8 |Change

81 14 12
                                    


| RYUKA |

Aku menemukan tubuh yang cukup santai dalam waktu kosong ini, duduk tenang di kamar sambil menyicipi cemilan buatan Mrs. Gheov. Namun, sesantai apapun tubuh ini, pikiranku masih bekerja cukup intens. Sulit untuk menghindari hasrat menjijikan yang kini menjulang tinggi di balik pidato patriotisme mereka. Firasatku benar saat merasa ada sebuah emosi yang tidak terkendali setiap kali aku bertemu dengan Hopskin.

Dan seakan menambah masalah lain yang harus kupikirkan, tidak ada informasi yang kudapat mengenai laki-laki itu. Dari identitas hingga bagaimana ia bisa mendapatkan semua informasi rahasia itu, semuanya hanya membawaku pada jalan buntu. Aku percaya ia sendiri menyimpan banyak rahasia di balik senyuman itu.



"Nona sebentar lagi tamu dari Kota Penaktro akan datang. Anda diminta untuk bersiap-siap," ucap kepala pelayan.

"Ok."

Sejujurnya aku kurang peduli dengan bisnis yang dijalankan keluarga ini, kedua orang tuaku pun tidak memaksakan bisnisnya kepadaku. Sehingga tidak aneh bila aku tidak paham maksud dari pertemuan ini. Apapun itu, aku akan menjaga sikap dengan baik agar bisa cepat-cepat menyelesaikan semua ini dan kembali ke pekerjaan.

Aku siap dengan blouse beige, kulot hitam setengah betis dan hanya mengikat rambutku setengah dengan pita salem. Kuikuti iring-iringan kedua orang tuaku yang cukup bersemangat menunggu tamunya, kemudian menunggu dengan sopan di ruang perjamuan, sesuai arahan ayahku. Kusempatkan dalam hati berdoa agar semua ini cepat berlalu, mengingat masih banyak jurnal yang perlu aku periksa untuk publikasi edisi selanjutnya.



Tak lama tamu-tamu ayah sudah hadir, mendengar kegaduhan dari kedua orang tuaku. Aku menunggu dengan patuh hingga mereka semua masuk ke dalam ruang perjamuan. Ayah berjalan bersama seorang pria tua dengan wajah yang masih terlihat tegas, tetapi sudah dipenuhi dengan rambut putih serta kumis tebalnya. Aku bisa menduga bahwa itulah Tuan Denditri. Tuan Denditri datang bersama istrinya dan ... sepertinya anaknya. Oh, sepertinya aku tidak akan suka dengan pertemuan ini.

"Perkenalkan, ini Ryutsuka." Ayah langsung memotong pembicaraan tepat ketika mata kita berdua bertemu.

"Senang bertemu dengan Anda. Saya Ryutsuka Mori. Ryuka," jawabku singkat, padat dengan sedikit membungkuk lalu di akhiri dengan senyuman.



"Sesuai dengan rumornya, cantik sekali! Halo Nona Ryutsuka. Senang berkenalan dengan Anda." Pria tua itu langsung menarik dan menjabat tanganku dengan semangat.

"Denditri, Denditri Shin!" Begitulah Tuan Denditri mempernalkan diri. Namun, sedetik lalu sepertinya hatiku sempat melonjak kaget mendengar namanya. Cukup aneh.

"Perkenalkan istri saya, Kaeen Shin!"

"Ya ampun Ryuka, kau cantik sekali," jawab Nyona Kaeen dimana aku hanya tersenyum lebar membalasnya.

"Ayo, kau harus memperkenalkan diri juga!" sahut Tuan Denditri penuh semangat sambil mendorong laki-laki yang kukira anaknya, ke depanku.



Aku memang tidak dapat melihatnya dengan jelas dari kejauhan karena tidak menggunakan kacamata maupun lensa. Dan sekarang laki-laki itu ada di depanku, jujur ini membuatku sedikit terkejut. Karena orang yang masih menjadi pertanyaan akhirnya muncul dengan sendirinya di hadapanku, cukup mengesalkan karena kita harus bertemu di momen ini.

"Perkenalkan saya Refhou Shin, senang sekali bisa memperkenalkan diri saya kepada anda secara resmi sekarang," jawabnya dengan gentle. Aku kurang suka dengan pemilihan kata yang ia gunakan, benar-benar menunjukkan bahwa kita pernah bertemu.

"Oh my, kalian pernah bertemu sebelumnya?" Tentu ibu akan terpancing dengan trik semacam itu.

"Iya, kami sempat beberapa kali berpapasan di Schoemburg dan sedikit berbincang-bincang, tetapi tidak pernah sempat berkenalan."

Revolusioner [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang