Malam ini langit sangat cerah tak berawan, bintang-bintang sampai terlihat cukup jelas tanpa bantuan teropong.
Bintang-bintang itu selalu di sana bukan? Mereka tidak pernah pergi walau semili, terkadang tak terlihat karena tertutup dibalik awan.
Apa bagusnya menjadi bayang-bayang sang awan? Tertutup, harus dilihat menggunakan teleskop.
Tapi justru itu keistimewaannya. Sesuatu yang sulit dilihat justru akan semakin berharga.
Apakah bintang-bintang itu jika diberi kesempatan untuk hidup, mereka akan mengambil kesempatan itu? Menukar cahayanya demi menjadi sesosok manusia.
Jika aku bintang itu, aku tidak akan ingin merasakan sedikitpun menjejak Bumi. Rasanya amat melelahkan.
Ada milyaran manusia di muka Bumi, banyak sekali jumlahnya. Aku percaya Bumi ini tidak hanya diisi makhluk egois yang jahat, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ada banyak sekali orang baik. Tapi kesan pertamaku terhadap manusia lain adalah yang terburuk.
Manusia yang sangat mementingkan pekerjaannya, manusia yang melakukan segala hal demi keinginan tercapai, manusia yang selalu iri dengan apa yang manusia lain miliki, manusia yang hanya berpikir dengan mulutnya, manusia yang menganggap manusia lain lebih rendah dari binatang.
Entah ada jenis manusia apalagi di dunia. Aku harap kalian tidak menemukan seperti yang aku sebutkan di atas. Aku sungguh berharap hanya aku yang menjumpai mereka semua.
Aku meringkuk di atas tempat duduk dari kayu di taman kecil belakang rumah. Hatiku tidak enak kepada dua orang baik yang mau merelakan waktunya untuk berteman denganku.
Wajah mereka yang sangat khawatir terus terpampang jelas di kepalaku. Napas mereka yang tersengal karena berlarian mencariku. Lalu memelukku tanpa banyak bertanya walaupun aku tau banyak yang ingin mereka tanyakan.
Aku belum bisa menjelaskan apapun pada mereka. Apa aku masih ragu untuk mempercayai orang lain? Aku terus bertanya-tanya sejak tadi pada diriku sendiri yang juga tidak tau jawabannya.
Aku takut mereka pergi karena tau masa laluku. Aku takut mereka berbalik menyerangku karena dulu aku korban penyerangan. Semua ketakutan yang ada di pikiranku dengan cepat memenuhi setiap rongga dadaku. Rasanya sesak.
Kumohon tunggu sebentar lagi. Tunggu sampai aku siap menjelaskan semuanya. Tunggu sampai aku benar-benar mempercayai kalian sepenuhnya. Jahat kah aku jika seperti ini?
Aku menghela napas panjang, masih menatap langit penuh bintang.
Satu buah daun lebar jatuh di atas pangkuanku. Daun kering berwarna kecoklatan.
Aku pernah dengar, jika daun kering jatuh mengenai tubuh itu tandanya akan ada hal buruk yang terjadi.
Sayang sekali daun ini jatuh terlambat. Hal sial itu sudah terjadi siang tadi.
Kenapa manusia sulit sekali berubah. Mereka masih sama seperti dulu. Aku juga masih sama takutnya seperti dulu.
"Non masuk yuk, udaranya ngga enak di badan, ntar non Vay sakit."
Aku menoleh menatap bibi yang biasanya hanya datang untuk memasak namun sekarang tinggal menemaniku di rumah datang membawa selimut tebal yang disampirkannya di atas bahuku.
"Nanti aja bi. Bi Nung tidur duluan aja ngga apa." Aku menggeleng perlahan. Angin tertiup membuat semakin banyak dedaunan yang jatuh.
Bi Nung menggeleng tegas. "Ngga bisa non. Non Vay juga harus masuk ntar sakit. Ntar kalo sakit ngga bisa sekolah."
Aku terkekeh. Baiklah-baiklah aku masuk.
"Non besok mau makan apa biar bibi buatin."
Aku melirik bi Nung yang berjalan selangkah di belakangku. Berpikir sebentar, apa ya makanan kesukaanku. "Apa aja deh bi."
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]
Fiksi RemajaNamaku El. Usiaku 16 tahun. Hidupku seolah dikekang oleh penulis jahat. Berkali-kali aku bertemu dengan orang jahat di sekitarku, tidak ada satu pun yang memihakku. Aku El. Aku memiliki masa lalu yang terus membayangiku sampai sekarang. Siapa yang t...