Aku berjalan menuju gerbang sekolah setelah diturunkan oleh bus hijau langgananku di halte. Ditemani satu cup kopi hangat yang aku beli di toko roti dekat rumah.
Sekitarku sudah ramai murid-murid yang bergerombol saling berbagi berita. Ntah apa yang mereka sebarkan melalui mulut ke mulut pagi ini. Tapi mereka terlihat sangat bersemangat menceritakannya.
Asap kopi mengepul dari dalam mulut saat ku minum. Udara dingin setelah hujan semalaman membuatku ingin segelas kopi walaupun tidak baik membuka menu pagi dengan kafein.
Ada 5 orang anggota OSIS yang mencegat para murid di depan gerbang, mereka sedang melakukan kelengkapan dan kelayakan pakaian. Layak dalam artian tidak dibuat sekecil mungkin seperti seragam anak SD. Kalian pasti paham maksudku.
Aku melangkah melewati orang-orang di sana tanpa harus dihentikan. Dalam sekali tatap, mereka langsung mengerti bajuku amat rapi tanpa ada bagian yang diperkecil.
Lagipula apa enaknya memakai pakaian yang pas dengan lekuk tubuh? Menempel seperti tidak mendapat oksigen. Mungkin menurut mereka itu keren atau mungkin memang aku yang ketinggalan zaman. Aku tidak peduli.
"Iya itu si Beitha."
"Beitha mana sih? Kok gue ngga tau anaknya."
"Ihh itu loh yang suka di kantin bantuin jualan."
"Yang anak kelas 10?"
"Kok bisa ya nekat banget."
Telingaku berdiri demi mendengar nama Beitha mengudara di sepanjang koridor. Tidak satu dua siswa atau siswi yang menyebutnya, tapi hampir semua orang yang berkerumun sedang membicarakannya.
Kenapa dengan Beitha? Gadis itu bukan tipe siswi yang akan memiliki sesuatu untuk menjadi trending topic di Gelanggang. Maksudku, dia tipe gadis yang menjauhi perhatian publik.
Aku memperlambat langkahku, berusaha mendengar lebih banyak berita yang aku tidak tau menahu tentang Beitha.
"Padahal keliatannya anak polos gitu ya ngga sih."
"Lo masih percaya ekspresi muka orang? Gila, mana ada yang namanya polos sekarang ini."
"Gue penasaran berapa harganya semalam haha."
"Emang lo mau?"
"Mana tau murah kan."
Aku mengernyitkan kening setelah mendengar segerombolan laki-laki saling bercakap. Harga apa? Sebenarnya ada apa sih?
"Pagi El."
Ke mana percakapan ini menjerumus sebenarnya. Kenapa aku melewatkan banyak hal penting.
"El Valensi selamat pagi."
"Haa!" Mataku membulat saat satu tarikan pada tasku membuatku terhenyak ke belakang.
Aduh Tetra masih pagi kenapa berulah.
"Selamat pagi."
"Kenapa ngelamun? Masih pagi loh." Tetra bertanya penasaran, dia melepaskan cekalannya pada tasku.
Aku diam tidak tau harus menjawab apa.
"Lo pernah masuk club malam?"
"Lewat di depannya aja gue takut. Berabe kan kalo diculik om om."
"Hahaha ngga ada yang mau nyulik badan triplek kek lo."
"Kalo ngaca tuh pake kamera depan jangan kamera belakang!"
Aku menatap Tetra setelah dua siswi itu melewati kami. Tetra mengerutkan keningnya, mungkin dia bingung apa arti dari tatapanku.
"Itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]
Roman pour AdolescentsNamaku El. Usiaku 16 tahun. Hidupku seolah dikekang oleh penulis jahat. Berkali-kali aku bertemu dengan orang jahat di sekitarku, tidak ada satu pun yang memihakku. Aku El. Aku memiliki masa lalu yang terus membayangiku sampai sekarang. Siapa yang t...