"Kenapa kakak ngga sekolah?" Tanya gadis kecil dengan mulut cemong karena cokelat.
Aku menggeleng berusaha tersenyum. "Lagi libur."
"Ihh kok enak? Tapi kok pake seragam?" Tanyanya lagi.
"Lupa kalo hari ini libur." Jawabku asal .
Eru tidak bertanya lagi, dia mulai sibuk dengan telur-telur berisi bola cokelat yang aku bawa.
Kenapa aku memilih ke rumah sakit mengunjungi Eru? Entahlah tak ada alasan khusus.
Di rumah ada mami, dia pasti akan khawatir saat aku pulang sepagi ini.
Saat tiba di rumah sakit, suster yang melihat lututku mulai berbicara padaku, dia membersihkan lututku dengan perlahan, membebatnya dengan kain untuk menutup luka yang menganga.
"Kak Vay, sebentar lagi Eru ulang tahun loh."
Aku tersenyum, kali ini tidak dipaksakan. "Mau hadiah apa? Biar kakak belikan apapun yang Eru mau."
Eru membulatkan matanya kemudian berpikir dengan serius. "Hmm apa yah.."
"Eru mau apa aja deh yang penting kak Vay yang pilihin." Eru melempar senyum sampai matanya menghilang membentuk lengkungan garis.
Mungkin nanti aku akan berkeliling mencari hadiah untuk Eru sekalian membuang pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan di dalam kepalaku.
Anehnya beban pikiran ini terus bersarang seakan kepalaku adalah tempat terbaik bagi mereka untuk singgah.
"Kak.."
"Iya?"
"Kakak pernah takut sama sesuatu ngga?"
Sekarang aku bahkan sedang ketakutan. Aku memutuskan menggeleng.
Eru tertunduk menatap kakinya yang tertutupi selimut tebal.
"Eru sebenernya takut banget, Kak."
Tanpa perlu bertanya kenapa, aku sudah tau apa yang Eru takuti. Apalagi yang gadis kecil ini takuti selain penyakitnya, dia yang tidak bisa bermain di usianya.
Aku menggenggam erat kepalan kecil tangan Eru. "Jangan takut, ada kakak."
Eru tersenyum. Aku pikir gadis ini akan menangis, ternyata tidak. Aku tidak pernah melihat Eru menangis.
"Eru takut harus ninggalin kak Gala sama bang Raden sendirian."
"Kakak sama abang suka berantem. Ntar kalo Eru ngga ada, mereka pasti setiap hari bakal berantem."
Aku menggeleng menatap Eru dengan lekat. "Eru ngga akan ke mana-mana, Eru akan tetap di sini buat jagain mereka berdua."
Eru terkekeh kecil, "kak Vay, Eru punya rahasia. Jangan kasih tau kakak sama abang ya."
"Rahasia apa?"
Eru tidak menjawab, tangan mungilnya yang hanya tinggal tulang itu memegang kepalanya. Dengan sekali gerakan dia menarik rambutnya, yang membuatku terkejut rambut itu ternyata palsu.
Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Tanpa diperintah lagi air mataku sudah mengalir deras. Sesak sekali melihat Eru yang tetap tersenyum sambil merapikan rambut hitam dipangkuannya.
"Kakak sama abang ngga tau ini. Eru ngga mau mereka liat Eru yang jelek karena ngga punya rambut lagi." Katanya dengan mulut dicebikkan.
"Kakak jangan nangis, Eru tetep seneng kok walaupun ini rambut palsu."
Eru melebarkan matanya saat aku mendekapnya tiba-tiba.
"Jangan senyum lagi, Eru." Ujarku sambil terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]
Подростковая литератураNamaku El. Usiaku 16 tahun. Hidupku seolah dikekang oleh penulis jahat. Berkali-kali aku bertemu dengan orang jahat di sekitarku, tidak ada satu pun yang memihakku. Aku El. Aku memiliki masa lalu yang terus membayangiku sampai sekarang. Siapa yang t...