036

7.7K 1.4K 63
                                    

Cek cek, ehem!
Sahurrr sahurrr wkwkwk😂
Makasih banget buat teman-teman semua yang udah support cerita ini💛 huhu seneng banget tembus 10k😭😭
Alay banget, biarin deh, seneng banget soalnya ini😭😭
Lupyu banyak banyak😭💛💛💛


Happy Reading
————————————————————





Bum!

Aku meringis saat punggungku terbanting menghantam matras.

"El fokus. Daritadi ngga konsen banget keliatannya." Seniorku berteriak mengingatkan.

Dengan anggukan patah-patah, aku kembali berdiri. Benar sekali, rasanya sangat sulit berkonsentrasi.

Aku bersiap dengan kuda-kudaku yang terlihat kokoh. Lawan di depan juga melakukan hal yang sama. Dia adalah seniorku, perempuan cantik yang memiliki mata tajam.

Tanganku terkepal, dengan penuh tenaga kuhantamkan ke depan mengincar ulu hati lawan. Bukannya mendapat poin, tanganku justru ditarik, dengan gerakan memutar tubuhku kembali dibanting di atas matras biru tua yang mengepulkan sedikit debu. Saat itu juga pertarunganku selesai. Kami saling bungkuk memberi hormat lalu berjabat tangan.

"Lo pasti lagi ngga enak badan ya." Ujar senior yang menjadi lawan tandingku tadi.

Aku menggeleng, "ngga kok. Aku mana bisa lawan senpai."

Perempuan itu tertawa merangkul bahuku ikut duduk di sebelahku. "Padahal biasanya lo lawan dia aja menang. Jangan merendah deh."

Aku meringis melihat perempuan yang ditunjuk oleh seniorku. Dia adalah anak dari sekolah lain yang selalu ikut latihan di sekolahku. Anak perempuan yang menduduki kelas nasional setahun yang lalu. "Kebetulan aja sih."

"Sebentar lagi musim kejuaraan dimulai. Kalian jaga kesehatan, rajin-rajin latihan, perkuat ketahanan fisik. 2 Minggu dari sekarang, kita adakan seleksi, yang terbaik dia yang akan ikut mewakili sekolah." Ucap guru karate kami dengan serius.

"OSU!" Seru kami kompak, memecah sore hari yang kelabu.

"Pulang hati-hati, sampai rumah dengan selamat." Beliau membungkuk ke arah kami. Kami balas membungkuk sampai guru kami berdiri tegak meninggalkan aula barulah kami ikut berdiri, saling jabat tangan dan membubarkan diri masing-masing.

Selepas berganti pakaian dengan baju bebas, aku berjalan keluar gedung sekolah sambil membawa payung hasil meminjam dari ruang latihan. Beruntung masih ada yang tersisa.

"El gue duluan, bye bye!" Seniorku melambaikan tangan dari atas motor. Aku balas melambai sambil tersenyum kecil.

Dia adalah satu-satunya yang bisa dikatakan paling akrab denganku. Yang lain hanya sekedar teman latihan satu ekskul.

Air menggenang memenuhi beberapa rongga di jalanan beraspal. Hujan pasti terus mengguyur sejak pulang sekolah 3 jam yang lalu, mengguyur deras tanpa berniat mereda.

Aku melangkah berusaha tidak menginjak kubangan air tersebut. Seperti biasa berjalan menuju halte menunggu bus untuk pulang.

Langit semakin menggelap, aku harus bergegas untuk sampai rumah sebelum gemuruh menyambar-nyambar beserta kilatnya.

"Mau sampe kapan nunggu di sini?"

Seseorang berteriak di bawah hujan. Suaranya lantang berusaha mengalahkan suara hujan yang tak mau kalah.

"Mau sampe kapan lo nyuruh gue pulang!"

Oh ada satu orang lagi. Perempuan itu sedang duduk di bangku halte, tubuhnya terlindungi atap dari air hujan.

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang