040

7.1K 1.2K 33
                                    

"El jadi ke perpusnya?" Nona memastikan lagi, dia tadi bilang ingin menemaniku.

Aku mengangguk sambil sibuk membereskan piring bekas makanku.

"Beneran ngga mau gue temenin?" Nona mengedip-ngedipkan matanya membujukku.

Aku tersenyum satu garis, mengangguk mantap. Aku tau motif Nona untuk menempel denganku, gadis itu ingin terus bertanya soal Raden. Nona mengaku menjadi fans nya sejak kelas 10. Sebenarnya apa bagusnya sih Raden itu? Temperamennya buruk sekali.

"Beneran nih? Ntar lo lupa lagi arah ke kelas terus nyasar." Nona masih kekeuh membujuk.

"Lo ke kelas sama Hepta tuh, bentar lagi bel."

Nona mencebikkan bibirnya, "si Hepta mau ehem ehem sama Penta."

Geplakan mulus mendarat di kepala Nona. "Jangan bikin orang salah paham dong Non." Hepta mendengus malu.

"Ya kan gue bener, Lo mau ehem ehem sama ketos." Nona balas nyolot. Dia tidak pernah kalem saat berbicara, jadi ini wajar saja.

"Gue cuma mau ambil surat dispensasinya Penta kok, dia ada urusan sampe pulang di ruang OSIS." Hepta membantah dengan satu tarikan napas.

"Itu yang gue maksud dari ehem ehem. Kalo lo mikirnya aneh-aneh berarti lo yang salah." Nona tersenyum menang setelah berhasil membuat wajah Hepta memerah padam siap melempar bantahannya lagi.

"Gue duluan, kalian lanjutin berantemnya. Bye." Aku membawa piring dan gelas bekas makanku, melambaikan tangan kemudian pergi tanpa berbalik lagi. Membiarkan Nona dan Hepta saling adu mulut di meja sana.

"Eh El." Seseorang menepuk bahuku dari belakang.

"Aduh sini gue bantuin bawanya."

Ternyata Heksa, apa yang dia inginkan dengan sok akrab begini.

"Ngga usah, gue bisa sendiri." Tolakku. Tapi Heksa tetap mengambil piring di tanganku, membiarkan kedua tanganku bebas sekarang.

"Nggapapa nggapapa lagian gue luang kok." Heksa tersenyum sempurna. Gadis ini seperti tidak ada celah untuk membuat hal buruk.

Aku terus menatapnya dari belakang, dia mengembalikan bekas makanku ke penjual batagor, mengobrol sebentar kemudian menghampiriku lagi.

"Makasih." Ucapku.

Heksa terkekeh dengan anggun, dia bahkan menutup mulutnya. "Sesama teman kan harus saling membantu."

"Gue ngga inget kita pernah saling lempar sapaan." Ujarku terus terang.

Heksa menepuk bahuku tertawa riang. "Ah lo lucu banget deh, yuk ke kelas."

"Gue masih ada urusan. Duluan aja."

Heksa melipat bibirnya, matanya melirik kemana-mana, jujur saja sikapnya sangat menggemaskan, sangat manis. "Ya udah deh kalo gitu."

Heksa berjalan dan berhenti di sebelahku, dia berbisik tepat di telingaku. "Ngga usah ngurusin masalah orang lain ok. Lo cukup diem aja kayak biasanya."

Aku menatap lirikan matanya, raut wajahnya sangat berbeda seperti yang sebelumnya. Tidak ada wajah riang bersahabat yang biasa dilemparkan pada orang-orang.

"Ok bye! " Heksa menepuk bahuku lagi, kemudian tersenyum sampai matanya menyipit.

Pandai sekali memainkan ekspresinya. Harusnya gadis itu bermain teater saja.

•••

"El!" Sapa Reno dengan riang. Laki-laki itu membawa sekotak kecil kardus. "Ah kebantu banget gue jadinya."

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang