30 |Tenacious

19 8 21
                                    


| CHEON |

Aku melajukan mobil pada jalur cepat di jalan raya utama. Dengan kecepatan 120 km/jam yang terus aku pertahankan, pikiranku sudah menjelajah dengan liar. Seberapa sering aku mengulang skenario yang disusun oleh Shelva dalam memanipulasi opini orang dan berlatih bersamanya, aku selalu menemukan diriku sangat ragu pada kemampuanku. Aku bukanlah dirinya, seberapa besar usahanya untuk membantuku, aku tidak yakin seni seperti itu dapat dikuasai hanya dalam satu minggu. Namun, aku juga menemukan diriku yang tidak sanggup membiarkan Madda mendapatkan akses terhadap AI. Maka, aku kembali menemukan tubuhku yang semakin menegang menahan seluruh perasaan ini dan menekan pedal gas lebih dalam hingga akhirnya mobilku sudah berada di basement City Hall.



"Hei ... Cheon ..."

Aku melirik ke arah Gramp yang cukup sempoyongan ketika keluar dari mobil.

"Ada apa Gramp?" tanyaku.

"Hei! Bagaimana bisa kau mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil membawa orang lanjut usia!"

"Bagaimana bila aku kena serangan jantung di tengah manuvermu yang gila itu!"

"Aku harus berbicara pada ayahmu mengenai izin mengemudimu."

Lihat bagaimana omelan itu sangat mirip dengan omelan lain Atsa. Aku dengan cepat mengangguk lalu menuntun Gramp menuju ruangan pertemuan, tanpa sedikitpun membiarkan omelannya menetap di telinga.



Kami datang ke City Hall dalam rombongan lima mobil dimana tidak hanya berisi beberapa dokter maupun peneliti dari Agna, tetapi aku juga membawa timku dalam rombongan ini. Felix kini berjalan sangat dekat di belakangku. Profilnya yang merupakan seorang peneliti dan memiliki kemampuan bertarung yang sangat baik, membuatnya sangat berguna di situasi dimana aku tidak boleh membawa pengawalku masuk ke dalam pertemuan.

Rombongan besar ini berjalan menuju lift, dimana beberapa pengawal sudah membiarkan pintu terbuka bagi kami bertiga. Gramp, aku dan Felix sudah berada di dalam lift yang dipenuhi dengan cermin di keempat sisi.

"Siapa tadi namamu?" tanya Gramp kepada Felix ketika pintu sudah menutup dan meninggalkan kami bertiga berada di dalam ruangan kecil ini.

"Felix, sir. Felix Seay," jawabnya sedikit gugup.

"Seay? Si tukang pukul itu?"

Pertanyaan Gramp hanya dibalas dengan bahu Felix yang terangkat dan sebuah senyum canggung.



"Andrea. Siapanya kau? Ayah? Atau kakek?" Gramp kembali bertanya.

"Kakek, sir."

"Tentu saja," balas Gramp dengan cepat.

"Tapi beliau sudah—"

"Mati, kan? Umurnya memang sangat pendek dengan perilakunya yang seperti itu."

Aku tidak percaya dia mengatakan hal ini dengan sangat santai.

"Ha ha," tawa Felix dengan canggung.

Sangat beruntung Felix berada di sini, karena aku tidak bisa membayangkan bila ini hanya aku dan Gramp. Dia layaknya Atsa memiliki kecendrungan untuk mengometari hal-hal yang tidak penting.



Aku sempat melirik Felix yang membenarkan dasi hitam pada bayangan yang muncul dari pintu lift. Melihatnya seperti ini membuatku berpikir seberapa jauh perbedaan kami berdua, ekspresinya sangat ramah bila dibandingkan dengan diriku. Aku memperhatikan alisku dan bagaimana kedua alis itu tidak pernah berhenti tertekuk. Ugh! Ucapan Atsa pagi ini benar-benar mempengaruhiku.

Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang