【Kembali ke titik 0 jauh lebih baik daripada harus pergi ke titik buta. Yang artinya tidak saling mengenal seperti tidak pernah terjadi apa-apa.】
💬💬💬
Pukul 22.00 waktu Indonesia bagian barat. Aku berjalan menarik koper besar di bandara Soekarno-Hatta. Di sebelahku ada mami yang juga menarik koper yang sama. Hanya papi yang sibuk melakukan panggilan sejak dari rumah tadi.
Suasana hiruk pikuk bandara membuat kepalaku sedikit pening, aku kurang tidur. Akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak, ada saja pikiran yang melintas saat mata sedang terpejam. Mata terpejam namun otak berpikir, tubuh tidak akan beristirahat.
Pesawat dijadwalkan pukul 22.35 yang berarti 35 menit lagi.
Aku mengeratkan jaket di tubuh. Dinginnya malam ini rasanya sangat menggigit sampai ke tulang. Aku tidak demam, mungkin karena belum makan jadi sedikit kedinginan.
Prancis ya.
Negara yang indah, walaupun aku lebih suka tempatku sekarang.
Layar ponselku menampilkan foto kami bertiga saat festival sekolah. Ada aku, Nona, dan Hepta. Kami bertiga tertawa lebar karena melihat Deka dengan riasan badut di wajahnya. Saat itu juga Okta menekan tombol untuk mengambil gambar. Hasilnya bagus walaupun candid.
Aku akan selalu bersama mereka kan? Kenapa sekarang aku jadi takut jika kembali sendirian. Bukannya sebelum mereka hadir, aku selalu sendirian? Memesan batagor untuk dimakan sendiri di kantin, mengamati kegiatan mereka semua tanpa terlibat di dalamnya. Tapi sekarang, aku ikut jadi bagian dalam kehidupan mereka.
Aku menyeka ujung mataku yang berair. Jika aku tau rasanya akan sesesak ini bahkan hanya membayangkan kami akan berpisah, aku memilih tidak akan berdekatan dengan siapapun.
Tak kenal maka tak sayang. Lebih baik tidak kenal daripada berkenalan namun akhirnya berpisah juga.
Suara pemberitahuan sudah terdengar. Aku memasukkan ponsel ke dalam saku celanaku. Berdiri, berjalan mendekati mami dan papi.
Aku memeluk papi lebih dulu, lalu memeluk mami sedikit lebih lama.
"Vay selalu sayang kalian. Jaga diri baik-baik mami, papi. Cepat pulang."
"Mami juga selalu sayang kamu, jaga diri jangan telat makan, jangan kebanyakan begadang."
Aku tersenyum mengangguk.
"Kalo capek sekolah, bolos aja nggapapa. Bolos sehari atau dua hari ngga akan bikin kamu bodoh Vay. Papi sayang kamu. Maafin papi soal kejadian beberapa hari yang lalu." Papi mengusap puncak kepalaku penuh sayang.
Aku menggeleng cepat, "Vay paham kok pi."
Mereka berdua melambaikan tangan ke arahku, aku tersenyum lebar balas melambai. Tetap tersenyum walupun rasa kehilangan itu tetap ada. Hampa kali ini berbeda, jaraknya tidak hanya 1 atau 2 jam saja. Aku harus kuat.
"Jangan lupa makan sayang." Seru mami sekali lagi sebelum akhirnya tubuhnya benar-benar hilang di telan pintu pesawat.
Aku tertawa malu. Mami seakan takut melihatku kurus kering saat dia pulang nanti. Vay nya yang tinggal tulang belulang karena lupa makan.
Baiklah sekarang waktunya pulang dan tidur. Besok hari Minggu aku punya banyak waktu bebas untuk berdiam diri di rumah.
Tapi sayangnya waktu bebas itu tidak pernah ada.
Aku terbengong melihat Nona dan Hepta yang berdiri di depan gerbang rumahku. Sedang apa mereka berdua malam-malam seperti ini?
"Akhirnya balik juga tuan rumah!" Pekik Nona senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]
Teen FictionNamaku El. Usiaku 16 tahun. Hidupku seolah dikekang oleh penulis jahat. Berkali-kali aku bertemu dengan orang jahat di sekitarku, tidak ada satu pun yang memihakku. Aku El. Aku memiliki masa lalu yang terus membayangiku sampai sekarang. Siapa yang t...