049

5.7K 1.1K 116
                                    

Sial sial sial!

Napasku menderu seiring kakiku yang terus berlari.

Sedikit lagi aku pasti terlambat. Dan parahnya lagi ini baru hari keduaku di sekolah itu. Aku masih tidak tau hukuman apa yang nantinya akan menanti saat aku menjejakkan kaki dengan embel-embel terlambat.

Bisa tidak, semua ini aku salahkan pada Tetra?

Iya Tetra.

Aku menunggu hampir 30 menit untuk berangkat dengannya, namun setelah 30 menit menunggu tanpa hasil, Tetra menghubungiku jika dia tidak bisa berangkat bersamaku.

Menyebalkan!

Bukan karena aku tidak jadi berangkat bersamanya, tapi karena alasan konyol itu aku jadi terlambat datang ke sekolah yang letaknya amat jauh itu.

Hey! Aku tidak se-childish itu untuk marah karena Tetra membatalkan berangkat bersama ke sekolah.

Gerbang besar SMK Patriot sudah terlihat oleh kedua mataku. Hah, aku benar-benar terlambat.

Sudah ada banyak murid yang berbaris di sekitar gerbang karena alasan yang sama denganku, terlambat.

Memang masalah apalagi yang selalu menjadi hal sepele anak sekolahan selain terlambat, membolos, dan tidak mengerjakan tugas?

"KAMU, CEPAT LARI!"

Aku berlari memasuki gerbang yang terbuka sedikit celah, tasku menyangkut di sela-selanya.

Barisan murid terlambat itu tertawa melihat tingkahku. Awas saja kalian.

Aku mengambil barisan paling ujung sebelah kiri. Hampir 2 saf ini diisi oleh siswa laki-laki.

Dengan menguatkan fisik dan pikiran, aku siap memasang telinga untuk mendapat siraman rohani singkat pagi ini.

Duk. Duk.

Aku berdecak. Siapa sih yang menendang-nendang belakang sepatuku?!

Duk. Duk.

Aku menoleh sedikit memasang wajah galak.

"Tembok, telat juga lo ya."

Aku memutar bola mata kemudian kembali menghadap ke depan. "Retoris banget pertanyaan lo kak."

"Kok tumben telat?"

"Jangan berisik, gue ngga mau dihukum lebih banyak, Kak!" Bisikku dengan nada meninggi.

Barisan dibubarkan, guru di depan kami sudah menghilang. Jadi, apa hukumannya?

Aku mencari keberadaan Raden. Kakak seniorku itu sedang memutar-mutar sapu lidi, menyapu dengan asal-asalan. Dia seperti sedang menyapu udara.

"Kak, hukumannya apa?" Tanyaku saat tiba di sebelah Raden.

"Sok-sokan dengerin tapi ngga tau hukumannya apa. Dasar." Cibir Raden.

"Lo yang gangguin gue tadi."

"Niat gue kan cuma menyapa." Raden mengangkat bahunya dengan wajah tidak bersalah.

Aku berjalan mengambil sapu lidi yang sama seperti yang Raden pegang. Mulai mendorong daun-daun kering yang berguguran membuat lapangan tertumpuk dedaunan.

"Tembok?"

"El?"

"Apa?!" Ketusku.

"Bengong aja, gue ajak ngomong juga."

Aku menjauhi Raden, "Gue lagi ngga mood buat ngobrol, Kak."

Raden mendekatiku, "segala ngga mood. Kenapa sih? Jealous ya??"

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang