36 |Sunshine

30 6 13
                                    


| ATSA |

Kukira aku tertidur layaknya teman-temanku yang lain. Namun, ternyata ini lebih lama dibandingkan yang kubayangkan.

Well pertama, aku merasakan rambut yang seperti benang kusut ini sudah mencapai hingga setengah lengan. Bila ingatan terakhirku tepat, ia seharusnya hanya melewati bahu sedikit, tidak sepanjang ini. Dan yang kedua, tahun di kalender sudah berlalu dua tahun. Dua tahun? Wow! Waktu yang sangat lama untuk tertidur, banyak hal yang dapat terjadi selama itu. Sangat berterima kasih kepada keluargaku yang tidak menganggap bahwa aku sudah mati dan memberikan perlengkapan medis yang sangat lengkap.

Aku mengangkat tubuh dan duduk tegak untuk melihat sisa ruangan besar ini. Ada tempat tidur bagi orang yang akan menjagaku di sisi ruangan terjauh, melihat beberapa gelas bekas seseorang yang tergeletak asal di atas meja.

Dan sisanya adalah pemandangan luar biasa yang tidak pernah terpikirkan dapat kulihat dengan mataku sendiri.



Ruangan ini terang, sangat terang. Namun, tidak ada lampu yang menyala di dalam ruangan. Karena cahaya ini berasal dari sumber paling indah yang pernah kulihat.

Benar, matahari.

Cahaya matahari membajiri setiap sudut ruangan, memberikan warna baru pada setiap benda yang kukira sudah kuhafal warnanya. Setiap sisi ruangan seperti ditanam berlian kecil yang kini tidak henti-hentinya memantul cahaya, yang membuatku sadar bagaimana selama ini aku hidup dalam kegelapan.

Jendela besar yang memenuhi dinding ini membiarkan angin berhembus menerpa tirai transparan bagai sulur indah yang menari gemulai. Angin yang berhembus kini tidak lagi membuatku menggigil, tidak pula membuat pipiku memerah. Sentuhan hangat, sehangat suhu tubuh manusia mengelus pipiku dengan lembut, membuat diriku yang paling dalam bergejolak. Aku dengan cepat menyibak selimut dan dengan penuh semangat berjalan ke arah jendela.



Sinar mentari adalah hal pertama yang menyambutku dengan kuat hingga membuat mataku sulit beradaptasi menangkap pemandangan yang ada di depan sana. Setelah beberapa detik berlalu dan sedikit demi sedikit mataku dapat membiasakan dirinya, aku kini dapat melihat semuanya.

Rerumputan, tumbuhan hijau serta pepohonan yang penuh dengan daun berbagai warna adalah pemandangan yang menyambutku dengan indah. Terlalu banyak warna baru yang belum pernah kulihat, berterbaran di rerumputan hijau. Jika ruangan ini tidak berada di lantai dua aku sudah pasti meloncati jendela ini kemudian berlari menghampirinya dan merebahkan tubuh di hamparan lembut itu. Aku bahkan mendengar suara asing yang tidak pernah kudengar selama ini. Beberapa binatang kecil saling bersahutan dengan merdu sambil berterbangan memenuhi langit.

Itukah yang kau sebut ... burung?

Bahkan langit. Oh! Astaga. Langit kini memiliki warna, tidak lagi gradasi warna abu! Terlalu banyak warna yang terlukis pada hamparan luas langit ini, hingga membutuhkan waktu bagi otakku untuk mencerna semua ini. Satu sisi langit masih memiliki warna biru dengan sedikit rona putih dari awan. Astaga! Aku tidak pernah tahu bahwa warna awan sebersih itu, selama ini awan yang kulihat memiliki rona abu gelap dengan sedikit merah bata. Dan langit perlahan berubah warna, dari biru menuju warna pink hingga orange pada tepian ujung yang lain.

Keindahan ini sangatlah luar biasa hingga dadaku seperti terperas oleh rasa senang. Tanpa kusadari air mata mengalir membasahi pipi.

"Lihat, Gion. Ini hasil dari usaha kita semua."

Ada sedikit rasa ngilu saat aku mengucapkan kalimat itu.



Aku yang terpaku melihat keindahan yang kutemukan dari balik jendela, tanpa sadar menyentuh sesuatu. Tepat di dekat jendela terdapat berbagai macam bunga segar yang di simpan pada sebuah tempat transparan. Aku ingat pernah melihat beberapa bunga ini dari masa Ryuka. Namun kini, melihatnya secara langsung terlampau memukau mataku.

Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang