18 |Equivocate

49 10 16
                                    


| ATSA |

Untuk seseorang yang baru sekali berada di tempat ini, aku bergerak cepat menelusuri setiap belokan. Hippocampus benar-benar bekerja sangat keras menyimpan semua informasi ini. Aku dengan gesit menghindari berbagai orang yang menghalangi. Ketika pintu yang menjadi tujuanku tertangkap dalam pandangan, kupercepat langkah dan dengan satu dorongan kuat mendrobraknya. Di balik sana akhirnya aku mendapatkan orang yang akan menerima semua amarah ini.

"Kau siapa?!" teriakku.

"A-aku?"

Dia sempat melihatku cukup bingung pada pertanyaan yang kuajukan.

"Namaku Cheon, pemimpin peneliti—"

"Kau menggunakan microchip untuk kembali ke masa lalu!"

Entah bagaimana ia dapat melakukannya. Karena tidak mungkin bagi tubuh Ryuka untuk memiliki IO karena mustahil menyusun Jaringan Obsc tanpa adanya jaringan inti dari Kaktus Obsocore. Maka hanya microchip yang sangat masuk akal menjadi jawaban.



"...."

Bahkan pernyataan itu tidak mengubah ekspresinya sedikitpun. Sangat menunjukkan bahwa dirinya sudah memperkirakan bahwa hal ini akan terjadi. Inilah yang membuat emosi kembali bergejolak di dalam tubuhku. Hasil pemikiranku dan Gramp dimana tidak kami bagi kepada orang lain, kini digunakan seseorang untuk kembali ke masa lalu.

"Siapa kau? Bagaimana kau tahu mengenai microchip ini. Hanya ada dua orang yang tahu mengenai ini!"

"Aku dan Benka ...."

Ekspresi wajahnya kini berubah menjadi sedikit lemah. Ia menunduk sambil memberikan penjelasan dengan ragu. Sekarang dia mengakui bahwa ia mengenal Gramp. Kini sangat jelas semua orang sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Tidak ingin mendengar kelanjutan omong kosong ini, sebuah pertanyaan mengetuk pikiranku.

"Apa ...."

Kutelan perasaan mengganjal ini dengan kasar, sebelum kembali melanjutkan pertanyaanku.

"Apa alasan untuk kembali ke masa lalu?"



"...."

Setelah beberapa detik penuh kecanggungan, ia akhirnya membuka mulut.

"Karena ada orang yang ingin mengubah masa lalu."

"Dan itu salah?

Aku dengan cepat mengutarakan pertanyaanku untuk menantang penjelasannya. Akhirnya dari sekian banyak yang kulempar, satu pertanyaan ini mengubah ekspresinya. Ia dengan cepat menoleh ke arahku dan memberikan tatapan tajam.

"Kita masih baik-baik saja dengan keadaan seperti ini."

Yang benar saja?! Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Luapan emosi kini meledak keluar tanpa dapat kutahan.



"Baik-baik saja?!"

"Apa kau tau bagaimana hangatnya sinar matahari?!"

"Atau segarnya oksigen murni yang keluar dari tumbuhan hijau?!"

"Atau bagaimana lembutnya permukaan bumi? Tidak semua gersang dan sekeras beton!!"

Aku sadar emosi ini terlalu besar untuk keluar dari tubuh kecil ini. Namun, percayalah saat aku menyapu pandangan menatap setiap pasang mata, tidak ada satupun yang berani menatapku balik. Orang-orang yang dari tadi mencoba untuk membawaku keluar sekarang terdiam mendengar semua kalimat itu. Suasana sangat mencekam, seakan kesunyian ini merupakan sebuah persetujuan tidak terucap dari semua orang di sini. Orang dewasa memang sangat menyebalkan dengan pemikiran kompleks mereka. Ketika menyuarakan pendapat lebih mudah dari pada menyimpannya dengan hati-hati, mereka tetap memilih jalan tersulit.

Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang