025

10.2K 1.7K 15
                                    

Kicauan burung mendadak senyap tergantikan suara seseorang yang terdengar tidak asing di telingaku.

Biasanya suara alarm yang berbunyi, tapi aku menunggu nada alarm tersebut tidak kunjung terdengar.

"Vay bangun Vay." Suara samar-samar yang masuk ke dalam telingaku.

Aku melenguh, akhirnya menyipitkan mata dan terbangun seutuhnya dari dalam mimpi.

"Bangun sayang udah pagi."

Aku menatap perempuan yang setengah aku yakini adalah mami, setengahnya lagi aku masih berpikir sedang berhalusinasi.

"Cepet mandi, kita sarapan bareng. Papi udah ada di bawah." Ujar wanita itu kemudian pergi meninggalkan kamar, meninggalkanku dengan segala pikiran di kepala.

"Aneh." Gumamku. Pasalnya mereka tidak pernah di rumah, dan sekarang mendadak sarapan bersama.

Untuk membuktikan ini semua nyata atau hanya halusinasi semata, aku turun dari kasur dan cepat-cepat mandi.

Jika ini masih di dalam mimpi, aku akan benar-benar terbangun daripada terlambat ke sekolah.

Tepat ketika aku tiba di anak tangga terakhir, papi memanggil. "Vay ayok sarapan nanti terlambat."

Aku menimbang-nimbang, menghitung 1 sampai 3, jika ini mimpi aku akan terbangun dihitungan ke tiga.

1

2

3

"Vay kenapa ngelamun?"

Aku tersentak lantas mengangguk. Menghampiri kedua orang tua yang biasanya super sibuk namun sekarang sedang duduk di meja makan, sarapan.

"Tumben di rumah?" Kalimat itu yang aku pilih sebagai sapaan. Kalimat yang menurutku normal-normal saja.

Papi tertawa renyah menilik perilaku putri semata wayangnya, aku menarik kursi dan duduk.

"Ambil cuti buat sarapan sama anak papi tersayang." Guraunya.

Aku tidak tertawa, ini semakin aneh.

"Ada apa?" Tanyaku penuh selidik.

"Sambil sarapan Vay."

Aku menerima uluran piring berisi nasi goreng dari mami dengan telur mata sapi yang sempurna di atasnya.

Menyuap sesendok. Aku tersenyum getir, sangat manis. "Mam ini gula?"

Ibuku menyuap sesendok kemudian memasang wajah memerah malu. "Kirain tadi garem. Ya udah kita makan roti aja ya."

Roti dengan mentega saja. Aku menggigitnya besar-besar agar cepat habis.

"Gimana kalo kita pindah?"

"Uhuk!" Aku menyambar minum, dan menghabiskannya dengan cepat.

Pindah? Kenapa?

"Kita pindah ke Prancis."

"Sebentar." Kilahku meletakkan roti tidak berniat lagi menghabiskannya barang segigit.

"Kenapa tiba-tiba? Vay ngga masalah kalian sibuk. Tapi kenapa harus pindah?"

Aku baru saja menemukan lingkungan, menemukan teman. Jika kepindahan ini diumumkan setahun yang lalu aku sama sekali tidak keberatan, tapi sekarang?

"Perusahaan cabang di sana sedang turun Vay. Papi harus turun tangan di sana. Kita ngga bisa ninggalin kamu sendirian di sini. Dan waktunya cukup lama."

Aku terkekeh sinis. Cukup lama katanya, mereka bahkan tidak pernah di rumah.

"Mami sama papi silakan urus di sana. Vay tetap di sini. Kalo kalian khawatir itu ngga perlu, Vay bisa jaga diri dengan baik."

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang