoh juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revolusioner [END]
Science Fiction| Fiksi Ilmiah | Petualangan | Aksi | "Aku ini masih kecil. Dan kalian memintaku untuk menyelamatkan dunia?!" "Kurasa itu sangat lucu karena harus meminta bantuan anak kecil untuk masalah sebesar ini. Apa orang dewasa sekarang sepayah itu?" Atsa Rem...